Jakarta – Program penyediaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) di Provinsi Aceh terancam ambruk. Hal ini menyusul rencana penggabungan Unit Usaha Syariah PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN Syariah) ke PT Bank Syariah Indonesia (BSI) Tbk.
“Penggabungan BTN Syariah ke BSI bakal mengancam pembangunan perumahan bersubsidi di Provinsi Aceh. Sebab sekarang ini tidak ada bank konvensional yang beroperasi di Aceh seiring pelaksanaan syariat Islam di daerah,” tutur Ketua Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) Aceh, Muhammad Noval di Jakarta, Kamis, 16 Juni 2022.
Setelah pemberlakuan Qanun Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah, semua perbankan konvensional menutup operasionalisasinya dari daerah itu. “Hengkangnya operasionalisasi bank konvensional dari Aceh membuat developer tidak punya alternatif pembiayaan selain bank syariah. Baik di segmen KPR untuk masyarakat, maupun kredit konstruksi bagi para pengembang,” cetus Noval.
Noval menegaskan, portofolio BSI dalam pembiayaan kredit sektor properti di Aceh masih sangat minim. Malah, pengembang Aceh kesulitan mengakses dukungan pembiayaan dari BSI.
“Saat ini pembiayaan kredit properti masih didominasi oleh BTN Syariah. Kemudahan itu belum kami peroleh dari bank syariah lainnya,” ujarnya.
Noval menilai, penggabungan UUS Bank BTN ke BSI akan berdampak terhadap kesanggupan developer dalam membayar kredit modal kerja di perbankan. “Kami berharap Pemerintah mempertimbangkan lagi rencana penggabungan BTN Syariah oleh BSI. Sebab rencana itu akan berdampak naiknya kolektibilitas pinjaman developer di perbankan,” ujarnya.
Kelangkaan KPR
Faktanya, kata Noval, saat ini pun sudah banyak developer yang mengarah ke kolektibilitas pinjaman akibat sulitnya calon konsumen dalam mengajukan kredit pemilikan rumah (KPR).
Saat ini BTN Syariah masih mendominasi porsi penyaluran KPR di Provinsi Aceh. “BTN Syariah saat ini menyalurkan lebih dari 90 persen KPR Syariah di Aceh. Sedangkan porsi BSI relatif kecil karena aturannya masih sangat ketat dan skema penyalurannya juga lambat. Kalau pun ada, dukungan BSI hanya terbatas ke pengembang tertentu saja,” ucap Noval.
Adapun PT Bank Aceh Syariah hingga kini belum memiliki portofolio penyaluran KPR Syariah untuk rumah bersubsidi. “Bank Syariah Aceh masih fokus menyalurkan kredit konsumer untuk kalangan ASN di lingkup wilayah Aceh saja,” tuturnya.
Noval berharap Kementerian BUMN selaku perwakilan pemegang saham membatalkan rencana akuisisi tersebut. “Kami berharap agar BTN Syariah tidak digabung ke BSI atau bank pelat merah lainnya. Sebab akuisisi itu hanya akan menghambat pergerakan bisnis properti di Aceh,” tegasnya.
Menurut Noval, masyarakat Aceh sudah familiar dengan BTN Syariah. Pemerintah harus mempertahankan BTN Syariah untuk bisa berdiri sendiri sebagai agent development yang mendukung Program Sejuta Rumah.
“Jangan hanya karena alasan perhitungan bisnis, lalu mengesampingkan kepentingan MBR yang masih membutuhkan rumah dengan skema KPR syariah,” pungkasnya.
Sesuai data Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera), penyaluran KPR FLPP di Provinsi Aceh per 14 Juni 2022 sebesar Rp 38,42 miliar atau setara 365 unit rumah. Tercatat bank penyalur KPR FLPP Syariah di Aceh, berturut-turut yakni BTN Syariah sebesar 44,93 persen, Bank Aceh sebesar 36,99 persen dan BSI sebesar 18,08 persen. (BRN)