Cetak Rekor! Harga Rumah di Singapura Melejit 10,6 Persen
Jakarta – Kenaikan harga rumah di Singapura mencetak rekor tertinggi dalam kurun waktu 10 tahun terakhir. Kenaikannya mencapai 10,6 persen sepanjang 2021 atau naik signifikan ketimbang kuartal kedua tahun 2010 yang mencapai angka 5,3 persen.
“Melihat lonjakan harga pada kuartal keempat, ini menjelaskan mengapa pemerintah memberlakukan pembatasan properti karena mereka telah melihat data dan melihat kondisi ini akan datang,” jelas The Singapore–based head of research and consultancy at APAC Realty Ltd. unit ERA, Nicholas Mak sebagaimana dikutip dari New Straits Times, Kamis, 6 Januari 2022.
Kenaikan harga rumah pada kuartal IV-2021 di negeri Singa ini merupakan yang tertinggi sepanjang satu dekade terakhir. Kenaikan harga rumah pada kuartal IV-2021 sebesar 5 persen ketimbang kuartal sebelumnya.
Salah satu penyebabnya melonjaknya harga rumah tersebut adalah adanya kebijakan pemerintah dalam hal pembatasan di sektor properti. Pemerintah Singapura menerbitkan aturan menaikkan bea materai tambahan untuk pembeli rumah kedua dan orang asing yang membeli tempat tinggal pribadi.
Jika kondisi ini terus terjadi maka timbul kekhawatiran kenaikan harga properti akan mengganggu fundamental ekonomi. Para investor telah memanfaatkan suku bunga rendah dan berharap harga dapat naik lagi di masa depan.
Langkah-langkah pendinginan sektor properti akan menguji ketahanan pasar. Pasar properti Singapura telah bertahan dengan baik dalam dua tahun terakhir meskipun menderita resesi terburuk yang pernah tercatat pada tahun 2020 dan bertahan dari beberapa pembatasan virus awal tahun lalu.
Pembatasan Properti
Sejumlah analis mengatakan bahwa pembatasan properti mungkin merupakan langkah jangka pendek di pasar untuk meredam hasrat penjualan properti. Diperkirakan, harga properti akan kembali pulih pada awal paruh kedua tahun ini.
Adapun Senior Vice President of Research and Analytics at OrangeTee & Tie, Christine Sun mengungkapkan, jumlah permintaan mungkin sedikit meningkat setelah Tahun Baru Imlek di bulan Februari. Kondisi ini terjadi meskipun tingkat transaksi mungkin lebih rendah daripada beberapa bulan terakhir.
“Harga mungkin stabil dan naik dengan kecepatan yang jauh lebih lambat dalam beberapa kuartal ke depan. Tetapi, nilainya tidak mungkin turun karena pengembang telah membeli bidang tanah dengan harga yang cukup tinggi,” kata Sun. (SAN)