
Ilustrasi (Foto: Istimewa)
Jakarta – Program insentif pajak pertambahan nilai ditanggung pemerintah (PPN DTP) bagi sektor properti di tahun 2021 dinilai belum efektif. Pemerintah diharapkan dapat menunjuk satu penanggung jawab guna mengawal penerapan insentif tersebut.
“REI memohon Pemerintah dapat menunjuk satu penanggung jawab lintas kementerian guna mengawal penerapan insentif PPN DTP. Hal ini supaya tidak terjadi permasalahan di lapangan seperti tahun lalu,” tukas Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (DPP REI), Paulus Totok Lusida, kepada industriproperti.com, di Jakarta, Senin, 3 Januari 2022.
Sesuai data Sistem Informasi Kumpulan Pengembang (SiKumbang), tercatat dari 30.062 pengajuan hanya 5.894 konsumen, atau 19,3% yang berhasil mengisi berita acara serah terima (BAST) unit rumah pada aplikasi itu.
Totok mengutarakan, ada sejumlah institusi yang bertugas mengawal penerapan PPN DTP. Mulai dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kementerian Keuangan, Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), dan Kementerian Dalam Negeri. “Namun dalam implementasinya terjadi sejumlah persoalan karena belum sinkronnya kebijakan baik di pusat dan daerah,” ujar Totok.
Direktur Eksekutif DPP REI, Dani Muttaqin menambahkan, mayoritas pengajuan PPN DTP masih terganjal masalah Perizinan Bangunan Gedung (PBG) sebagai syarat untuk proses dalam aplikasi SiKumbang. Sekadar informasi, PBG merupakan salah satu persyaratan pengganti Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
“Kunci PBG adalah di pemerintah daerah (pemda). Sampai saat ini, belum ada satu pun pemda yang menerbitkan Peraturan Daerah (Perda) Retribusi PBG sebagai pengganti retribusi IMB. Sekarang baru ada keputusan bupati/wali kota di beberapa kabupaten/kota sebagai pengisi aturan di masa transisi,” kata Dani.
Problem di Jakarta
Dani menyampaikan, spesifik di DKI Jakarta, situasinya kian pelik karena Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) kecamatan menerbitkan IMB untuk rumah tinggal. Sedangkan aplikasi SiKumbang tidak mengenal IMB kecamatan, harus IMB tingkat provinsi.
“Untuk melegalisasi IMB ke level provinsi juga bukan perkara mudah karena perlu proses dan waktu. Sampai saat ini aplikasi SiKumbang masih menolak surat keterangan dari PTSP,” kata Dani.
Untuk proses legalisasi IMB yang sudah terbit lebih dari 5 tahun, imbuh Dani, SiKumbang mewajibkan legalisasi dari PTSP tingkat kabupaten/kota setempat. “Problemnya lagi, tidak semua PTSP bersedia untuk memproses itu. Alasannya, karena menurut mereka IMB yang sudah terbit itu sudah sah, tidak kadaluarsa, sehingga tidak perlu lagi proses legalisasi,” pungkasnya. (BRN)