Penyewa Pusat Belanja Mulai Ubah Kapasitas dan Luas Ruang Usaha

Ilustrasi mall di Bodetabek/Foto Rinaldi
JAKARTA – Sebagai salah satu tempat orang berkumpul, pusat perbelanjaan dan mall menjadi salah satu sektor usaha yang paling terdampak dengan adanya pembatasan mobilitas masyarakat. Hal itu terlihat pada masa pembatasan sosial sehingga pengunjung pusat belanja menurun drastis.
Berdasarkan riset Leads Property, di 2022 akan banyak tenant (penyewa) mall akan mengubah kapasitas dan menormalisasi ruang usaha sesuai dengan kondisi saat ini. Langkah tersebut merupakan upaya efisiensi yang penyewa lakukan.
“Banyak tenant mulai percaya diri dengan kondisi kuartal IV-2021 yang membaik, hanya saja harus ada perubahan kapasitas sesuai dengan kondisi new normal,” ungkap Hendra Hartono, CEO Leads Property dalam laporan risetnya, Jumat, 28 Januari 2022.

Hendra Hartono, CEO Leads Property/Ist
Saat pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) mendapat pelonggaran pada kuartal akhir 2021, peritel mulai bergerak meski secara moderat. Salah satu contohnya, pembukaan AEON Tanjung Barat seluas 39 ribu meter persegi yang menambah pasokan ruang ritel di Jakarta menjadi 3,47 juta meter persegi.
Sedangkan pada tahun ini, Leads Property memprediksi pasokan mall akan bertambah dengan adanya Lippo Mall di Holland Village. Sedangkan secara okupansi, Leads Property merilis kalau penurunan hanya 0,25% sehingga okupansi mall hingga akhir 2021 mencapai 88,4%.
Ke depan, landlord akan terus berupaya untuk menyesuaikan kondisi yang terjadi demi kenyamanan, bukan hanya pengunjung, namun juga retailer.
Selain itu, F&B, drug store, bioskop, dan fitness center diprediksi akan lebih banyak dikunjungi jika situasi Covid-19 terus melandai. Adapun para retailer boleh jadi akan mengubah strategi pemasaran juga menyesuaikan kondisi yang ada.
Pengunjung Turun
Riset lainnya dari Colliers International Indonesia memang mengungkapkan bahwa tingkat hunian (okupansi) pusat belanja turun hingga 70% di berbagai mall di Jakarta dan Bodetabek.
“Tingkat hunian di Jakarta dan Bodetabek sama-sama tercatat sekitar 70%,” ungkap Senior Associate Director Research Colliers International Ferry Salanto.
Tingkat hunian tertinggi di berbagai mall dikontribusikan terutama oleh F&B retailer, untuk menjaga tingkat hunian di pusat perbelanjaan. Selain itu, penyewa-penyewa besar seperti fast fashion tetap ekspansif dan mengisi ruang-ruang kosong menggantikan department store yang tumbang.
Terbatasnya jumlah pasokan di Jakarta prediksinya akan mulai meningkatkan kembali tingkat hunian. Ferry memprediksi, penyewa-penyewa seperti pasar swalayan dengan konsep yang lebih fresh serta gaya hidup seperti perlengkapan alat-alat rumah tangga, kesehatan, dan kosmetik akan terus ekspansif.
Sepanjang 2021, rerata tarif sewa di Jakarta tercatat di Rp566.095. Sedangkan di luar CBD tercatat Rp384.121 cenderung stabil. Adapun biaya pemeliharaan akan cenderung stabil hingga akhir 2022.
“Adanya tambahan pasokan baru akan memengaruhi rerata harga sewa, meski tidak terlalu signifikan. Pengembang atau pengelola pusat perbelanjaan masih akan wait and see untuk kondisi 2022. Namun mereka optimis karena kunjungan ke mall terus membaik,” ungkap Ferry.
Sebagai informasi, tingkat okupansi ruang mall menurun drastis atau mencapai 9% pada 2021 daripada tahun 2019 lalu untuk wilayah pusat bisnis (CBD) DKI Jakarta. Sementara ketimbang tahun 2020 lalu, keterisian mall turun 5% pada 2021. Sehingga okupansi saat ini bertengger pada tingkat 70%.
Pada tahun 2016, tingkat keterisian mall berada pada level di atas 85% mendekati penuh secara rata-rata, meski terus menurun dari tahun ke tahun, pada 2020 di bawah 80% dan 2021 mencapai 70%.
“Jumlah toko yang dibuka relatif rendah di mall yang baru beroperasi. Sekali lagi ini karena dampak dari pandemi karena menurunkan rata-rata tingkat hunian baik di Jakarta maupun di sekitarnya,” ujar Ferry. (MRI)