Program Pemerintah Thailand untuk Relokasi Masyarakat di Kawasan Kumuh

Di Distrik Sai Mai, biaya rumah diperkirakan mencapai 300,000 baht dan Pemerintah memberikan subsidi sebesar 150,000 baht dengan biaya dibayar berkala sebesar 1.500 baht
0
808
Rumah yang dibangun melalui program Baan Mankong di distrik Sai Mai, Kota Bangkok (Foto: Rina Chandran, Thomson Reuters Foundation)

Jakarta – Sebagai negara dengan persentase rumah tangga yang ditinggal di kawasan kumuh setinggi 23,7%, Thailand sedang berupaya untuk menyediakan rumah layak huni bagi masyarakatnya, khususnya bagi rumah tangga kumuh yang berkedudukan di pinggir kali dan sungai, melalui program Baan Mankong, yang diselenggarakan sejak tahun 2003. Program ini bertujuan untuk membantu penghuni daerah kumuh untuk mendapatkan perumahan layak huni melalui subsidi dan pinjaman murah untuk membeli atau menyewa tanah, dan untuk membangun atau meningkatkan kualitas rumahnya.

Setelah terjadinya banjir terbesar di Thailand pada tahun 2003, banyak penghuni rumah kumuh yang kehilangan rumahnya sehingga pemerintah menawarkan program Baan Mankong kepada masyarakat terdampak. Sebagian besar dari masyarakat tersebut menyadari bahwa memiliki rumah yang layak huni merupakan prioritas utama, sehingga program Baan Mankong mendadak sukses. Sebanyak 130.000 rumah tangga di sekitar Thailand telah ikut serta dalam program ini.

“Perumahan ini memberikan keamanan bagi keluarga berpenghasilan rendah sehingga mereka dapat memiliki akses berkelanjutan ke pekerjaan di kota, dan kesempatan untuk keluar dari kemiskinan,” kata Angkhana Trantarathong, petugas hubungan internasional di Community Organizations Development Institute (CODI), sebagaimana dikutip dari reuters.com

Apalagi kota Bangkok diperkirakan akan menjadi salah satu daerah perkotaan yang paling terdampak oleh pemanasan global, dengan hampir 40 persen diperkirakan akan terendam banjir setiap tahun segera setelah 2030, menurut Bank Dunia. Hal tersbeut menempatkan puluhan ribu orang yang tinggal di dekat kali, sungai dan daerah kumuh lainnya dalam bahaya. Meskipun dihadapkan dengan masalah serius ini, banyak penghuni yang tinggal di daerah-daerah tersebut tidak mau direlokasi.

“Beberapa orang tidak ingin pindah – tetapi kita perlu menekan mereka sampai mereka menyadari bahwa mereka tidak dapat tinggal di sana lagi,” kata Gubernur Bangkok Aswin Kwanmuang, yang mengawasi inisiatif perencanaan kota untuk kota tersebut. Meskipun demikian, Pemerintah Federal telah menaikkan alokasi subsidi untuk Baan Mankong dan berencana akan membangun 1,2 juta rumah selama 10 tahun ke depan bagi mereka yang dipindahkan dari tepi sungai dan kanal.

Uniknya, dalam program ini, masyarakat membentuk koperasi dan bernegosiasi dengan pemilik swasta serta pemerintah untuk membeli atau menyewa tanah, serta memutuskan desain perumahan termasuk persyaratan pinjaman, sehingga kepemilikan dipegang secara kolektif melalui koperasi. Dengan mengumpulkan sumber daya mereka, masyarakat dapat mengakses pembiayaan lebih mudah daripada sebagai individu, kata Supreeya Wungpatcharapon, asisten profesor di Universitas Kasetsart.

“Mekanisme ini bersifat fleksibel, dimana orang miskin dapat mengakses dana secara langsung. Berbeda dengan proyek pembangunan lain yang uangnya dipegang oleh otoritas pemerintah. Meskipun lahan publik untuk perumahan terjangkau sangat terbatas, jaringan masyarakat diberdayakan untuk menuntut hak atas kota, menolak penggusuran, dan saling mendukung selama krisis tanpa menunggu dukungan pemerintah,” tambahnya.

Sebagai contoh, di komunitas Phatsanee di Sai Mai, rumah petak dua lantai menelan biaya hampir 150.000 baht Thailand (red: sekitar 50 juta rupiah) sebelum subsidi, yang dibayar berkala sebesar 1.500 baht (500 ribu rupiah per bulan).

“Kami semua miskin, dan kami khawatir untuk membayar kembali pinjaman itu,” kata Bani Chaosuwanphan, 50, seorang tokoh masyarakat. “Tetapi kami menginginkan kehidupan yang lebih baik untuk diri kami sendiri dan masa depan yang lebih baik untuk anak-anak kami. Rumah-rumah ini dapat mewujudkan hal itu,” tutupnya. (ADH)