UUCK Diharap Bawa Dampak Positif terhadap Industri Properti

Peraturan turunan UUCK diharapkan tidak melenceng atau mengkhianati semangat utama undang-undang ini untuk memberikan kemudahan dan kenyamanan berinvestasi termasuk di industri properti
0
720

JAKARTA – Undang-Undang Cipta Kerja atau UUCK ditujukan untuk menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan investasi melalui kemudahan perizinan. Iklim investasi yang sehat juga diperjuangkan para pelaku usaha properti yang dimotori Realestat Indonesia (REI), Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Properti dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Properti.

Usaha dan perjuangan sudah dilakukan ketiga asosiasi ini pagi-siang dan malam. Hingga kemudian undang-undang “sapu jagad” resmi disahkan di gedung parlemen pada 5 Oktober 2020 lalu.

Ketua Umum DPP REI, Paulus Totok Lusida mengharapkan UUCK atau Omnibus Law ini dapat memberikan dampak yang positif bagi pertumbuhan industri properti di masa mendatang. Salah satu katalisnya adalah sejumlah aturan yang akan mempermudah dan menyederhanakan proses perizinan hingga ke tingkat daerah.

Selama ini, ungkap dia, sebenarnya aturan dari pemerintah pusat telah memberikan kemudahan, namun pelaksanaan di daerah masih banyak hambatan. Totok mencontohkan perizinan satu atap, tetapi dalam praktiknya masih banyak meja, pintu dan jendela yang harus dilewati.

Selain itu banyak peraturan daerah yang bertentangan dengan aturan pusat, sehingga di daerah seakan-akan ada banyak “raja kecil” yang berkuasa. Dalam istilah Totok, kadang aturan di pusat sudah putih warnanya, tetapi di daerah justru berubah menjadi abu-abu bahkan berubah jadi warna hitam.

Paulus Totok Lusida

Oleh karena itu, REI menyambut baik UUCK yang diharapkan dapat memutuskan mata rantai perizinan yang berbelit-belit termasuk di sektor properti. Diakui, memang belum semua usulan diakomodir di dalam UUCK, namun REI bersama dengan Kadin dan Apindo sudah memperjuangkan semua yang menjadi harapan seluruh pelaku usaha properti di Tanah Air.

“Begitu pun, kita tetap menyambut gembira semangat UUCK ini dan selanjutnya fokus bersama-sama mengawal peraturan pelaksanaanya baik di tingkat Peraturan Pemerintah (PP) maupun Peraturan Menteri (Permen),” ujar Totok Lusida kepada Majalah RealEstat, baru-baru ini.

Dia berharap di tingkat petunjuk pelaksanaan akan lebih konkrit dan jelas, dimana keseimbangan antara end user dan developer haruslah diposisikan secara sama. Tidak boleh ada ketimpangan perlakuan, sehingga memenuhi azas keadilan.

Oleh sebab itu, REI mendorong supaya penyusunan peraturan pelaksanaanya tetap mengedepankan komunikasi dengan seluruh stakeholder sehingga nantinya aturan-aturan tersebut dapat efektif diberlakukan di lapangan.

Selain itu, Totok menekankan agar PP maupun Permen yang akan disusun nantinya tidak melenceng atau mengkhianati semangat utama UUCK seperti yang diamanatkan Presiden Joko Widodo yakni memberikan kemudahan dan kenyamanan berinvestasi termasuk di industri properti.

Disebutkan, industri properti merupakan industri strategis nasional yang mempunyai dampak berantai terhadap 175 industri ikutan dan 350 Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

Wakil Ketua Umum Koordinator DPP REI bidang Regulasi dan Investasi, M.T. Junaedy menyampaikan harapan yang sama. Dia menegaskan bahwa REI sangat menyambut baik Omnibus Law atau UUCK karena meyakini regulasi ini akan mempermudah berbagai proses perizinan di sektor properti.

“Ada kemajuan meski pun belum sempurna, namun setidaknya pemerintah memberikan kemudahan dalam berusaha, percepatan perizinan dan tentunya terbukanya lebih banyak lapangan kerja untuk masyarakat,” ungkap dia.

Junaedy menilai UUCK akan menciptakan iklim investasi properti yang lebih baik, bukan hanya berkaitan dengan properti bagi orang asing namun juga kelak semua pengembang di daerah dapat berkembang maju karena semua orang memiliki kesempatan maju yang sama tanpa perlu mengandalkan kedekatan untuk mempermudah proses perizinan.

Dia mencatat setidaknya ada tiga hal yang harus dicatat dalam UUCK. Pertama adalah kemudahan layanan publik. Ini sangat penting karena banyak orang yang menahan diri untuk membeli properti bukan karena tidak punya uang. Jika kemudahan diberikan ditambah dengan gimmick-gimmick dari pengembang, tentu saja banyak orang yang mau membeli dan berinvestasi properti.

Kedua adalah intensif, seperti keringanan pajak. Sedangkan yang terakhir, adalah perlindungan investasi.

Peraturan Turunan

Meski sinyal perbaikan perizinan sudah terlihat dari semangat UUCK, namun menurut Junaedy, saat ini omnibus law masih sangat makro dengan belum tuntas karena belum adanya peraturan turunannya baik PP maupun Permen.

Untuk itu, REI terus membangun koordinasi yang intens dengan kementerian terkait dalam membahas aturan pelaksana UUCK, sehingga tidak tumpang tindih, apalagi bertentangan dengan semangat awal UUCK.

“Masyarakat juga seharusnya tidak perlu khawatir dengan omnibus law misalnya soal properti bagi orang asing. Di Singapura yang negaranya kecil saja mereka tawarkan properti di sana untuk orang asing, karena mereka tahu unit properti itu tidak akan dibawa lari, dan kontrolnya tetap ada di tangan pemerintah,” ujar Junaedy.

Regulasi properti untuk orang asing ini juga diharapkan membawa dampak terhadap kunjungan pariwisata, karena dengan memiliki unit apartemen di sini maka potensi dan volume orang asing berkunjung dan berwisata di Indonesia akan meningkat.

Menurut dia, sangat penting untuk bisa melihat sektor properti secara utuh dan bukan hanya melihat pengembang yang membangun rumah. Dengan melihat secara utuh, maka orang akan melihat kenyataannya bahwa sektor properti berperan besar dalam menggerakkan UMKM. Disahkannya omnibus law diharapkan membawa harapan bagi industri properti di Tanah Air. (MRI)