YLKI Soroti Polemik Kebijakan Tapera, Perlu Gotong Royong Atasi Backlog
Jakarta – Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menyoroti rencana pemerintah untuk menghimpun iuran wajib dari seluruh pekerja melalui Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Tulus Abadi menyebut ada dua hal yang menjadi polemik terkait kebijakan tersebut.
“Terkait dengan isu Tapera pada perspektif YLKI sebagai lembaga konsumen yang pertama sebagai sebuah kebijakan publik saya melihat ada persoalan dari sisi policy making process. Menurut saya ini salah satu titik krusialnya sehingga menimbulkan satu pro-kontra,” katanya dalam dalam acara Focus Group Discussion (FGD) yang digelar secara daring pada Selasa, 11 Juni 2024.
Tulus melanjutkan, permasalahan kedua adalah terkait dengan content of policy. Menurutnya subsidi seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah dan tidak dibebankan kepada masyarakat. Namun, dalam mengatasi backlog perumahan, dia menilai memang perlu kerja sama antara pemerintah dan masyarakat namun dalam pelaksanaannya cukup complicated.
“Kalau kita lihat sebenarnya memang ada backlog pembangunan rumah di Indonesia untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) sekitar 9,9 juta. Beban ini yang kemudian ayo gotong royong masyarakat ikut membantu,” jelasnya.
Pada kesempatan yang sama Deputi Komisioner Bidang Pengerahan Dana BP Tapera Sugiyarto menyebut, negara sebetulnya hadir dalam konteks perumahan. Kehadiran negara bukan hanya dalam bentuk Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP).
“Untuk pembuayaan Tapera yang dari ex-Bapertarum dananya tersedia Rp1,39 triliun. Targetnya akan membiayai 8.717 unit rumah dan saat ini realisasinya 20%,” katanya.
Sugiyarto membantah isu yang beredar bahwa dana Tapera nanti bisa digunakan untuk pembangunan IKN. Dia menegaskan, dana yang berasal dari peserta murni dikembalikan kepada peserta dan pengelolaannya juga hanya boleh digunakan untuk memberikan manfaat kepada peserta.
“Tidak ada hubungan sama sekali antara dana dari peserta dengan pembangunan IKN,” tegasnya.
Perlu Sosialisasi
Sementara itu, Ekonom Konstitusi Defiyan Cory mengatakan, dirinya melihat bahwa program Tapera ini baik. Namun, dia menyoroti perlu adanya sosialisasi dan komuinikasi intensif dengan stakeholder. Jika kebijakan ini adalah sebuah mandat maka negara harus menyediakan dahulu rumahnya baru kemudian ditarik iuran.
“Kita punya pengalaman di Bappenas. Sebelum kita me-launching program, kita sosialisasi dulu ke masyarakat,” ucap Defiyan.
Wakil Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI), Ignesjz Kemalawarta menjelaskan bahwa jika sistem tabungan perumahan berjalan dengan baik maka akan terjadi peningkatan daya beli konsumen karena bisa ada blend antara bunga KPR saat ini dengan keberadaan dana murah berjangka panjang dan meniadakan mismatch pembiayaan perumahan dan dukungan pemilikan rumah.
Kemudian, akibat meningkatnya demand dan dibarengi dengan peningkatan supply maka akan mendongkrak serapan 185 produk bahan bangunan dalam negeri, tenaga kerja, pemasukan pajak pajak Pemerintah dan peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Di tengah penolakan masyarakat terhadap iuran Tapera dan belum berjalannya program tersebut, pembiayaan perumahan harus tetap terjaga agar hak masyarakat untuk memiliki hunian yang layak dapat terwujud dan backlog perumahan dapat dituntaskan. Salah satunya dengan memberdayakan dana-dana masyarakat yang telah ada, seperti asuransi,jaminan sosial, kesehatan dan lain lain sudah terbentuk.
“Sebagai bagian dari keberpihakan pemerintah ke pemenuhan kebutuhan papan Masyarakat maka usulan dilakukan pendampingan 5% dari dana dana tersebut Bank Pemberi KPR dengan imbalhasil maksimal 3% kepada Bank pemberi KPR,” jelas Ignesjz.
Blend dari sumber dana ini akan dapat menurunkan suku bunga KPR sehingga menjadi terjangkau bagi masyarakat khususnya segmen MBR yang diatas pasar MBR yang mendapat bantuan FLPP sampai tingkat penghasilan dan harga rumah tertentu. Solusi pendampingan ini membutuhkan payung hukum sampai sistem tabungan perumahan dapat berjalan dengan baik setelah dilakukan kajian mendalam. (SAN)