Jakarta – Ketua Umum Himpunan Pengembang Pemukiman dan Perumahan Rakyat (Himperra) Endang Kawidjaja memberikan usulan agar realisasi serapan program Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) menjadi lebih baik di tahun 2021.
“Selama ini ada empat kelompok sasaran kredit pemilikan rumah (KPR) Subsidi yang termarjinalisasi, yaitu pegawai honorer, pengawai kontrak, pekerja dengan penghasilan tidak tetap (non-fixed income), dan wiraswasta. Keempat kelompok ini bisa menjadi sasaran untuk program BP2BT,” ujar Endang saat dihubungi redaksi industriproperti.com, Sabtu, 30 Januari 2021.
Lebih lanjut, Endang yang juga merupakan Ketua Dewan Pembina The Housing and Urban Development (HUD) Institute melihat perlunya belajar dari keberhasilan serapan program BP2BT pada akhir tahun 2019 lalu. “Akhir tahun 2019 lalu, serapan BP2BT bisa mencapai lima ribuan selama dua bulan dari Oktober hingga November. Artinya perlu ada zona waktu eksklusif untuk BP2BT,” usul Endang.
Terlebih Himperra juga melihat masih ada jurang menganga antara kebutuhan pembiayaan perumahan dengan potensi pasar di tahun 2021. “Anggaran penyaluran Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) ditargetkan dapat mencapai 157.500 unit. Melihat ketersediaan anggaran seperti ini, mungkin pada bulan ketujuh atau kedelapan, kuota FLPP sudah habis,” tukas bos Delta Group tersebut.
Berdasarkan catatan redaksi industriproperti.com, bantuan Pembiayaan Perumahan Tahun Anggaran 2021 terdiri dari empat program yakni FLPP, BP2BT, Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM) dan Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Alokasi FLPP sebanyak 157.500 unit senilai Rp 16,66 triliun, BP2BT 39.996 unit senilai Rp 1,6 triliun, SBUM 157.500 unit senilai Rp 630 miliar dan Tapera dari dana masyarakat untuk 25.380 unit senilai Rp 2,8 triliun.
“Artinya tahun 2021 ini ada kesempatan bagi BP2BT untuk menyerap lebih banyak,” ujar Endang. Berangkat dari hal tersebut Endang mengajak agar ada uji coba dulu dari saat ini hingga bulan Juni 2021 agar BP2BT dapat masuk ke empat kelompok sasaran yang termarjinalisasi.
“Dari sekarang hingga bulan Juni 2021, kita dorong BP2BT untuk kelompok sasaran yang termarjinalisasi. Utamanya untuk pekerja dengan penghasilan tidak tetap dan wiraswasta, ” lanjut Endang.
Untuk diketahui oleh pembaca setia industriproperti.com, pada tahun 2019 lalu juga terjadi persoalan kurangnya kuota rumah subsidi. Saat itu, Pemerintah hanya menganggarkan sebanyak 168.858 unit rumah subsidi, yang mana 68.858 unit berasal FLPP dan 100.000 unit sisanya berasal dari Subsidi Selisih Bunga (SSB). Jumlah tersebut berkurang dari total anggaran FLPP dan SSB di tahun 2018 yang mampu membiayai hingga 267.000 ribu unit, dimana 42.000 diantaranya berasal dari FLPP dan 225.000 sisanya berasal dari SSB.
Alhasil, pada pertengahan tahun 2019, kuota rumah subsidi sudah habis, sedangkan program BP2BT baru masuk ke dalam pasar rumah subsidi dan belum bisa diterima sepenuhnya oleh konsumen akibat persyaratan yang lebih ketat. Himperra kemudian bersama dengan Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI), Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) kemudian menghadap ke Presiden Joko Widodo pada 16 September 2019 untuk meminta tambahan kuota rumah subsidi.
Kementerian Keuangan atas instruksi Presiden Joko Widodo akhirnya menganggarkan FLPP tambahan sebesar Rp 2 triliun yang menggunakan dana talangan BTN sebesar Rp 1,5 triliun dan PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) sebesar Rp 500 miliar. Dana talangan ini akan diganti melalui tambahan FLPP Rp 2 triliun di tahun 2020. (ADH & BRN)