PT Len Industri Diminta Pacu Produksi Panel Surya
Jakarta – PT Len Industri (Persero) diharapkan secara konsisten terus meningkatkan kapasitas produksi sel dan modul surya untuk mendukung bauran energi nasional. Upaya ini untuk mewujudkan kemandirian dan kedaulatan energi nasional.
“Kami minta PT Len Industri terus melakukan pendalaman struktur industri hingga ke bagian hilir, khususnya pembuatan sel surya dengan mengolah bahan baku pasir silika,” kata Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kementerian Perindustrian Taufiek Bawazier dalam siaran pers, Jumat, 21 September 2021.
Hal senada disampaikan Wakil Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) Eddy Soeparno. Eddy mengapresiasi PT Len Industri atas peningkatan kemampuan manufaktur pengembangan panel surya. “Kami fokus agar produk sel surya dari PT Len Industri dapat digunakan di proyek-proyek maupun infrastruktur pemerintah, seperti proyek Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Floating waduk Cirata 14MW, maupun pada proyek energi lainnya,” papar Eddy.
Melalui lini bisnis sel surya, perseroan berupaya mendorong peralihan energi dari konvensional ke energi terbarukan, sejalan dengan program green economy. Ke depannya, perusahaan akan berupaya untuk memperdalam struktur industrinya hingga pengolahan bahan baku pasir silika untuk membuat sel surya.
“Kapasitas produksi modul surya PT Len Industri telah mencapai 75 MW per tahun. Kami telah merencanakan peningkatan kapasitas modul surya agar dapat berkontribusi lebih besar bagi penyediaan energi baru terbarukan,” sebut Direktur Utama PT Len Industri, Bobby Rasyidin.
Saat ini, Tingkat Komponen Dalam Negeri Produk (TKDN) produk modul surya dari PT Len Industri sudah mencapai 47,5 persen. “Perusahaan berupaya untuk meningkatkan nilai TKDN dengan membuat pabrik sel surya dalam negeri. Hal ini juga sejalan dengan tujuan Indonesia sebagai negara dengan kemandirian pada sektor industri hulu (industri komponen),” imbuhnya.
Bobby menyebut, strategi pengembangan industri manufaktur solar cell yang tepat adalah dengan memperhitungkan kesiapan ekosistem industri di dalam negeri, produksi yang cepat dan biaya produksi yang lebih kompetitif. Selanjutnya, perlu adanya kerjasama dengan produsen besar dunia yang sudah proven, sehingga bisa menurunkan harga penjualan panel surya.
Hal tersebut ia utarakan setelah melakukan studi perkembangan industri tenaga surya di negara-negara besar seperti China, Jepang, Jerman dan Amerika.
“Hinga akhir tahun 2020, kapasitas nasional PLTS terpasang masih kurang 200 MWp. Dari jumlah tersebut, PT Len Industri dan anak perusahaan, PT SEI, telah berkontribusi memasang sistem tenaga surya sebesar 42,6 MWp, atau sekitar 24 persen dari total terpasang,” jelas Bobby.
Pencapaian ini masih sangat jauh dari target 2025 kapasitas PLTS terpasang sebesar 6,5 GWp atau Bauran Energi Primer 23 persen EBT. Secara nasional, kapasitas produksi modul surya di Indonesia sebesar 560 MWp/tahun dari 12 perusahaan yang terdaftar di Apamsi (Asosiasi Pabrikan Modul Surya Indonesia), dengan tingkat penyerapan di pasar yang masih sangat rendah.
Rencana pengembangan pabrik solar cell akan meningkatkan nilai TKDN dan akan menurunkan harga penjualannya, sehingga diharapkan investasi PLTS menjadi kian menarik untuk mendapatkan listrik yang terjangkau bagi masyarakat, industri, maupun komersial. (BRN)