Ssst, PUPR mau Revisi Aturan BP2BT

Pemerintah menilai perlu ada aturan tambahan serta perluasan dari kondisi yang sekarang berkembang terkait kebijakan Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT).
0
854
Rumah Subsidi (Foto: Istimewa)

Jakarta – Pemerintah terus berupaya mendorong percepatan penyaluran bantuan pembiayaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan merevisi aturan terkait kebijakan Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT), yang sebelumnya telah tercantum dalam Peraturan Menteri PUPR No.13/2019.

Berdasarkan dokumen yang masuk ke meja redaksi industriproperti.com, beberapa poin revisi dalam kebijakan mengenai BP2BT ini akan memuat beberapa aturan tambahan guna menyesuaikan dengan kondisi yang berkembang saat ini. Sehingga diharapkan akan mempercepat dan memperluas kesempatan MBR memiliki rumah.

“Sebetulnya kalau menurut saya perubahannya tidak terlampau banyak, misalnya terkait dengan bank pelaksana dan perbankan. Kemudian terkait suku bunga harapannya itu satu digit. Kemudian khusus BTN akan ada dana talangan untuk bantuan uang muka dengan diskonto 1%-2%. Kita harapkan pastikan 1% saja,” ungkap Wakil Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (DPP REI) Bidang Perumahan Subsidi dan Perumahan Aparatur Pemerintah, Moerod kepada industriproperti.com

Lebih jauh Moerod mengatakan, keberlangsungan program BP2TB ini masih belum jelas di tahun 2022. Selain itu, masih sedikitnya minat masyarakat untuk memanfaatkan program ini, termasuk juga pengembang. Hal ini dikarenakan masyarakat lebih memilih untuk memanfaatkan program FLPP.

Salah satu poin aturan yang akan di tambahkan adalah perluasan lembaga penyalur yang sebelumnya hanya bisa dilakukan oleh perbankan, akan ditambahkan dengan Perusahaan Pembiayaan Pelaksana.

“Perusahaan pembaiayaan di luar bank saya kira suku bunganya sangat tinggi karena mereka modalnya dari bank. Rasanya tidak mungkin kalau melalui perusahaan pembiayaan di luar bank,” kata Moerod.

Kemudian juga akan ada penambahan terkait manfaat layanan yang diberikan, yaitu dapat untuk perbaikan (renovasi) rumah swadaya yang awalnya hanya untuk kepemilikan rumah dan pembangunan swadaya. Gabungan Dana Swadaya dan Dana BP2BT juga paling tinggi 50 persen dari rencana anggaran biaya perbaikan Rumah Swadaya.

Terkait suku bunga, akan ada perubahan istilah margin menjadi konstanta tertentu untuk membedakan dengan istilah margin yang identik dengan skema syariah. Komponen konstanta tertentu meliputi overhead, pengendalian perbankan, hingga pembinaan debitur.

Sementara itu, kredit atau pembiayaan perbaikan rumah swadaya serta persyaratannya diatur sesuai ketentuan bank pelaksana atau perusahaan pembiayaan pelaksana dengan memperhatikan RAB renovasi yang diajukan pemohon. Termasuk syarat kepemilikan rumah merupakan rumah satu-satunya.

Adapun persyaratan kondisi fisik bangunan tidak banyak berubah, yaitu tetap memenuhi kelayakan fungsi bangunan. Sementara persyaratan harga, luas tanah, dan luas lantai rumah diatur lebih detail.

Pemanfaatan penghunian disyaratkan untuk diisi. Kesatkeran (satuan kerja) akan memastikan persyaratan ini terpenuhi. Di lapangan, rumah swadaya pasti selalu terisi, sedangkan yang harus dipastikan ialah yang dibangun oleh industri atau pelaku usaha.

Untuk alur permintaan pencairan tidak berubah, SK penerima manfaat akan diperiksa kesesuaiannya dengan satker. Sementara pencairan oleh perusahaan pembiayaan, PUPR mengusulkan dengan sistem reimburse.

Surat pernyataan disederhanakan menjadi satu surat pernyataan pemohon agar dapat mengurangi jumlah materai yang digunakan. Pengendalian dan pengawasan akan dilakukan secara rutin oleh satker dan instansi terkait.

Batasan penghasilan kelompok sasaran per bulan untuk perbaikan rumah swadaya adalah kurang dari sama dengan Rp5 juta, saldo tabungan terandah sebesar Rp2 juta, dana BP2BT paling banyak Rp30 juta dan indeks penghasilan 49 persen.

Sementara batasan luas tanah paling tinggi adalah 20 m2 dan luas lantai rumah paling tinggi 36 m2 untuk perbaikan rumah swadaya.

Adapun batasan penghasilan kelompok sasaran per bulan di Zona I (Sumatera, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Sulawesi dan Jawa – kecuali Jakarta, Depok, Tangerang Bekasi) paling banyak untuk tidak kawin Rp4 juta dan Kawin Rp5 juta dengan Rancangan Anggaran Biaya Perbaikan rumah swadaya paling banyak Rp50 juta.

Untuk Zona II (Kalimantan, Bali, Nusa Tenggara, Maluku, Maluku Utara, Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi) batasan penghasilan kelompok sasaran per bulan paling banyak untuk tidak kawin sebesar Rp4 juta dan kawin Rp5 juta dengan Rancangan Anggaran Biaya Perbaikan Rumah Swadaya paling banyak Rp50 juta.

Kemudian, penghasilan kelompok sasaran per bulan di Zona III (Papua dan Papua Barat) paling banyak untuk tidak kawin Rp4,5 juta dan Kawin Rp 5,5 juta dengan Rancangan Anggaran Biaya Perbaikan Rumah Swadaya paling banyak Rp65 juta. (ADH)