Pentingnya Database Perumahan Jadi Refleksi Hapernas 2025

Pemerintah mengakui pentingnya ketersediaan database yang akurat untuk mendukung terciptanya kebijakan program perumahan lebih tepat sasaran.
0
27
Pentingnya database perumahan

Tangerang Selatan – Pemerintah mengakui pentingnya ketersediaan database yang akurat untuk mendukung terciptanya kebijakan program perumahan lebih tepat sasaran. Melalui Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2025 tentang Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN), pemerintah berupaya menyamakan database guna mendukung program perumahan.

“Kalau data kita berbeda-beda, keputusan kita juga berbeda dan akhirnya program salah sasaran. Itulah pentingnya mendasarkan kebijakan pada data by name by address,” tegas Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman (PKP) Fahri Hamzah, dalam Konferensi Peringatan Hari Perumahan Nasional (Hapernas) Tahun 2025 yang diadakan The HUD Institute, di Tangerang Selatan, Senin, 25 Agustus 2025.

Wamen menekankan kebutuhan lembaga off-taker sebagai penjamin pasar perumahan rakyat. Dengan adanya off-taker di bawah kendali pemerintah, pengembang tidak perlu khawatir soal pembiayaan dan pemasaran. Sedangkan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) mendapat jaminan akses terhadap hunian yang layak. “Selama ini kita terlalu fokus pada pembiayaan lewat skema swasta. Padahal yang lebih mendasar adalah data dan off-taker. Kalau dua ini kuat, pembiayaan akan mengikuti,” ujarnya.

Wamen juga menyoroti adanya double backlog, yakni sekitar 6 juta keluarga yang tinggal di rumah tidak layak dan pada saat yang sama tidak memiliki rumah sendiri. “Inilah yang seharusnya menjadi prioritas public policy kita,” tegas Fahri.

Regulasi, Database, dan Pembiayaan

Pada kesempatan yang sama Ketua Umum The HUD Institute, Zulfi Syarif Koto menegaskan pentingnya pembenahan regulasi, penguatan data permintaan, serta dukungan pembiayaan inovatif untuk mempercepat penyediaan rumah layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Kebutuhan database perumahan

Wamen Fahri Hamzah sebut pentingnya ketersediaan database dalam program perumahan nasional (Foto: Oki Baren)

Zulfi menyoroti bahwa pembahasan selama ini lebih banyak terfokus pada aspek keuangan dan suplai, sementara sisi regulasi serta permintaan (demand) masih kurang mendapatkan perhatian. “Saat ini, Indonesia belum memiliki peta permintaan hunian yang lengkap berbasis by name, by address, sehingga sulit untuk menentukan lokasi dan segmen penerima secara presisi,” ungkapnya.

Zulfi mengingatkan saat ini terjadi anomali dalam pasar perumahan, antara backlog yang tinggi namun stok rumah banyak tidak terjual, merupakan dampak dari desain kebijakan yang kurang tepat. Semua anomali ini muncul karena desain kebijakan tidak membaca persoalan secara utuh.

Hari Perumahan Nasional, tambah Zulfi, harus menjadi momentum untuk memperbaiki arah kebijakan, agar benar-benar menyentuh rakyat, tak hanya sekadar angka.

Menurut Ali Kusno Fusin, Anggota Dewan Pembina The HUD Institute, saat ini kelompok masyarakat formal relatif lebih mudah mendapatkan akses pembiayaan. Padahal tantangan terbesar justru ada pada sektor informal, yang meski memiliki pendapatan cukup, sehingga sering kali tidak tercatat dalam sistem keuangan formal. Ini harus menjadi perhatian bersama.

Ketua Umum Masyarakat Peduli Perumahan dan Pemukiman Indonesia (MP3I), Lukman Hakim, menjelaskan perlunya perubahan beberapa regulasi guna mendukung kebijakan perumahan lebih tepat sasaran (formal & informal). “Pemerintah harus melakukan revisi beberapa regulasi prioritas, agar capaian yang menjadi programnya tepat sasaran,” tambahnya.

Ketua Dewan Pakar The HUD Institute, Harun Al-Rasyid, menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk mengurai kerumitan kebijakan perumahan yang sarat kepentingan, mulai dari aspek sosial, hukum, hingga infrastruktur kota. “Konflik kepentingan dalam sektor perumahan wajar terjadi, tapi harus dikelola dengan dialog yang konstruktif. Tidak ada solusi tunggal, melainkan perlu perumusan bersama agar masyarakat dapat segera memperoleh hunian layak dan terjangkau,” tukasnya.

Janji Presiden Prabowo

Lebih jauh Fahri menjelaskan, Presiden Prabowo Subianto telah meluncurkan Program 3 Juta Rumah. Janji Presiden tersebut untuk membangun serta merenovasi rumah dalam tiga fokus utama, yakni;

  1. Pedesaan; mayoritas masyarakat sudah memiliki rumah dan tanah, tapi kondisi rumah tidak layak. Kebijakan diarahkan pada renovasi dan perbaikan rumah
  2. Perkotaan; keterbatasan lahan mendorong kebutuhan perumahan vertikal. Model seperti Housing Development Board (HDB) SIngapura, dinilai paling relevan untuk diadaptasi dalam program ini.
  3. Pesisir dan Kawasan Kumuh; tanah milik negara di bantaran sungai dan pantai dapat dimanfaatkan untuk pembangunan rumah layak sekaligus penataan kawasan.

“Kalau tanahnya dari negara, harga rumah bisa ditekan hingga 50%. Inilah kunci untuk menghadirkan hunian terjangkau,” pungkas Wamen. (BRN)