Ini Sejumlah Tantangan Bisnis Kawasan Industri di 2022

0
683
kawasan industri

JAKARTA – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) akan terus berupaya mengembangkan jumlah kawasan industri di Indonesia sebagai lokasi investasi yang menarik. Langkah ini diyakini dapat memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

Hingga Januari 2022, terdapat 135 perusahaan kawasan industri dengan total luas lahan sebesar 65.532 hektar yang tersebar di Pulau Jawa, Kalimantan, Maluku, Papua, Nusa Tenggara, Sulawesi dan Sumatera. Dari 135 kawasan industri tersebut, 46% atau 30.464 hektar telah terisi oleh tenant industri.

Eko S. A. Cahyanto, Direktur Jenderal Ketahanan Perwilayahan dan Akses Industri Internasional Kementerian Perindustrian menyebutkan terdapat beberapa tantangan dalam industri kawasan industri saat ini misalnya menyangkut masalah perencanaan.

Perencanaan kawasan industri, sama seperti sektor properti pada umumnya juga cukup panjang dan rumit. Untuk perencanaan saja setidaknya harus ada penyusunan dokumen perencanaan berupa feasibility study (FS), masterplan, dan detail engineering design (DED) yang jika tidak sesuai dengan pedoman pembangunan kawasan industri kerap menjadi hambatan.

“Ada juga tantangan untuk tata ruang dan lahan, meliputi rencana lokasi kawasan industri (KI) yang belum sesuai dengan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR), harga lahan yang tidak kompetitif, sulitnya penggunaan lahan terutama untuk lahan yang berstatus hutan, tanah bengkok/kas desa, tanah adat, serta lahan KI yang belum dimanfaatkan,” jelas Eko dalam sebuah webinar di Jakarta, yang ditulis Senin (31/1/2022)

Soal infrastruktur, meski selama beberapa tahun sudah lebih membaik, ternyata tetap ada tantangan. Keterbatasan pendanaan pembangunan infrastruktur dasar dalam KI terutama KI yang diprakarsai oleh Pemda, terdapat infrastruktur dalam dasar yang belum memenuhi Standar KI. Juga keterbatasan infrastruktur di luar KI baik dari sisi penyediaan maupun harga yang tidak kompetitif.

“Pengelolaan tenant juga masih penuh dengan tantangan, dimana terdapat pengelola KI yang tidak memiliki kemampuan dan pengalaman di bidang KI, tingkat okupansi tenant yang rendah pada beberapa kawasan industri, serta terbatasnya promosi/pemasaran terkait KI,” sebut Eko.

Upaya Pemerintah

Meski begitu, Eko menyebutkan kalau Kementerian Perindustrian (Kemenperin) tidak tinggal diam dan menyiapkan upaya agar daya saing kawasan industri di Indonesia bisa terus membaik.

Untuk perizinan misalnya, Kemenperin mengupayakan penyederhanaan proses perizinan yang terintegrasi melalui Online Single Submission (OSS) dan Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas).

Tidak hanya itu, sosialisasi proses perizinan berusaha terbaru kepada pengelola KI dan Pemda, termasuk koordinasi penyelesaian perizinan SIPA, Wilayah Usaha IUPTL, Pengolahan limbah B3 serta menyiapkan fasilitasi integrasi perizinan berusaha pusat dan daerah.

Terkait penyediaan lahan, Kemenperin melakukan koordinasi kesesuaian tata ruang untuk dijadikan lokasi KI. Pengadaan lahan bagi KI Prakarsa Pemerintah dapat dilakukan melalui mekanisme pengadaan lahan bagi kepentingan umum dan fasilitasi BUMN non KI yang memiliki lahan tidak produktif untuk dikembangkan dan dikerjasamakan dengan KI BUMN.

Pemerintah juga memastikan untuk memanfaatkan penggunaan lahan Bank Tanah untuk KI berdasarkan Undang-Undang Cipta Kerja, termasuk menyediakan lahan KI dengan harga yang kompetitif melalui KI Prakarsa Pemerintah dengan menggunakan lahan tidak produktif, pembangunan infrastruktur oleh Pemerintah dan skema insentif harga lahan dengan contoh KIT Batang, serta penyelesaian persoalan penggunaan lahan yang berstatus hutan, tanah bengkok/kas desa, dan tanah adat.

“Perizinan juga kerap menjadi tantangan dalam pembangunan KI, misalnya perusahaan KI belum memahami perizinan terkait KI, terdapat ketentuan yang sudah tidak relevan, kurangnya insentif prioritas perizinan bagi KI seperti perizinan SIPA, Wilayah Usaha IUPTL, Pengolahan limbah B3, dan belum terintegrasi sistem perizinan pusat dengan pemerintah daerah,” jelas Eko.

Pemerintah juga tengah berusaha untuk optimalisasi pelaksanaan insentif KI melalui revisi PMK 105/2016, memberikan fasilitasi kenyamanan berusaha KI melalui penetapan OVNI, fasilitasi Kawasan Tertentu untuk mengakomodir segmen industri tertentu seperti KI Halal, KI Hortikultura, KI Digital, KIHT, dan masih banyak lagi.

Ke depan, Kemenperin dan juga pemerintah pusat terus mengupayakan dan mengawal persebaran KI ke luar Jawa melalui RPJMN dan PSN, dimana pemeritah berencana membangun KI Prakarsa Pemerintah di luar Jawa dan mengusulkan insentif.

“Untuk pengawasan dan pengendalian terkait ketentuan perizinan berusaha dan standar kawasan industri dan pengawasan terhadap pelaporan data pembangunan operasional kawasan industri setiap semesternya, pemerintah akan memantaunya melalui SIINas,” pungkas Eko. (MRI)