Gedung Perkantoran Ramah Lingkungan Masih Terbatas di Jakarta
JAKARTA – Perusahaan riset properti, Knight Frank Indonesia menyebutkan hanya ada 18 gedung perkantoran bersertifikat gedung hijau saat ini di dalam dan luar wilayah Central Business District (CBD) Jakarta.
Khusus di dalam CBD, terdapat 15 gedung bersertifikat hijau dengan total luas mencapai 893.554 meter persegi atau hanya 13% dari total populasi ruang kantor di CBD Jakarta.
Syarifah Syaukat, Senior Research Advisor, Knight Frank Indonesia mengatakan permintaan ruang kantor yang memenuhi kriteria Environmental, Social, and Governance (ESG) masih sangat terbatas saat ini di Jakarta, dan masih didominasi perkantoran dari perusahaan multinasional. Namun, permintaan tersebut cenderung tumbuh dengan stabil.
“Kepedulian perusahaan multinasional untuk memiliki portofolio aset hijau yang berkelanjutan membuktikan komitmen mengimplementasikan rencana mitigasi dampak perubahan iklim untuk mencapai net zero carbon pada tahun 2030,” jelas Sari, demikian dia akrab disapa lewat keterangannya, Jumat (8/7/2022).
Knight Frank Indonesia mencatat pada 2021 rerata harga sewa per meter persegi per bulan untuk ruang kantor yang memenuhi kriteria ESG di CBD Jakarta mencapai Rp304.461 per bulan lebih tinggi dibandingkan dengan yang non-ESG sebesar Rp240.106 per bulan.
Sementara rerata biaya pemeliharaan untuk ruang kantor ESG juga tercatat lebih tinggi 25% jika dibandingkan dengan kantor non-ESG. Konsekuensinya, tingkat hunian kantor ESG tercatat 70,6%, atau sedikit lebih rendah dari gedung kantor non-ESG.
Menurut Sari, meski gedung ramah lingkungan cenderung memiliki biaya sewa dan perawatan yang lebih mahal dari gedung kantor pada umumnya, namun gedung ramah lingkungan bernilai lebih tinggi sekitar 10% dari yang non-ESG. Selain itu, operasional gedung berbasis ESG umumnya mampu menghemat 30%-40% penggunaan energi dan 20%-30% penggunaan air.
Rina Martianti, Associate Director Occupier Strategic & Solutions Knight Frank Indonesia menambahkan, saat ini occupier yang mencari ruang kantor ESG di Jakarta masih relatif segmented, meski permintaan terus tumbuh setiap tahunnya.
“Sementara itu di ranah regional dan global, keberadaan gedung kantor berbasis ESG menjadi salah satu prioritas dari investor maupun occupier,” jelasnya.
Sejalan dengan pemulihan pasar perkantoran yang terjadi di Asia Pasifik, pasar perkantoran di Jakarta juga menanti peluang di tahun ini untuk pemulihan. Setidaknya, menurut Sari, sektor farmasi, FMCG, perbankan, IT, fintech dan konstruksi dapat menjadi potential occupiers yang terus menyerap ruang kantor di CBD Jakarta.
Saat ini, dari sekitar 7 juta meter persegi stok ruang kantor yang ada di CBD Jakarta, setidaknya sampai tahun 2025 akan bertambah 14%. Selain itu, optimisme juga ditandai melalui dinamika penyesuaian harga sewa ruang kantor yang mencapai 2% di akhir tahun lalu.
“Tantangan memang masih di depan mata untuk pemulihan performa pasar perkantoran di CBD Jakarta, setidaknya pengurangan ruang kosong menjadi hal yang diharapkan lekas membaik. Perbaikan kondisi ekonomi juga diharapkan mampu menjadi tumpuan kokoh bagi sektor properti, khususnya perkantoran,” ungkapnya.
Mulai Membaik
Pandemi Covid-19 memang telah memberikan dampak multidimensi di berbagai lini bidang kehidupan, termasuk dalam bidang properti. Dalam sektor perkantoran, work from home (WFH) yang berlaku di tengah pandemi dan berlanjut hingga kini memberikan dampak cukup signifikan terhadap performa pasar perkantoran di berbagai belahan dunia.
Christine Li, Head of Research Knight Frank Asia Pacific menyebutkan bahwa kondisi pasar perkantoran mulai membaik dan menunjukkan pemulihan. Setidaknya ada lima alasan mengapa pasar perkantoran di Asia Pasifik terus menunjukan perbaikan dan menguat meskipun berada di tengah ketidakpastian ekonomi akibat pandemi.
Pertama, indikasi aktivitas sewa kantor yang stabil dan cenderung meningkat di kuartal pertama tahun 2022. Kondisi ini diikuti dengan kesiapan kembalinya pekerja ke physical office dan tidak berlanjutnya remote working terutama di Greater China, Korea Selatan dan Jepang,
Kedua, meningkatnya permintaan atas prime office property atau ESG office buildings. Ketiga, stok ruang kantor baru dengan high building specification dengan penawaran yang lebih fleksibel menikmati high pre-commitment rates saat ini. Keempat, kawasan Asia Pasifik relatif aman dari konflik global yang terjadi saat ini. Kelima, pasar saat ini mulai bangkit dari pelemahan yang terjadi tahun lalu.
“Downsizing yang mewarnai pasar di tahun lalu memberikan dampak signifikan dan akhir tahun lalu signal positif kebangkitan pasar perkantoran telah terlihat dan akan berlanjut tahun ini,” jelas Christine Li. (MRI)