Jakarta – Presiden RI Joko Widodo menyampaikan bonus demografi dan kepercayaan internasional adalah peluang besar yang dimiliki Indonesia untuk meraih Indonesia Emas Tahun 2045. Ada tiga fondasi yang dibutuhkan agar visi Indonesia Emas Tahun 2045 dapat terwujud.
Pertama, pembangunan infrastruktur dan konektivitas agar dapat menaikkan daya saing Indonesia. “Berdasarkan laporan Institute for Management Development (IMD), daya saing kita pada 2022 naik dari ranking 44 menjadi 34. Ini merupakan kenaikan tertinggi di dunia,” ujar Kepala Negara dalam Pidato Kenegaraan pada Sidang Tahunan MPR RI dan Sidang Bersama DPR RI dan DPD RI dalam rangka HUT ke-78 Kemerdekaan RI, di Ruang Rapat Paripurna, Gedung Nusantara MPR/DPR/DPD RI, Senayan, Jakarta, Rabu, 16 Agustus 2023.
Berikutnya, pembangunan dari desa, pinggiran, dan daerah terluar guna pemerataan ekonomi Indonesia. Untuk pembangunan ini, kata Presiden, pemerintah telah menggelontorkan Dana Desa senilai Rp539 triliun dari tahun 2015 hingga 2023.
Ketiga, reformasi struktural yang konsisten. Utamanya, sinkronisasi dan penyederhanaan regulasi, kemudahan perizinan, kepastian hukum, dan pencegahan korupsi.
Presiden menekankan bahwa upaya meraih Indonesia Emas 2045 merupakan sebuah upaya yang berkelanjutan dalam jangka panjang.
“Ini bukan tentang siapa yang jadi presidennya. Bukan, bukan itu, bukan itu. Tapi, apakah sanggup atau tidak untuk bekerja sesuai dengan apa yang sudah kita mulai saat ini. Apakah berani atau tidak, mampu konsisten atau tidak. Karena yang dibutuhkan itu adalah napas yang panjang. Karena kita tidak sedang jalan-jalan sore. Kita juga tidak sedang lari sprint, tapi yang kita lakukan harusnya adalah lari maraton untuk mencapai Indonesia Emas,” tandasnya.
Langkah Strategis
Presiden menyampaikan bahwa pemerintah telah memiliki strategi untuk memanfaatkan kesempatan meraih Indonesia Emas 2045. “Tidak hanya peluang saja, tapi strategi meraihnya sudah ada, sudah kita rumuskan. Tinggal apakah kita mau memfokuskan energi kita untuk bergerak maju, atau justru membuang energi kita untuk hal-hal yang tidak produktif, yang memecah belah, bahkan yang membuat kita melangkah mundur,” ujar Presiden.
Strategi pertama yakni mempersiapkan sumber daya manusia Indonesia. Presiden mengungkapkan, di tahun 2022 pemerintah telah berhasil menurunkan angka stunting menjadi 21,6 persen dari sebelumnya 37 persen tahun 2014, menaikkan Indeks Pembangunan Manusia menjadi 72,9, dan meningkatkan Indeks Pemberdayaan Gender menjadi 76,5.
“[Pemerintah] menyiapkan anggaran perlindungan sosial, totalnya dari 2015 sampai 2023 sebesar Rp3.212 triliun. Termasuk Kartu Indonesia Sehat, Kartu Indonesia Pintar [KIP], KIP Kuliah, PKH [Program Keluarga Harapan], Kartu Sembako, serta perlindungan kepada lansia, penyandang disabilitas, dan kelompok rentan lainnya. Selain itu, reskilling dan upskilling tenaga kerja melalui Balai Latihan Kerja dan Program Kartu Prakerja,” kata Presiden.
Kedua, pemerintah juga terus menggencarkan kebijakan hilirisasi industri yang tidak hanya dapat meningkatkan penciptaan lapangan kerja yang menghasilkan produktivitas nasional. Melainkan juga memberikan nilai tambah yang sebesar-besarnya.
“Di sinilah peran sektor ekonomi hijau dan hilirisasi sebagai window of opportunity kita untuk meraih kemajuan. Sebab Indonesia sangat kaya sumber daya alam, termasuk bahan mineral, hasil perkebunan, hasil kelautan, serta sumber energi baru dan terbarukan,” ujarnya.
Menurut Presiden, pemerintah memngupayakan hilirisasi melalui transfer teknologi, pemanfaatan sumber energi baru dan terbarukan, serta meminimalisasi dampak lingkungan. Hilirisasi tersebut juga harus mengoptimalkan kandungan lokal, bermitra dengan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), petani, dan nelayan, sehingga manfaatnya terasa langsung bagi rakyat kecil.
Presiden menambahkan, hilirisasi tak hanya pada komoditas mineral tapi juga nonmineral seperti sawit, rumput laut, kelapa, dan komoditas potensial lainnya. “Upaya ini sedang kita lakukan dan harus terus berlanjut. Ini memang pahit bagi para pengekspor bahan mentah. Ini juga mungkin pahit bagi pendapatan negara dalam jangka pendek. Tapi jika ekosistem besarnya sudah terbentuk, jika pabrik pengolahannya sudah beroperasi. Saya pastikan ini akan berbuah manis pada akhirnya, terutama bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia,” kata Presiden. (BRN)