REI: Perumahan Harus Jadi Prioritas Pemerintahan Mendatang

Sektor perumahan belum menjadi prioritas di negara berpenduduk terbesar keempat di dunia ini
0
166

JAKARTA – Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) menyatakan bahwa pengentasan backlog perumahan nasional tidak bisa diselesaikan dengan cara biasa yang telah terbukti tidak efektif. Hal itu didasarkan fakta kalau setiap tahun terjadi penambahan kebutuhan backlog mencapai 800.000 unit rumah, sementara kemampuan pengembang membangun hanya sekitar 450.000 hingga 500.000 unit rumah per tahun, dengan rincian 250.000 rumah bersubsidi dan 200.000 rumah komersial (non-subsidi).

“Artinya, cara-cara yang biasa dilakukan selama ini ternyata tidak akan mampu untuk mengatasi backlog yang angkanya sudah 12,7 juta unit. Bahkan untuk memenuhi akumulasi penambahan kebutuhan rumah setiap tahun sebanyak 800.000 unit saja belum dapat teratasi. Oleh karena itu, idealnya setiap tahun harus mampu dibangun 3 juta unit rumah,” tegas Ketua Umum DPP REI, Joko Suranto di Jakarta, baru-baru ini.

Menurut CEO Buana Kassiti Group itu, persoalan perumahan harus dijadikan prioritas oleh pemerintahan mendatang, karena kalau tidak dikelola dengan serius berpotensi menjadi “bom waktu” di suatu waktu nanti. Terlebih pada tahun 2035, hampir 66 persen penduduk indonesia atau sekitar 304 juta jiwa akan tinggal di perkotaan. Situasi itu butuh penangganan yang tepat, sehingga jumlah penduduk yang tidak memiliki rumah tidak terus membengkak.

“Saat ini jumlah penduduk Indonesia yang tidak punya rumah sudah sekitar 20 persen dan berpotensi terus bertambah. Karena itu, REI menyarankan agar sektor perumahan ini betul-betul diurus, bahkan dijadikan sebagai program strategis pemerintah,” ungkapnya.

Sektor perumahan diyakini dapat menghasilkan dampak besar seperti menyerap tenaga kerja yang besar karena bersifat padat karya, mengungkit pertumbuhan ekonomi nasional, meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD), serta bisa membantu menekan angka stunting di Indonesia.

REI berpendapat, ketika para calon presiden dan wakil presiden bicara tentang upaya mencapai kesejahteraan rakyat, maka seharusnya salah satu yang dibahas adalah mengenai upaya-upaya untuk memenuhi hunian yang layak. Karena tempat tinggal yang layak adalah salah satu indikator kesejahteraan rakyat.

“Kami berkomitmen kuat untuk selalu mendukung program perumahan yang dijalankan pemerintah saat ini dan pemerintah mendatang karena searah dengan tujuan REI dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat lewat pembangunan rumah berkualitas yang layak huni,” kata Joko.

Gaung Propertinomic

REI secara proaktif terus mengaungkan pentingnya sektor perumahan ini dikelola secara baik kepada seluruh calon presiden dan calon wakil presiden yang berkontestasi pada Pemilu 2024. Hal itu dilakukan melalui ruang diskusi maupun lewat media massa. REI bahkan memiliki acara khusus di salah satu televisi nasional yang membahas tentang Propertinomic.

“Itu semua merupakan upaya kami untuk menyadarkan dan menumbuhkan pemahaman kepada semua pihak termasuk para kontestan di Pemilu 2024 tentang pentingnya pemenuhan rumah bagi masyarakat. Harus diingat bahwa penyediaan tempat tinggal layak adalah perintah konstitusi yang harus kita taati dan capai,” tegas Joko Suranto.

Propertinomic merupakan paradigma baru yang merujuk kepada posisi strategis sektor properti sebagai kekuatan utama dalam membangkitkan perekonomian negara.Propertinomic mengubah cara melihat sektor properti dari hanya sebuah indikator dalam pertumbuhan ekonomi menjadi faktor pengungkit.

Ada empat fokus utama propertinomic yang harus disentuh oleh pemerintahan mendatang. Pertama, penguatan institusi atau kelembagaan. Yakni perlunya satu kementerian khusus yang mengurusi perumahan dan perkotaan sebagai integrator kebijakan yang fokus. Selama ini, sektor properti diurusi oleh 6 kementerian/lembaga berbeda yang memiliki agenda masing-masing.

“Kedua adalah fokus kebijakan. Kalau ada kementerian khusus, maka berarti ada prioritas dan keberpihakan, sehingga hambatan koordinasi lintas kementerian/lembaga yang selama ini sering terjadi dapat lebih cepat dikonsolidasikan,” jelasnya.

Ketiga, memaksimalkan anggaran perumahan. Seperti diketahui, alokasi anggaran untuk sektor perumahan masih sangat kecil, yaitu 0,4 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Posisi itu menunjukkan sektor perumahan belum menjadi prioritas di negara berpenduduk terbesar keempat di dunia ini.

Ditegaskan Joko, anggaran perumahan sebenarnya tidak an sich hanya bersumber dari APBN, tetapi pemerintah dapat mencari dana-dana pendampingan yang jumlahnya cukup besar.

“Sebenarnya subsidi perumahan itu dananya tidak hilang, karena anggaran subsidi berubah menjadi barang (rumah) yang punya nilai (value). Tentu ada dampak ekonomi yang ditimbulkan, dan dananya akan kembali sebagai dana bergulir,” paparnya.

Keempat dengan mendorong sektor perumahan menjadi program strategis nasional (PSN). Dengan menjadikan sektor perumahan sebagai PSN, maka sektor ini akan mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Hal itu akan mempercepat penyediaan perumahan nasional. (MRI)