Tak Terkendali, Pemerintah Diminta Intervensi Harga Material di Kepri

0
591

JAKARTA – Pengembang di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) mengeluhkan tidak terkendalinya harga bangunan di daerah kepulauan tersebut, sehingga menganggu pasokan rumah khususnya rumah bersubsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Pemerintah diminta segera melakukan intevensi pasar agar harga material bangunan lebih kondusif.

Ketua Dewan Pengurus Daerah Realestat Indonesia (DPD REI) Kepri, Tony mengungkapkan sepanjang tahun 2021 pengembang di daerahnya diberatkan dengan harga bahan bangunan yang makin melambung naik. Menurut dia, pemerintah seharusnya bisa mengendalikan harga bahan bangunan agar sejalan dengan instruksi Presiden Jokowi untuk mengedepankan penggunaan komponen dari dalam negeri.

“Kenaikan bahan bangunan di Kepri sangat beragam, namun ada yang melonjak sampai 50%. Kami diimbau untuk menggunakan bahan baku dari dalam negeri, tetapi harganya lebih mahal daripada barang dari Singapura,” kata Tony yang dihubungi Industriproperti.com, Senin (10/1/2022).

Diakuinya, pengembang tidak punya pilihan sehingga yang sekarang masih bisa membangun mereka hanya berusaha menjaga cashflow saja, karena margin hampir tidak ada. Oleh karena itu, Tony berharap pemerintah bisa melakukan sesuatu dan mengintervensi pasar agar produsen bahan bangunan tidak terus menaikkan harga produknya.

“Kami juga mengharapkan kenaikan harga rumah subsidi. Meski ini seperti makan buah Simalakama karena daya beli masyarakat belum pulih, namun kalau harga rumah subsidi tidak naik, saya yakin banyak pengembang tidak bisa atau tidak mau membangun,” ungkap Tony.

Aturan Zonasi

Sedangkan masalah Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) dan peraturan zonasi Kota Tanjungpinang hingga kini masih terus dikawal REI Kepri. Menurut dia, masalah ini kemungkinan baru bisa selesai pada 2023, sesuai jadwal dari pemerintah.

REI Kepri sejak 2020 sudah membahas perubahan aturan tersebut, namun sayangnya akibat pandemi komunikasi menjadi sulit. Padahal, kalau berdasarkan urutan di pemerintah daerah kalau tidak segera dibahas, maka RDTR tersebut baru bisa diubah pada 2023 mendatang.

Akibat masalah ini, pengembang-pengembang yang bisa membangun hanya pengembang yang izinnya keluar sebelum 2018.

Terkait realisasi rumah subsidi di Kepri, menurut Tony, diharapkan bisa mencapai 1.000 unit di tahun ini. Apalagi di akhir tahun lalu banyak masyarakat yang melakukan akad KPR dengan skema Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT). Diungkapkan, animo masyarakat mulai meninggi dengan skema BP2BT ini karena BTN melakukan perubahan suku bunga dan tenor.

“Dengan penyesuaian bunga dari BTN dan mematok bunga flat selama 10 bulan menjadi lebih menarik bagi konsumen, karena cicilan 10 tahun itu hampir sama dengan KPR FLPP,” jelas Tony.

Di 2022, Tony optimistis pasar properti di Kepri akan lebih baik asalkan tidak ada lagi lonjakan Covid-19. Dia berharap sektor komersial juga bisa bertumbuh dengan adanya perpanjangan insentif PPN DTP (Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah) yang digagas DPP REI. (MRI)