Di Hadapan Menteri PUPR, Ketum REI Bicara Optimisme Sektor Perumahan

“Tahun depan juga jangan khawatir, karena kalau memang terserap habis langsung akan ditambah"
0
168

JAKARTA – Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI) Joko Suranto tampil sebagai salah satu narasumber dalam talkshow Bisik Seru (Bincang Asik Seputar Perumahan) pada acara Malam Puncak Hari Perumahan Nasional (Hapernas) 2023 di Auditorium Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Kamis (31/8).

Hapernas diperingati setiap tanggal 25 Agustus untuk mengenang jasa Bung Hatta yang merupakan Bapak Perumahan Indonesia karena jasanya mendorong program penyediaan perumahan di Indonesia.

Talkshow yang dipandu presenter Andy F. Noya dan Widya Saputra mengundang dan memperkenalkan Joko Suranto sebagai anak kampung dari sebuah desa di Jetis, Grobogan, Jawa Tengah.

“Bagi Anda yang pernah melihat video viral di media sosial beberapa waktu lalu, maka pasti tahu bahwa orang ini pulang ke desa asalnya di desa kecil di Grobogan untuk membangun jalan sepanjang 1,8 kilometer yang rusak parah selama 20 tahun. Hebatnya, pembangunan jalan itu dibiayai dari kantong sendiri hampir Rp2,8 miliar sehingga dijuluki sebagai Crazy Rich Grobogan” kata Andy Noya saat memperkenalkan sosok Joko Suranto seperti yang dikutip Senin (4/9).

Dalam talkshow tersebut, Chief Executive Officer (CEO) Buana Kassiti Group itu menyebutkan bahwa masalah perumahan di Indonesia saat ini menghadapi tantangan yang cukup besar, karena masih adanya backlog atau kesenjangan (gap) antara kebutuhan rumah masyarakat dengan jumlah rumah yang terbangun. Angkanya mencapai 12,7 juta unit.

Padahal, persoalan perumahan adalah perintah konstitusi yang bermakna sektor ini adalah amanah yang harus diurus dengan serius. Menurut Joko Suranto, secara riil kebutuhan perumahan sekitar 800 ribu unit per tahun, namun pasokan yang mampu disediakan termasuk oleh pengembang swasta hanya 400 ribu sampai 450 ribu setiap tahunnya.

“Seperti yang Presiden Jokowi bilang bahwa setiap tahun ada 1 juta perkawinan di Indonesia. Karena setiap ada perkawinan, pasti butuh rumah. Artinya, ada akumulasi kebutuhan rumah yang akan bertambah setiap tahunnya,” ungkapnya.

Oleh karena persoalan perumahan ini cukup rumit, kata Joko Suranto, maka dibutuhkan kolaborasi yang harmonis dari semua pemangku kepentingan (stakeholder) perumahan terutama pemerintah, perbankan dan asosiasi pengembang. Juga perlu ada terobosan yang cepat untuk membantu akses pembiayaan perumahan untuk masyarakat.

Dia menjelaskan, kalau dipilah berdasarkan statusnya maka di Indonesia ada kelompok masyarakat yang bekerja di sektor formal dan sektor informal. Yang informal (berpenghasilan tidak tetap) biasanya dianggap non-bankable, sehingga kesulitan untuk memperoleh kredit bank. Dibutuhkan formulasi skema pembiayaan khusus untuk membantu masyarakat di sektor informal tersebut.

“Sedangkan pekerja formal saat ini banyak yang terlilit utang di pinjol. Ini juga persoalan serius yang harus dicari solusinya, karena banyak mereka ditolak pengajuan KPR-nya,” sebut Joko Suranto.

Konsistensi

Dia berpendapat, selama ini Kementerian PUPR di bawah kepemimpinan Menteri Basuki Hadimuljono sudah memperlihatkan keberpihakan pemerintah kepada masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) melalui penyediaan anggaran untuk KPR bersubsidi dengan uang muka dan bunga rendah, termasuk menyiapkan dana prasarana, sarana dan utilitas umum (PSU) perumahan untuk pengerjaan infrastruktur dasar di perumahan bersubsidi.

“Sudah banyak (yang dikerjakan), tetapi memang pekerjaan beliau juga cukup berat. Ya tugas kita semua untuk membantunya. Beliau ini sangat menginspirasi kita semua, karena dengan seabreg pekerjaan tetapi Pak Basuki ini jarang sekali kelihatan lelah dan penampilannya selalu sederhana,” ujar Joko Suranto yang disambut senyuman dari Menteri PUPR Basuki Hadimuljono.

Pada kesempatan tersebut, dia juga memberikan beberapa masukan kepada Kementerian PUPR. Diantaranya menyinggung soal pentingnya konsistensi kebijakan dan adanya kesinambungan anggaran KPR FLPP bersubsidi untuk terus membantu masyarakat memperoleh rumah yang terjangkau.

Selain itu, konsistensi pasokan juga perlu dijaga, salah satunya lewat penetapan batasan harga jual rumah subsidi secara pasti, setidaknya hingga lima tahun ke depan. Hal itu agar pengembang dapat mengatur cashflow usaha, mengingat pengembang swasta membangun dengan modal sendiri.

Terakhir, Joko Suranto menyampaikan kepada Menteri PUPR bahwa kebijakan di sektor properti itu berhubungan erat dengan 5 kementerian sekaligus yaitu Kementerian PUPR, Kementerian ATR/BPN, Kementerian Keuangan, Kementerian KLHK dan Kementerian Perhubungan.

“Kalau boleh pak, mohon dirjen (direktur jenderal) yang mengurusi perumahan ini ditambah biar semakin kuat, sehingga kinerja sektor perumahan semakin optimal,” kata Joko Suranto.

Menanggapi curhatan Ketua Umum REI, Menteri Basuki Hadimuljono menegaskan anggaran untuk sektor perumahan setiap tahun selalu ditingkatkan khususnya untuk program KPR subsidi FLPP.

“Tahun depan juga jangan khawatir, karena kalau memang terserap habis langsung akan ditambah. Tapi karena kewenangannya bukan di Kementerian PUPR, maka nanti dari BUN (bendahara umum negara) akan langsung disalurkan kepada bank-bank penyalur KPR FLPP,” jelas Menteri Basuki. (MRI)