
MK batalkan UU Tapera. (Foto: Mahkamah Konstitusi)
Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) resmi membatalkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). Dalam amar Putusan Nomor: 96/PUU-XXII/2024, 96/PUU-XXIII/2025, MK menyatakan dalam seluruh ketentuan dalam UU Tapera bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dilakukan penataan ulang sebagaimana amanat Pasal 124 UU Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.
“Mengadili, satu, mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya. Dua, menyatakan UU No 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Lembaran NRI Tahun 2016 No 56, tambahan lembaran NRI nomor 5863) bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dilakukan penataan ulang sebagaimana amanat Pasal 124 UU No 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Tiga, menyatakan UU No 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Lembaran NRI tahun 2016 No 55 tambahan lembaran negara NRI No 5863) dinyatakan tetap berlaku dan harus dilakukan penataan ulang dalam waktu paling lama 2 tahun sejak putusan a quo diucapkan,” ujar Ketua MK Suhartoyo saat membacakan putusan di Jakarta, Senin, 29 September 2025.
Putusan tersebut sekaligus menegaskan bahwa konsep tabungan yang bersifat sukarela tidak dapat dijadikan kewajiban dengan unsur pemaksaan. Pada Pasal 7 ayat (1) UU Tapera mengatur kewajiban seluruh pekerja, termasuk pekerja mandiri, untuk menjadi peserta program. Kewajiban tersebut menambah potongan dari penghasilan pekerja yang sebelumnya sudah terbebani iuran jaminan sosial lain.
MK menilai norma ini berpotensi mengurangi penghasilan pekerja dan membebani pemberi kerja. Selain itu, pekerja yang telah memiliki rumah tetap diwajibkan mengikuti program, sehingga menimbulkan perlakuan tidak adil.
Mahkamah juga menyoroti adanya duplikasi dengan program pembiayaan perumahan yang telah berjalan. Negara sebelumnya sudah memiliki skema melalui BPJS Ketenagakerjaan, Taspen, Asabri, maupun fasilitas Kredit Pemilikan Rumah (KPR) perbankan. Keberadaan Tapera dapat menimbulkan tumpang tindih kebijakan.
Masa Transisi UU Tapera
Secara garis besar, para pemohon sama-sama mempersoalkan konstitusionalitas norma Pasal 7 ayat (1), Pasal 9 ayat (1), dan Pasal 72 ayat (1) UU Tapera. Meski dibatalkan, MK memberikan masa transisi paling lama dua tahun. Dalam periode itu, pemerintah bersama DPR diminta menyusun regulasi baru mengenai pembiayaan perumahan rakyat yang lebih adil, tidak diskriminatif, serta sejalan dengan prinsip konstitusi.
“Oleh karena itu, untuk menghindari kekosongan hukum atau rechtvacuum Mahkamah memberikan tenggang waktu paling lama 2 tahun kepada pembentuk undang-undang untuk menata ulang sesuai dengan amanat Undang-Undang 1/2011,” ucap Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Enny Nurbaningsih. (SAN)