Obituari, Ini Pemikiran Prof Arief Sabaruddin Sebelum Tutup Usia

"Tulisan ini adalah pemikiran Prof. Dr. Ir. Arief Sabaruddin CES, sehari sebelum tutup usia pada Selasa kemarin," tutur Zulfi Syarif Koto.
0
1966

“Tulisan ini adalah pemikiran Prof. Dr. Ir. Arief Sabaruddin CES via pesan WhatsApp kepada saya pada pukul 08.00 WIB, Senin, 11 Desember 2023. Hanya berselang sehari sebelum beliau tutup usia pada Selasa, 12 Desember 2023,” tutur Ketua Umum The HUD Institute, Zulfi Syarif Koto. Mari kita simak gagasan Direktur Utama PPDPP ini tentang solusi menyikapi problem backlog perumahan. 

Barangkali banyak dari kita semua bertanya-tanya, sudah sejauh mana upaya kita dalam menyediakan perumahan bagi Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR)? Mengingat dari tahun 2004 ke tahun 2022, jumlah backlog bertambah terus. Pasca pencanangan Gerakan Nasional Pembangunan Sejuta Rumah (GNPSR) pada tahun 2003 di era Presiden Megawati Soekarnoputri, di tahun 2004 tercatat angka backlog mencapai 5,2 juta rumah. Namun, dalam kurun waktu hampir dua dekade jumlah backlog bertambah lebih dari 200%. Hal ini menjadi pertanyaan, apa yang salah dalam kebijakan perumahan saat ini?

Menjawab kondisi di atas, oleh kebijakan perumahan selama 20 tahun ke belakang yang terlalu berorientasi pada pendekatan kepemilikan, kebijakan terhadap pendekatan sewa masih sangat terbatas. Sehingga mengakibatkan penyediaan perumahan bagi kelompok sasaran dengan penghasilan lebih kecil dari upah minimum nyaris tidak terlayani.

Selain itu, pendekatan kepemilikan pun, dengan program yang ada saat ini tidak memberi peluang akses kepada masyarakat yang bekerja di sektor informal. Meskipun mereka memiliki kemampuan ekonomi. Karena sistem perbankan, bahkan Undang-Undang Perbankan, belum banyak memberikan jalan bagi kelompok pekerja di sektor informal.

Untuk fasilitasi kelompok pekerja informal, terdapat peluang yang belum tergarap dengan baik, yakni keuangan dengan mekanisme koperasi. Koperasi adalah sistem keuangan berbasis gotonng-royong yang meruapakan kekuatan bangsa Indonesia masa lalu. Namun, saat ini pamor koperasi semakin meredup. Terutama koperasi dalam rangka fasilitasi pembiayaan perumahan. Untuk menjawab tantangan sektor pembiayaan perumahan perlu perkuatan atas keberadaan lembaga koperasi agar dapat sejajar dengan lembaga keuangan seperti bank.

Peran Public Housing

Dari uraian singkat di atas, kita bisa menyimpulkan bahwa untuk mendorong penyediaan perumahan yang lebih menyentuh masyarakat yang lebih luas, maka perlu dilakukan sejumlah upaya, yakni: (1) penguatan penghunian rumah dengan mekanisme sewa, (2) penguatan lembaga keuangan seperti koperasi untuk pembiayaan murah jangka panjang, (3) meredefinisikan kembali kebijakan perumahan dengan membagi dalam tiga kebijakan, yakni: kebijakan rumah milik (private housing), kebijakan rumah umum (public housing), dan kebijakan rumah sosial (social housing).

Peran pemerintah, dalam hal ini pada rumah milik, rumah umum hingga rumah sosial, dari peran pemerintah sebagai enabler (fasilitasi), provider (penyedia), hingga services (layanan) harus dilakukan. Pada rumah milik, pemerintah juga dapat tetap melakukan intervensi, seperti halnya saat ini. Pada program Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), pemerintah melakukan intevensi dengan subsidi bunga yang sangat rendah untuk rumah milik.

Dalam konteks teori, program FLPP bukan menyentuh pada public housing (rumah umum) akan tetapi lebih menyentuh private housing (rumah milik). Sehingga istilah ‘Rumah Umum’ dalam Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman perlu dievaluasi.

Halaman Selanjutnya
1 2