Jakarta – Dukungan dan masukan dari pelaku usaha properti dapat menjadi bahan untuk perbaikan kebijakan di sektor properti. Masukan tersebut dapat berbentuk dukungan moril maupun kritikan terhadap kebijakan yang ada.
“Saya minta di-support. Bisa dalam dukungan moril atau kritikan. Kita terus terang memang ada hal-hal yang perlu diperbaiki lagi, disempurnakan lagi,” ucap Direktorat Bina Penataan Bangunan, Direktorat Jenderal Cipta Karya, Kementerian PUPR, Rogydesa Sjambas dalam Rapat Koordinasi DPP REI dan DPD REI Seluruh Indonesia di Hotel Sultan, Jakarta, Selasa, 19 April 2022.
Roggydesa menjelaskan, salah satu masukan terkait Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Dalam aturan tersebut yang menjadi perhatian adalah perubahan persyaratan teknis menjadi standar teknis.
“Padahal, waktu saya masih ingat saya dengan Pak Junaedi (Waketum DPP REI) kita tengah berfikir bagaimana men-support Menko, bagaimana caranya untuk meningkatkan level index optimis business Indonesia. Di sisi kami dulu, IMB bagaimana dipercepat, transparansi, bisnis prosesnya diperjelas dan seterusnya,” terang Rogydesa.
Perbaikan SIMBG
Kemudian terkait Sistem Informasi Bangunan Gedung (SIMBG), ucap Rogydesa, masih ada beberapa kelemahan yang perlu perbaikan yang juga butuh masukan dari para pelaku usaha.
“Tapi dengan SIMBG walaupun masih terdapat banyak kelemahan yang perlu masukan, tapi ada harapan untuk perbaikan. UUCK lahir Desember 2020, PP 16/2021 lahir Februari 2021. Sekarang kita berjuang di SIMBG kita manage bulan Juli (2021) sudah launching dengan segala keterbatasan,” kata Rogydesa.
Selanjutnya, soal pemda yang belum menetapkan peraturan daerah (perda) pajak dan retribusi Persetujuan Bangunan Gedung (PBG), sudah ada jalan keluarnya sejak terbitnya UU No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
“Pada saat ada kekosongan hukum perihal bagaimana mereka memayungi penarikan retribusi tadi pasti bermasalah. Tapi ini sudah diselesaikan dengan adanya Undang-undang HKPD, Undang-undang No.1 Tahun 2022 di mana di sana mencantumkan klausul pemda masih bisa memanfaatkan perda retribusi IMB paling lama dua tahun,” urai Rogydesa.
Berbicara mengenai Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang (KKPR), kata kuncinya adalah tata ruang yang menjadi panglima pembangunan.
“Begitu juga dengan bangunan gedung sangat bergantung pada KKPR. Jangan sampai pembangunan kita pesat, tapi dua tahun kemudian banjir. Pada saat kita bicara pada katakanlah PP 21/2021 untuk UMK tidak ada KKPR yang ada pernyataan mandiri mengikuti RTR. Dan ini sebetulnya sah menurut kami, tidak perlu KKPR,” ucap Rogydesa. (SAN)