REI Ingatkan Iklim Investasi Terganggu Gara-gara Ini

“Atas dasar itu, REI berkewajiban melakukan pembelaan kepada anggota"
0
114
rei mkpi

JAKARTA – Di tengah situasi ekonomi yang sedang kurang baik saat ini termasuk pelemahan daya beli masyarakat, Dewan Pengurus Pusat Realestat Indonesia atau DPP REI menyayangkan masih terjadinya aksi dan tekanan yang menganggu iklim investasi properti di Tanah Air. Situasi yang tidak kondusif ini dikhawatirkan bakal menurunkan minat untuk berinvestasi dan memperburuk perekonomian nasional.

Kepala Badan Advokasi dan Perlindungan Anggota DPP REI, Adri Istambul Lingga Gayo menegaskan saat ini masih ada terjadi tekanan dari kelompok masyarakat yang memanfaatkan isu politis lewat aksi demo atau pengerahan massa ke lokasi proyek pengembang. Salah satu modus adalah dengan mengklaim kepemilikan lahan yang sudah dikuasai bahkan sudah dikembangkan oleh developer.

“Sebagai asosiasi pengembang tertua dan terbesar di Indonesia, DPP REI mengajak seluruh pihak untuk menghormati supremasi hukum dan tidak menciptakan preseden buruk yang dapat berdampak merugikan iklim investasi di sektor properti nasional,” tegas Adri kepada wartawan di Jakarta, Jumat (8/8).

Salah satu kasus terbaru yang dinilai merugikan keberlangsungan bisnis properti adalah pengerahan massa oleh kelompok Masyarakat tertentu ke lahan milik PT Metropolitan Kentjana Tbk (kode emiten: MKPI) di kawasan elit Pondok Indah, Jakarta Selatan. Selain menjatuhkan kredibilitas pengembang, aksi massa seperti itu sangat mengganggu stabilitas industri properti nasional. Apalagi, MKPI adalah perusahaan terbuka yang tercatat dan dipantau publik di pasar modal.

Adri menjelaskan, DPP REI melalui Badan Advokasi dan Perlindungan Anggota telah meminta keterangan resmi dan melakukan investigasi kepada manajemen MKPI terkait peristiwa tersebut pada tanggal 7 Agustus 2025 di Kantor DPP REI. Dari pertemuan itu terungkap adanya tekanan yang ditujukan kepada MKPI terkait klaim masyarakat atas tanah Eigendom Verponding No. 6431 yang telah lama dikuasai dan dimanfaatkan perusahaan dalam proyek pembangunan kawasan Pondok Indah sejak tahun 1973.

“Atas informasi yang diberikan PT Metropolitan Kentjana Tbk sebagai anggota REI, kami menyampaikan dukungan penuh dan akan terus mengawal seluruh anggota yang telah menjalankan kewajibannya dan taat secara hukum dan moral,” kata Adri.

Dalam kasus ini, PT Metropolitan Kentjana Tbk dinilai telah membuktikan kepatuhannya kepada aturan-aturan hukum yang berlaku, dan memenuhi semua kewajiban kepada negara dan masyarakat termasuk membangun fasos/fasum, memberi kontribusi pajak yang signifikan, serta mematuhi kode etik Sapta Brata REI.

Antara lain, MKPI telah memenuhi semua legalitas kepemilikan tanah di kawasan Pondok Indah tersebut. Berdasarkan penelusuran historis dan dokumen hukum, tanah yang dimaksud telah melalui proses nasionalisasi berdasarkan UU No. 1 Tahun 1958 dan SK Mendagri No. 198 Tahun 1961. PT Metropolitan Kentjana Tbk telah memperoleh hak atas tanah tersebut secara sah melalui kerja sama dengan Pemda DKI Jakarta dan Panitia Sembilan yang melibatkan unsur pemerintah, termasuk Badan Pertanahan Nasional (BPN). Sertifikat resmi telah diterbitkan dan hingga saat ini tanah dikuasai secara legal oleh perusahaan.

Selain itu, status tanah tersebut telah memiliki keputusan hukum yang berkekuatan tetap (inkracht). Berulang kali gugatan dari pihak-pihak yang mengaku sebagai ahli waris telah diproses melalui jalur hukum, termasuk di Pengadilan Negeri, PTUN, hingga Mahkamah Agung melalui Peninjauan Kembali (PK), dan semuanya dimenangkan oleh PT Metropolitan Kentjana Tbk. Dengan begitu, kata Adri, tidak ada lagi proses hukum yang terbuka terkait sengketa tanah tersebut.

“Atas dasar itu, REI berkewajiban melakukan pembelaan kepada anggota kami ini. Kami berharap tidak ada lagi upaya pengerahan massa yang merugikan masyarakat dan menyebabkan banyak tamu termasuk orang asing yang sedang berolahraga di lapangan golf ketakutan. Jangan terulang lagi agar tidak menjadi preseden buruk bagi pengembang-pengembang lainnya. Kalau ada dasar legal yang kuat, silahkan gunakan jalur hukum,” tegasnya.

Adri mengingatkan, industri properti telah memberikan kontribusi besar bagi pemasukan negara, dan membawa dampak berganda (multiplier effect) yang mampu menggerakkan ratusan industri ikutan di sektor riil, termasuk penyerapan tenaga kerja yang besar. Oleh karena itu, rusaknya iklim investasi dan kondusifitas berusaha di sektor properti akan menghancurkan salah satu penopang pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Sengketa lahan di Pondok Indah mencuat setelah terjadi aksi massa dari pihak yang mengaku ahli waris pada Rabu (6/8) lalu di depan Pondok Indah Golf Course.

Perlindungan Hukum

General Manager Legal Department PT Metropolitan Kentjana Tbk, Hery Sulistyono menjelaskan aksi massa pada 6 Agustus 2025 dapat diduga dan dikualifisir sebagai perbuatan melawan hukum, pemaksaan kehendak, dan main hakim sendiri. Hal itu karena telah ada putusan-putusan yang mempunyai kekuatan hukum. Semuanya dimenangkan oleh perusahaan pengembang tersebut, serta dikuatkan dengan adanya SP3 dari Polda Metro Jaya dan surat dari Kejaksaan Tinggi maupun Kejaksaan Agung.

“Maka demi kepastian hukum, sudah seharusnya PT Metropolitan Kentjana Tbk mendapat perlindungan hukum dari pemerintah dan aparat penegak hukum lainnya. Selain itu, semua pihak tanpa terkecuali wajib mematuhi putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum,” ujarnya.

Dalam keterangannya, PT Metropolitan Kentjana Tbk mengungkapkan bahwa objek sengketa adalah tanah eigendom verponding. Sejak berlakunya Undang-Undang No.1 Tahun 1958, maka seluruh tanah eigendom verponding di Indonesia otomatis menjadi tanah negara, termasuk dalam hal ini Eigendom Verponding No. 6431 sebagaimana ditegaskan pada SK Menteri Muda Agraria No.98/Ka tanggal 13 Januari 1960.

Di dalam SK Menteri Agraria No.198/Ka tanggal 4 Mei 1961, ditegaskan bahwa pemerintah bersedia memberikan ganti rugi kepada bekas pemilik Eigendom Verponding 6431 seluas ± 97.400 m2, namun dengan syarat; (a) Tidak termasuk bagian yang diduduki oleh rakyat/pihak ketiga (pemilik harus menguasai fisik); (b) Dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal SK, harus dilakukan pengukuran; dan (c) 3 (tiga) bulan setelahnya harus diajukan permohonan. Jika syarat-syarat tidak dipenuhi, maka SK ini dinyatakan batal.

“Seandainya syarat-syarat tersebut dipenuhi, maka seharusnya pada tanggal 4 Februari 1962 ahli waris telah mendapat hak dari pemerintah (namun syarat ini tidak dipenuhi oleh ahli waris). Hal inilah yang terus dikaitkan kepada kami,” kata Hery.

PT Metropolitan Kentjana Tbk secara badan hukum baru berdiri tahun 1972 dan pada 17 September 1973 mengadakan Perjanjian Kerjasama dengan Pemda DKI Jakarta (Otorita Pondok Pinang) untuk mengembangkan daerah Pondok Indah (dahulu Pondok Pinang). Sehingga PT Metropolitan Kentjana Tbk tidak memiliki hubungan hukum dan tidak ada kaitannya dengan SK Menteri Agraria No.198/Ka tanggal 4 Mei 1961.

Berdasarkan Perjanjian Kerjasama tersebut di atas, untuk mendapatkan Tanah Bekas Eigendom Verponding (termasuk Eigendon Verponding 6431), maka PT Metropolitan Kentjana Tbk telah memenuhi ketentuan dan prosedur yang berlaku, yaitu; telah memenuhi kewajiban kepada Pemda DKI sebesar Rp.960.000.000. (pada tahun 1973 nilai ini cukup besar), serta untuk pembelian dan pembebasan tanah dilakukan bersama oleh Pemda DKI dan PT Metropolitan Kentjana Tbk yang juga melibatkan unsur-unsur terkait seperti  Lurah, Camat, dan BPN. (MRI)