Revisi Berkali-kali dalam Setahun, Permen Hak Atas Tanah Bisa Bikin Bingung

Dalam Permen ATR/BPN Nomor 9 Tahun 2025 terdapat perubahan dibandingkan aturan sebelumnya, diantaranya pelimpahan kewenangan oleh Menteri kini diatur secara lebih terukur dan berbasis indikator.
0
170
Revisi Berkali-kali dalam Setahun, Permen ATR/BPN No. 9 Tahun 2025 tantang hak atas tanah Bisa Bikin Bingung

Jakarta – Terbitnya Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 2025 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 2025 Tentang Pelimpahan Kewenangan Penetapan Hak Atas Tanah Dan Kegiatan Pendaftaran Tanah membawa sejumlah perubahan penting.

“Jika dibandingkan dengan Permen ATR/BPN Nomor 5 Tahun 2025, regulasi terbaru melalui Permen ATR/BPN Nomor 9 Tahun 2025 membawa sejumlah perubahan penting yang secara substansial memperjelas, memperluas, dan memperkuat mekanisme pelimpahan kewenangan di bidang pertanahan,” jelas Dosen Universitas 17 Agustus 1945 (UNTAG) Banyuwangi Yudi Setyo Prayogo ketika dihubungi industriproperti.com, Selasa, 30 September 2025.

Menurutnya, perubahan aturan tentang Pelimpahan Kewenangan Penetapan Hak Atas Tanah Dan Kegiatan Pendaftaran Tanah yang berkali-kali dalam satu tahun ini tidak mencerminkan ketidakpastisan hukum. Perubahan regulasi dalam waktu relatif singkat dari Permen No. 3/2025 ke No. 5/2025 kemudian No. 9/2025  bisa dibaca dari dua sudut pandang berbeda.

“Pertama, jika dilihat secara kritis, potensi ketidakpastian tetap ada. Bagi pelaku usaha dan masyarakat, perubahan yang terlalu cepat dapat menimbulkan kebingungan dan risiko hukum, terutama dalam perencanaan investasi jangka panjang. Perubahan berulang juga dapat menimbulkan kesan bahwa perumusan awal peraturan belum matang, sehingga perlu segera direvisi,” urai Yudi yang juga berprofesi sebagai Notaris.

Kedua, lanjutnya, jika dilihat secara konstruktif, ini merupakan cerminan adaptasi dan responsivitas. Sektor pertanahan sangat dinamis dan berkaitan erat dengan percepatan pembangunan, investasi, dan kebutuhan tata ruang. Pemerintah perlu merespons cepat dinamika di lapangan, termasuk penyempurnaan teknis kewenangan, pembagian tugas, dan efisiensi birokrasi.

“Perubahan regulasi yang cepat dapat menjadi bukti bahwa pemerintah adaptif, responsif, dan berkomitmen terhadap reformasi birokrasi,” ucapnya.

Poin Perubahan Permen Hak Atas Tanah

Dalam Permen ATR/BPN Nomor 9 Tahun 2025 yang diterbitkan pada 25 September 2025 terdapat perubahan dibandingkan aturan sebelumnya, diantaranya pelimpahan kewenangan oleh Menteri kini diatur secara lebih terukur dan berbasis indikator. Jika sebelumnya pelimpahan dilakukan secara umum tanpa tolok ukur yang jelas, kini regulasi menetapkan lima indikator utama yang menjadi dasar pelimpahan, yaitu kondisi geografis, kondisi sosial masyarakat, luas bidang tanah dan jumlah layanan, nilai tanah, serta potensi risiko sengketa. Langkah ini bertujuan agar pendelegasian kewenangan dilakukan secara proporsional dan sesuai dengan kebutuhan di setiap wilayah.

Kedua, kewenangan Direktorat Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah diperluas secara signifikan. Dalam peraturan yang lama, kewenangan Direktorat Jenderal belum diatur secara rinci. Kini, Permen No. 9/2025 memberikan mandat baru kepada Direktorat Jenderal untuk menetapkan keputusan terkait pemberian hak atas tanah dalam batasan luas tertentu, seperti hak guna usaha (HGU), hak guna bangunan (HGB), dan hak pakai dengan luasan bidang tanah yang besar. Pengaturan ini tidak hanya mempercepat pengambilan keputusan tetapi juga mengurangi beban kewenangan yang sebelumnya terpusat di tingkat menteri.

Perubahan besar berikutnya terjadi pada tingkat kewenangan Kantor Wilayah dan Kantor Pertanahan. Dalam peraturan lama, pembagian kewenangan di tingkat daerah belum diatur secara detail. Kini, pembagian tersebut diatur lebih spesifik berdasarkan luas bidang tanah, jenis hak, serta lokasi, termasuk pengaturan khusus untuk kawasan strategis seperti Kawasan Perdagangan Bebas Batam dan Kawasan Ibu Kota Nusantara (IKN).

“Pengaturan yang lebih rinci ini diharapkan dapat meningkatkan efisiensi layanan sekaligus memberikan kepastian hukum bagi pemohon hak atas tanah,” kata Yudi.

Selain itu, Permen terbaru juga secara tegas memberikan kewenangan kepada Menteri untuk menarik kembali pelimpahan kewenangan apabila dalam pelaksanaannya menimbulkan ketidakefektifan atau terjadi perubahan kebijakan. Ketentuan ini sebelumnya tidak diatur secara eksplisit dalam peraturan sebelumnya, sehingga memberikan fleksibilitas bagi pemerintah untuk menyesuaikan kembali kebijakan jika diperlukan.

Tak kalah penting, regulasi baru ini juga memperkenalkan larangan eksplisit terhadap praktik pemecahan bidang tanah secara sengaja dengan tujuan menghindari batas kewenangan. Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut kini dapat dikenakan sanksi disiplin, sebuah langkah yang menegaskan komitmen pemerintah dalam mencegah penyalahgunaan kewenangan dan menjaga integritas pelayanan pertanahan.

“Secara keseluruhan, perubahan-perubahan tersebut menunjukkan bahwa Permen ATR/BPN No. 9 Tahun 2025 bukan sekadar revisi teknis, melainkan penyempurnaan struktural terhadap sistem kewenangan di bidang pertanahan. Regulasi ini membawa semangat efisiensi, transparansi, dan akuntabilitas, yang diharapkan dapat mempercepat layanan kepada masyarakat sekaligus memperkuat kepastian hukum dalam pemberian hak atas tanah di Indonesia,” pungkas Yudi. (SAN)