2023, Anggaran FLPP Bakal Naik Jadi Rp32 T

Pemerintah akan menaikkan anggaran dana Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) menjadi Rp32 triliun pada tahun 2023.
0
721
Anggaran FLPP

Jakarta – Pemerintah akan menaikkan anggaran dana Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) menjadi Rp32 triliun pada tahun 2023. Demikian disampaikan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono dalam acara Pembukaan Hari Perumahan Nasional Tahun 2022 dan Seminar Nasional Implementasi SKGB Sarusun yang dihelat secara hybrid, Kamis, 18 Agustus 2022.

“FLPP terus meningkat. Tahun depan menjadi sekitar Rp32 triliun. Walaupun saya masih mendengar bahwa itu mungkin masih kurang, tapi sudah jauh lebih tinggi daripada tahun sebelumnya. Saya kira ini menjadi tanggung jawab pemerintah untuk bisa memfasilitasi penyediaan perumahan,” jelas Basuki.

Menteri Basuki menjelaskan, penyediaan perumahan meski bersifat private property juga menjadi tanggung jawab pemerintah. Untuk itu, pemerintah mengajak stakeholder perumahan untuk ikut serta dalam penyediaan perumahan bagi masyarakat.

“Dengan Hari Perumahan Nasional ini sekali lagi kami mengajak dan saya ingin bekerja sama lebih baik dengan semua stakeholder baik REI, Apersi, Himpera dan HUD,” sambung Basuki.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPR, Iwan Suprijanto mengatakan, salah satu tantangan masyarakat dalam memiliki hunian di perkotaan adalah daya beli MBR yang tidak menjangkau harga pasar perumahan saat ini. Kemudian, belum adanya mekanisme penilaian terhadap SKBG Sarusun sebagai jaminan fidusia.

Oleh karena itu, pengaturan terkait dengan sertifikat kepemilikan bangunan gedung satuan rumah susun (SKBG Sarusun)  yang telah tertuang dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun dan Peratutan Pemerintah No.13 Tahun 2021 sebagai pengaturan yang lebih teknis telah terbit Peraturan Menteri PUPR No.17 Tahun 2021 tentang Bentuk dan Tata Cara Penerbitan SKBG Sarusun.

“Kami mengevaluasi setelah kurang lebih setahun diterbitkannya Permen tersebut. Belum terdapat proyek yang mengimplementasikan penerbitan SKBG Sarusun untuk pembangunan rumah susun umum. Ini adalah tantangan kita semua,” ucap Iwan.

Penerbitan SKBG

Penerbitan SKBG Sarusun, imbuh Iwan, diperlukan dalam rangka mendorong skema baru penyediaan tanah untuk pembangunan rusun dengan pendayagunaan tanah wakaf dan pemanfaatan BMN/D dengan cara sewa.

Kedua, memberi kepastian bermukim bagi MBR (secure tenure) dengan sertifikat kepemilikan berjangka waktu dan dapat menjadi jaminan fidusia.

Ketiga, menjangkau kemampuan MBR untuk memiliki rusun umum SKBG dengan harga lebih rendah. Sebab, komponen tanah hanya memperhitungkan tarif sewa, bukan harga beli. Keempat, Pemerintah tetap memilki jaminan atas kepemilikan aset (aset tidak lepas).

Sementara itu, Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan, Herry Trisaputra Zuna menambahkan, SKBG merupakan salah satu solusi, tapi bukan segalanya.

“KPBU adalah cara menurut saya cara yang paling efektif untuk melibatkan swasta dan BUMN. Kalau kita melihat RPJMN butuh Rp6.445 triliun untuk infrastruktur 37 persen dengan APBN. Artinya, 63 persen oleh swasta dan BUMN. KPBU itu adalah sarana untuk mengajak swasta dan BUMN untuk terikat membangun dengan melalui KPBU,” pungkas Herry. (SAN)