Jakarta – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyatakan terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja diluar dugaan.
“Apindo yang sedang menunggu untuk dilibatkan pemerintah dalam pembahasan substantif perubahan UU Cipta Kerja sebagai tindak lanjut putusan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi cukup surprise dengan terbitnya Perppu tersebut. Namun, dunia usaha dapat memahaminya untuk menjamin kepastian berusaha,” demikian keterangan pers Apindo yang diterima industriproperti.com, Selasa, 3 Januari 2023.
Dalam keterangannya, Apindo berharap Pemerintah dan DPR RI dapat menyikapi Perppu 2/2022 tidak terdistorsi dengan agenda politik apapun. “Pemerintah dan DPR agar menyikapi PERPPU tersebut secara bijak dan tidak terdistorsi dengan agenda-agenda politik. Sebagaimana ketentuan ketatanegaraan, Pemerintah dan DPR akan membahas dalam Sidang DPR dalam kesempatan pertama,” tegas keterangan Apindo yang hingga berita ini diturunkan masih berlangsung Konferensi Pers Apindo menyikapi terbitnya Perppu 2/2022.
Dunia usaha berharap keputusan yang diambil mencerminkan kepentingan pembangunan secara menyeluruh sejalan dengan agenda reformasi ekonomi struktural. “Apindo berharap keputusan tersebut tidak terdistorsi untuk kebutuhan populis kepentingan agenda siklus kepemimpinan lima tahunan,” demikian kutip keterangan Apindo.
Pelaku usaha mengharapkan dapat terlibat secara aktif dalam penyusunan peraturan pemerintah (PP) sebagai turunan dari Perppu 2/2022. Aturan operasional yang akan tertuang dalam PP menunjukkan fleksibilitas pemerintah. “Hal ini sebagai bentuk antisipasi menghadapi dinamika perubahan bidang ketenagakerjaan sesuai tuntutan perkembangan industri dalam hal teknologi, kondisi kerja dan ketrampilan kerja dalam kaitannya dengan pengupahan, pekerja alih daya dan sebagainya,” demikian keterangan pers Apindo.
Apindo sangat berharap pelibatan secara bermakna sebagaimana amanat UU Penyusunan Peraturan Perundang Undangan dalam penyusunan sejumlah PP turunan Perppu tersebut. Melalui proses tersebut diharapkan dapat mengadopsi berbagai pandangan stakeholder terkait.
Klaster Ketenagakerjaan
Apindo dan unsur asosiasi usaha lainnya memerlukan waktu untuk memahami Perppu 2/2022 secara komprehensif. Hal ini mengingat perlu waktu untuk memahami dengan baik dokumen perppu setebal lebih dari seribu halaman serta cakupan luas 10 klaster.
Saat ini Apindo secara khusus mencermati substansi perppu untuk klaster ketenagakerjaan, tanpa mengabaikan klaster lainnya. Pasalnya, klaster ketenagakerjaan yang sangat luas mendapat perhatian berbagai pihak, dan juga klaster yang menjadi fokus perhatian utama aktivitas Apindo.
Beberapa pengaturan dalam klaster Ketenagakerjaan di Perppu 2/2022 berubah secara substansial. Formula penghitungan Upah Minimum (UM) yang mempertimbangkan pertumbuhan ekonomi, inflasi dan indeks tertentu memberatkan dunia usaha mengingat UU Cipta Kerja hanya mencakup 1 (satu) variabel yaitu pertumbuhan ekonomi atau inflasi.
“Pengaturan alih daya juga berubah yang menyebutkan bahwa Pemerintah menetapkan sebagian pelaksanaan pekerjaan alih daya, ada kekhawatiran akan kembali ke spirit UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan. Terkait alih daya adalah terciptanya ekosistem yang sehat dan fleksibel untuk menarik investor menciptakan lapangan kerja, maka pembatasan alih daya justru akan membuat tujuan tersebut sulit dicapai,” demikian siaran pers Apindo.
Potensi Upah Tertinggi
Formula upah minimum (UM) dalam Perppu 2/2022 akan menyebabkan penyusutan penyerapan tenaga kerja karena UM Indonesia berpotensi menjadi yang tertinggi di ASEAN dalam lima tahun mendatang.
Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), penciptaan lapangan kerja yang semakin menurun dalam tujuh tahun terakhir daya serap pekerja turun tidak sampai sepertiga. “Dalam situasi ini, kebijakan kenaikan UM berdasarkan formula Perppu 2/2022 akan semakin membebani dunia usaha. Proyeksi Apindo dengan mengolah dari berbagai sumber menunjukkan bahwa di tahun 2025, UM di Indonesia akan menjadi yang tertinggi di ASEAN,” kata siaran pers tersebut.
Apindo berharap pemerintah dapat menimbang dengan cermat kemampuan membayar perusahaan. Apalagi, secara khusus usaha padat karya serta masih rendahnya keterampilan sumber daya manusia.
“Pembebanan biaya tenaga kerja yang melebihi kemampuan perusahaan untuk membayarnya akan melanggengkan tidak terpenuhinya ketaatan terhadap regulasi. Hal ini bisa memicu dunia usaha terjebak untuk beroperasi secara informal,” pungkas keterangan pers Apindo. (BRN)