Cagar Budaya untuk Pariwisata, Upaya Pelestarian atau Eksploitasi?

Kawasan cagar budaya untuk kepentingan pariwisata akan berdampak pada peningkatan terhadap kesejahteraan masyarakat.
0
204
cagar budaya

Jakarta – Optimalisasi kawasan cagar budaya untuk mendukung kegiatan pariwisata memerlukan strategi tertentu mulai dari perencanaan, pengambilan kebijakan oleh pemerintah DKI Jakarta serta mengikutsertakan peran masyarakat secara langsung dalam memanfaatkan sumber daya dan nilai-nilai kearifan yang dimiliki oleh kawasan cagar budaya di DKI Jakarta.

“Kami yakin dengan menjadikan kawasan cagar budaya sebagai kawasan yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata akan berdampak pada peningkatan terhadap kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut sesuai dengan tagline Semakin Dilestarikan Semakin Mensejahterakan,” jelas Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Salahuddin Uno saat membuka Webinar Urban Dialogue 07 bertema “Pemanfaatan Kawasan Cagar Budaya sebagai Tourism Area, Menuju Jakarta Baru!” pada Jumat, 15 September 2023.

Sandiaga mengapresiasi Ikatan Ahli Perencana Wilayah dan Kota (IAP) DKI Jakarta yang telah menginisiasi pelaksanaan kegiatan Urban Dialogue dengan tema Pemanfaatan Kawasan Cagar Budaya sebagai Tourism Area menuju Jakarta Baru yang bertujuan untuk mendiskusikan optimalisasi kawasan cagar budaya untuk mendorong pariwisata di DKI Jakarta.

“Kolaborasi dari seluruh pihak yang terlibat dalam dialog ini merupakan langkah bersama dalam membangun pariwisata DKI Jakarta yang lebih berkualitas, berkelanjutan dan berdaya saing,” tegasnya.

Pada kesempatan yang sama Guru Besar Arsitektur Universitas Indonesia dan Tim Profesi Ahli Bangunan Gedung, Prof. Kemas Ridwan Kurniawan, S.T., M.Sc., Ph.D mengatakan, perlu adanya keseimbangan dalam Historic Urban Landscape (HUL).

“Bicara mengenai Historic Urban Landscape (HUL) tadi sebenarnya kita mencari keseimbangan antara pembangunan ekonomi, proteksi urban heritage dan fungsiionalitas dan livabilitas dari sebuah kota. Kita mencoba untuk mencari ekuilibrium yang pas seperti apa,” jelasnya.

Ternyata, lanjutnya, konsep ini inline dengan sustainable development goals yang memiliki pilar budaya sosial, environment dan ekonomi. “Jadi, bicara HUL kita bicara juga keseimbangan ekosistem sustainable. Salah satunya adalah masuk di dalam goals yang ke-11, yaitu sustainable cities and communities,” sambungnya.

Pelestarian Cagar Budaya

Ketua IAP DKI Jakarta Adhamaski Pangeran mengatakan, kawasan cagar budaya memiliki tempat yang khusus dalam pengembangan sebuah kawasan. “Satu hal yang menarik dari kacamata planner bagaimana urban heritage itu tetap dan akan selalu punya tempat. Bagaimana bangunan di masa lalu tetap menjadi sesuatu di masa depan dan menjadi inspirasi bagi pembangunan,” katanya.

Jika berbicara mengenai pelestarian cagar budaya, jelas Dosen dan Peneliti pada Departemen Arsitektur Universitas Trisakti Punto Wijayanto, tentu saja hal-hal yang ingin dicapai adalah lima hal yang disebut dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.

Kelima hal tersebut adalah melestarikan warisan budaya bangsa dan warisan umat manusia; meningkatkan harkat dan martabat bangsa melalui Cagar Budaya; memperkuat kepribadian bangsa; meningkatkan kesejahteraan rakyat; dan mempromosikan warisan budaya bangsa kepada masyarakat internasional.

“Undang-Undang Cagar Budaya dibandingkan undang—undang benda cagar budaya sudah banyak berubah. Kalau di undang-undang benda cagar budaya itu fokusnya kepada aspek perlindungan cagar budaya, undang-undang yang ini lebih berkembang lagi dengan menambahkan bagaimana yang sudah cagar budaya tadi kemudian bisa dikembangkan ataupun dimanfaatkan untuk misalnya untuk kesejahteraan masyarakat,” terang Punto yang juga merupakan Tim Ahli Cagar Budaya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.

Keterlibatan Swasta

Adapun dalam pengembangan cagar budaya sebagai pariwisata perlu melibatkan pihak swasta. Dengan adanya interaksi varian dari berbagai komunitas yang ada menjadi sebuah potensi bagi pariwisata sehingga sektor pariwisata akan menjadi sektor yang paling potensial untuk menggerakkan ekonomi, sosial dan budaya.

“Swasta perlu terlibat dalam pengembangan kawasan cagar budaya menjadi destinasi pariwisata. Yang pertama adalah karena adanya kebutuhan untuk investasi. Kemudian yang kedua adalah masalah kepemilikan aset. Ini menjadi masalah klasik dalam proses revitalisasi atau penataan kawasan cagar budaya. Terakhir terkait dengan kebutuhan operasional dan pengelolaan,” jelas Public Institusional Relation Manager Jakarta Experience Board.

Sejumlah tantangan pun dihadapi pelaku swasta untuk terlibat dalam pengemabngan kawasan cagar budaya untuk pariwisata, antara lain regulator perlu memiliki grand design strategi pengembangan kawasan yang menarik bagi sektor swasta.

Kemudian perlunya pemahaman regulator terhadap berbagai model bisnis, pengembangan kawasan berbasis integrasi dan upaya meminimalisasi ego sectoral serta seamless Connection. (SAN)