Ketentuan LVC Jangan Tambah Beban Pengembang

Pelaku usaha berharap rancangan ketentuan terkait Land Value Capture (LVC) tidak menambah beban pengembang properti.
0
770

Jakarta – Pelaku usaha berharap rancangan ketentuan terkait Land Value Capture (LVC) tidak menambah beban pengembang properti. Apabila skema baru untuk pendanaan infrastruktur itu dikenakan pada awal pembangunan proyek, tentu saja akan mengerek harga jual unit properti.

“LVC ini sangat penting dalam mendukung pembiayaan penyediaan infrastruktur di Indonesia. Idealnya, kebijakan LVC hanya berlaku untuk pembangunan properti komersial berupa pusat perbelanjaan yang berlokasi di Kawasan Berorientasi Transit (Transit Oriented Development/TOD),” ucap Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (DPP REI) Paulus Totok Lusida, saat menjadi pembicara dalam “Webinar Transport Research Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Teknologi Bandung (FTSL ITB) 2022: Private Participation and LVC for Urban Rail Development, Senin, 25 Juli 2022.

Totok berharap ketentuan terkait LVC tidak semakin menambah beban kewajiban pelaku usaha properti. Setidaknya, kewajiban itu bisa dilakukan tidak di awal pengembangan proyek. “Pengenaan kewajiban LVC yang menambah biaya pengembangan lebih baik tidak pada awal pembangunan. Idealnya kewajiban LVC ketika daerah tersebut sudah berkembang dengan baik. Hal ini juga bertujuan agar harga jual properti di sekitar TOD tidak semakin mahal dan menyulitkan konsumen,” ujarnya.

Menurut Totok, pembangunan di sekitar area TOD pastinya merupakan bangunan bertingkat (high-rise building) yang memiliki risiko tinggi dan padat modal pada awal masa pembangunan. Pasalnya, pada awal pembangunan belum ada pemasukan dari penjualan.

Contoh sukses penerapan skema LVC pada area TOD, kata Totok, seperti yang terjadi pada stasiun mass rapid transit (MRT) yang ada di Singapura. “Keuntungan dari MRT di Singapura bukan pada penjualan tiket. Sumber keuntungannya justru dari penyewaan area komersial pada stasiun MRT. Hal ini juga yang diterapkan oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero) di seluruh stasiun sehingga menaikkan profit BUMN Transportasi itu,” tukasnya.

Totok menyatakan, pembangunan pusat perbelanjaan atau mal di atas stasiun akan menguntungkan pihak pengelola stasiun. “Pembangunan mal di atas stasiun akan sangat menguntungkan pengelola dan juga memberikan manfaat yang luar biasa bagi hunian di atasnya. Sebab, kehadiran pusat perbelanjaan akan menaikkan nilai jual superblok tersebut,” tuturnya.

Aturan Main

Direktur Program Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Bastari Pandji Indra mengatakan, gagasan LVC berawal dari persoalan keterbatasan sumber-sumber pendanaan dalam pembangunan infrastruktur. Indonesia memiliki beragam skema pembiayaan infrastruktur, namun pemerintah masih terus berupaya mencari sumber pembiayaan lainnya.

“Pemerintah tidak mungkin hanya mengandalkan sumber pendanaan negara dalam program penyediaan infrastruktur,” tukas Bastari.

“Sampai saat ini kita masih menyiapkan aturan terkait LVC. Dari berbagai permasalahan dan tantangan yang kita hadapi, memang perlu adanya payung hukum agar penerapan ketentuan LVC bisa terlaksana di seluruh wilayah di Indonesia,” imbuhnya.

Bastari mengakui, tanggung jawab dalam penyediaan infrastruktur merupakan tugas pemerintah. “Swasta tidak bisa mendapat beban tanggung jawab menyediakan infrastruktur. Walaupun memang pihak swasta memperoleh cukup banyak manfaat dari adanya pembangunan infrastruktur,” cetus Bastari.

Hal itu tentu saja memantik niatan pemerintah untuk dapat mendistribusikan serta memperoleh sumber pembiayaan baru untuk mendanai pembangunan infrastruktur lainnya. “Sharing benefit yang seperti apa, itulah yang perlu kita kaji bersama,” ujar praktisi urban planner itu.

Skema Pemprov DKI Jakarta

Adalah Asian Development Bank (ADB) yang mengenalkan skema LVC sebagai salah satu inovasi skema pembiayaan pembangunan infrastruktur di Indonesia. Kajian bertajuk “Innovative Infrastructure Financing Through Value Capture in Indonesia” sebagai salah satu upaya pengembangan inovasi skema pembiayaan untuk pembangunan infrastruktur di Indonesia diluncurkan pada tahun 2021 lalu.

Definisi LVC adalah kebijakan pemanfaatan peningkatan nilai tanah dari hasil investasi, aktivitas, dan kebijakan Pemerintah di suatu kawasan. Pemanfaatannya dengan menggunakan dua basis penerapan, yaitu LVC berbasis pajak dan LVC berbasis pembangunan.

Wakil Ketua Dewan Pengurus  Lembaga Pengkajian Perumahan dan Pengembangan Perkotaan Indonesia (LPP3I) (The HUD Institute) Oswar Muadzin Mungkasa menegaskan, sebenarnya Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah menerapkan pola yang hampir mirip dengan skema LVC. “Sebetulnya skema LVC sudah ada dalam bentuk lain di Pemprov DKI Jakarta. Misalnya, terkait penerapan kewajiban 20 persen penyediaan rumah susun umum bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) terkait ketentuan hunian berimbang, dan kompensasi pelampauan Koefisien Lantai Bangunan (KLB),” ucap mantan Deputi Gubernur Bidang Tata Ruang dan Lingkungan Hidup DKI Jakarta.

Bastari menambahkan, dalam pembangunan perumahan ada kewajiban penyediaan fasilitas sosial dan fasilitas umum (fasos dan fasum) yang menjadi tanggung jawab developer. “Itu artinya ada kontribusi dari developer dalam pembangunan infrastruktur. Mungkin itu pola yang paling tradisional yang berlaku di Indonesia,” ucap Bastari. (BRN)