Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan penerimaan negara dalam APBN Tahun 2023 mencapai Rp 2.443,6 triliun. Angka itu naik ketimbang APBN Tahun 2022 sebesar Rp 2.436,9 triliun. Pertumbuhan itu akibat adanya kenaikan penerimaan negara dari sektor perpajakan sebesar Rp 2.016,9 triliun dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp 426,3 triliun.
“Ini pertama kali di dalam sejarah Indonesia penerimaan perpajakan menembus angka Rp 2.000 triliun,” ungkap Menkeu dalam Konferensi Pers Nota Keuangan dan Rancangan Undang-Undang APBN 2023 secara hibrid, Selasa, 16 Agustus 2022.
Lebih rinci Menkeu menjelaskan, estimasi penerimaan perpajakan sebesar Rp 2.016,9 triliun atau tumbuh 4,8 persen merupakan estimasi. Hal ini seiring penerimaan pajak di tahun 2021-2022 berasal dari windfall komoditas serta Program Pengungkapan Sukarela (PPS). Windfall komoditas berhasil menyumbang penerimaan pajak tahun 2021 sebesar Rp 117 triliun, dan meningkat di tahun 2022 sebesar Rp 279 triliun. Sedangkan PPS tahun 2022 menghasilkan penerimaan pajak Rp 61 triliun.
“Jadi tahun ini ada extra revenue yang berasal dari windfall mapun PPS. Tahun depan, ini mungkin tidak berulang dan untuk komoditasnya mungkin lebih soft. Kami perkirakan penerimaan pajak dengan windfall yang lebih soft adalah di Rp 1.715 triliun atau naik 6,7 persen,” jelas Menkeu.
Dari sisi penerimaan kepabeanan dan cukai tahun 2023, Menkeu memperkirakan sebesar Rp 301,8 triliun atau turun dari outlook tahun 2022 yaitu Rp 316,8 triliun. Hal ini karena aspek komoditas yang hanya akan menyumbang Rp 9 triliun.
Sementara itu, PNBP dalam RAPBN 2023 juga diperkirakan menjadi Rp 426,3 triliun atau turun 16,6 persen dari outlook 2022. PNBP dari sumber daya alam dipengaruhi prospek harga komoditas migas dan minerba yang tidak setinggi tahun 2022.
“Sedangkan PNBP lainnya seperti yang kita peroleh dari Badan Layanan Umum dan dari Kementerian/Lembaga relatif steady,” pungkas Menkeu. (BRN)