REI Regional I Sumatera Desak Pemerintah Tetapkan Harga Rumah Subsidi

Pelaku usaha properti di wilayah Sumatera berharap pemerintah segera merealisasikan penyesuaian harga jual rumah bersubsidi.
0
387

Jakarta – Pelaku usaha properti di wilayah Sumatera berharap pemerintah segera merealisasikan penyesuaian harga jual rumah subsidi. Pasalnya, selama tiga tahun terakhir belum ada penyesuaian harga jual rumah khusus masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

“Bisnis pengembangan hunian bagi MBR sudah berat karena adanya kenaikan harga material secara drastis dalam dua tahun terakhir. Terlebih, dengan adanya kenaikan harga BBM subsidi sehingga dapat dipastikan harga material dan biaya produksi akan semakin tinggi,” tutur Koordinator Regional I Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia, Mohammad Miftah, saat menggelar Rapat Regional I REI se-Sumatera, di Jakarta, Kamis, 8 September 2022.

“Padahal, industri rumah bersubsidi berkontribusi besar terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional, menggerakkan ekonomi rakyat dan menyerap jutaan lapangan pekerjaan,” kata Miftah.

Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) REI Sumatera Utara Andi Atmoko Panggabean mengatakan, pengembang asal Pulau Sumatera berkumpul di Jakarta. “Kami berkumpul di Jakarta guna menyuarakan bisnis properti di daerah dalam kondisi tidak baik-baik saja. Untuk itu, bisnis ini butuh perhatian dari pemerintah pusat,” tukas Moko.

Ketua DPD REI Jambi Ramond Fauzan mengakui, bagi pemerintah masalah penyesuaian harga jual rumah bersubsidi merupakan isu sensitif. Hal ini seiring penyesuaian harga BBM subsidi yang akan mendongkrak inflasi. “Kami pahami bahwa langkah menyesuaikan harga jual rumah subsidi dalam kondisi saat ini akan memicu inflasi. Namun, pertaruhannya adalah industri properti khusus rumah MBR di daerah bakal terganggu. Ini akan berimbas terhadap serapan tenaga kerja dan perekonomian daerah,” tegas Ramond.

Asosiasi pengembang perumahan sudah mengajukan usulan penyesuaian harga jual rumah bersubsidi. Besaran usulan penyesuaian yakni sebesar 7-10 persen. Sejak akhir 2021 lalu, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) telah merangkum usulan penyesuaian harga dari asosiasi pengembang.

“Saat itu, kami berharap kebijakan tersebut terbit pada awal tahun 2022. Namun, ternyata hingga kini belum ada keputusannya,” ungkap Ketua DPD REI Kepulauan Riau, Toni.

Apabila tidak ada penyesuaian harga jual, pengembang rumah subsidi tentu akan semakin terbebani. “Program penyediaan rumah layak huni bagi MBR akan terancam. Ini karena pelaku industri properti tidak dapat menjalankan usahanya secara berkelanjutan,” tukas Toni.

Permasalahan LSD

Rapat Regional I REI se-Sumatera juga menyoroti permasalahan Lahan Sawah Dilindungi (LSD). Hal itu seiring penerapan Keputusan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nomor: 1589/SK-HK.02.01/XII/2021 tentang Penetapan Peta Lahan Sawah yang Dilindungi pada Kabupaten/Kota di Provinsi Sumatera Barat, Provinsi Banten, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Jawa Timur, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Bali dan Provinsi Nusa tenggara Barat.

“Kami sudah memperoleh berita acara hasil verifikasi faktual di wilayah Kota Padang. Di Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Padang sudah terdapat 2.741 hektare lahan sawah. Dengan adanya ketentuan LSD, jumlahnya menjadi 4.960 hektare. Praktis, lahan kosong yang ada di Kota Padang sudah berubah menjadi hijau seluruhnya,” imbuh Ketua Badan Pertimbangan Organisasi Daerah (BPOD) REI Sumatera Barat, Hendra Gunawan.

“Kita berharap agar ketentuan terkait LSD tetap mengacu pada Perda RTRW dan Perda Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) di masing-masing daerah. Pasalnya, masing-masing pemerintah daerah yang lebih memahami situasi dan kondisi faktual di daerah,” pungkas Miftah. (BRN)