
Ilustrasi kota masa depan. (Foto: Freepik)
“Kota cerdas tidak semata-mata bertumpu pada penerapan teknologi digital. Tumpuan utamanya itu justru kecerdasan sistemik. Kemampuan kota untuk menyerap, mengolah dan bertindak berdasarkan informasi yang efektif dan etis untuk layanan publik yang adil,” urainya.
Pada kesempatan yang sama Ketua Pengurus Nasional Ikatan Arsitek Lanskap Indonesia Dian Heri Sofian mengatakan, perencana kota harus berpikir cerdas dalam membangun kota cerdas. “Ketika kita berbicara cerdas maka kita sendiri harus cerdas untuk mengembangkan sebuah kota yang cerdas, kota yang inklusif, kota yang tangguh dan berkelanjutan. Kalau dari sisi lanskap kita selalu melihat bahwa guru yang terbaik adalah alam,” jelasnya.
Sementara itu, Guru Besar ITB Bidang Ilmu Kota Cerdas Berkelanjutan Ridwan Sutriadi mengatakan, saat ini agak sulit membedakan mana yang kota cerdas dengan kota cyber. “Ketika kita akan merumuskan kota cerdas, kita harus pula memahami 10 persoalan terlebih dahulu dari satu kota,” ujarnya.

Seminar Nasional Pembangunan Wilayah dan Berkelanjutan ke-3 “Membangun Perkotaan Cerdas, Inklusif, Tangguh Menuju Keberlanjutan Indonesia” (Tangkapan Layar Youtube Trisakti)
Persoalan pertama adalah selalu gamang antara menentukan kepentingan lokal atau nasional. Kedua, fokus ke technical process tanpa melihat political process dalam membangun kota. Ketiga, persoalan mengenai pembangunan kota itu berdasarkan kebutuhan atau keinginan. Keempat, berhubungan dengan merencanakan tata ruang atau semata-mata smart city merupakan sesuatu yang electronic space atau cyber city. Kelima, berhubungan dengan kota yang selalu di-branding sebagai kota cerdas atau penduduknya yang menjadi perhatian utama.
“Kemudian, apakah kita fokus kepada pemerintah atau aktor lain di luar pemerintah. Yang ketujuh, antara top up dan bottom down itu perhatiannya bagaimana. Kedelapan, tata ruang terutama yang sifatnya struktur dan pola atau struktur dan pola tidak berjalan karena sudah ada sistem logistik yang sudah berjalan. Kesembilan, kalau ingin pertumbuhan ekonomi secara pesat, tentu saja pertimbangannya industrial development, tapi di lain sisi penting juga mempertimbangkan green development. Yang terakhir ialah adalah orang-orangnya yang harus cerdas dan juga bagaimana kecerdasan orang-orang itu bisa ditularkan ke orang lain untuk menciptakan suatu kota yang bisa cerdas seluruhnya,” paparnya.
Ridwan menambahkan, ada delapan pendekatan konsep 8 kota cerdas. Pertama, harus integrated. Kedua, kota itu harus memiliki filosofi mendasar sesuai dengan sejarah dan budayanya. Ketiga, berhubungan dengan tata ruang. Keempat, basis ekonomi. Kelima, eksositem mulai dari penduduk, pilihan teknologi, proses perencanaan dan ekonomi berdaya saing. Keenam, orignalitas dari kota sehingga harus dipertimbangkan tingkat kesiapan teknologinya. Ketujuh, dampak dari teknologi yang digunakan. Terakhir, yang tak kalah penting adalah integrasi antara kebijakan perencanaan program proyek. (SAN)