Majalah REI Edisi Februari 2023
Assalamualaikum Wr. Wb.
Salam sejahtera bagi kita semua
Meski dihantam pandemi Covid-19, namun dua tahun terakhir ini sektor properti masih resilience (mampu bertahan dan pulih kembali). Bahkan jika dibandingkan dengan sektor usaha lain, industri properti nasional relatif lebih baik dan tidak terlalu terpuruk. Terlebih di subsektor residensial khususnya rumah tapak (landed house).
Isu resesi global di 2023 yang berhembus kencang juga tidak perlu terlalu berlebihan dikhawatirkan. Cukup direspon dengan kewaspadaan dan kejelian melihat peluang pasar. Pasalnya, industri properti sudah teruji tahan banting.
Sektor ini sudah pernah melewati berbagai krisis ekonomi di 1998, 2008 dan 2018 serta saat ini menghadapi dampak pandemi Covid-19. Sejarah mencatat, industri properti mampu bertahan, bangkit, pulih dan eksis kembali.
Kekuatan sektor properti nasional khususnya residensial terletak pada sebagian besar pasarnya yang didominasi oleh pembeli domestik. Selain itu angka kebutuhan rumah (backlog) di Indonesia juga masih cukup tinggi, dimana sebagian besar adalah pembeli rumah pertama untuk dihuni (end-user).
Di sisi lain, International Monetary Fund (IMF) telah memproyeksikan perekonomian Indonesia masih akan tumbuh 5% pada 2023. Bank Indonesia (BI) juga memperkirakan ekonomi Indonesia dapat tumbuh 4,5% hingga 5,3% di tahun ini.
Lalu bagaimana dengan dampak tahun politik di 2024 terhadap sektor properti? Berdasarkan data Rumah.com, secara historis dari tahun-tahun Pemilu sebelumnya, laju penyaluran kredit hunian relatif baik. Di tahun 2014 dan 2019 misalnya, laju penyaluran kredit hunian masih bisa tumbuh lebih baik dibanding kredit secara keseluruhan.
Ini semua adalah modal besar bagi pelaku usaha terutama di sektor properti untuk optimis menghadapi berbagai isu negatif di 2023. Pengembang harus tetap ekspansif membangun terlebih produk hunian yang kebutuhannya tinggi sekali.
Isu lain adalah menyangkut masih rendahnya minat masyarakat untuk membeli apartemen. Sejumlah riset menyebutkan, meski penjualan sudah mengarah tren positif, namun pertumbuhan pasokan dan harga diperkirakan masih tumbuh pada tingkat yang moderat.
Selain faktor eksternal seperti regulasi pengelolaan apartemen yang belum memadai, penyebab berkurangnya minat orang membeli apartemen tidak terlepas dari faktor internal. Salah satunya akibat banyaknya pemberitaan tentang proyek apartemen mangkrak atau tidak sesuai janji. Itulah mengapa, menurut riset Colliers Indonesia, saat ini konsumen hanya berminat pada proyek apartemen eksisting yang sudah terlihat progress fisiknya.
Tingkat kepercayaan masyarakat yang rendah tersebut tidak dapat terus dibiarkan. Kita harus cepat membenahi masalah ini secara bersama-sama. Pengembang yang akan membangun proyek apartemen perlu memiliki pengalaman dan profesionalisme yang cukup terlebih dahulu. Pasalnya, membangun apartemen lebih kompleks masalahnya dibandingkan rumah tapak. Selain itu, membangun apartemen juga butuh ilmu terutama survei pasar yang matang agar tidak mangkrak di tengah jalan.
Syarat kemampuan tersebut penting, sehingga pada akhirnya mampu menjaga kualitas dan imej proyek apartemen di mata masyarakat/konsumen. Ayo kita benahi ini agar pasar apartemen kembali diminati dan bangkit se-perkasa pasar hunian tapak.
Terakhir, tren pasar properti tidak terlepas dari peran dan cara pandang pengembang itu sendiri. Kitalah yang membuka dan menciptakan peluang. Ayo lawan isu-isu negatif dengan niat baik, semangat dan bukti kerja profesional kita.
Drs. Ikang Fawzi, MBA
Pemimpin Redaksi