Jakarta – Pengembang di sejumlah daerah mengaku hanya bisa pasrah atas kebijakan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang tidak menaikkan harga jual rumah bersubsidi untuk tahun 2021.
“Lemas,” demikian ditulis Ketua Dewan Pengurus Daerah Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (DPD REI) Khusus Batam, Achyar Arfan, via pesan digital yang diterima industriproperti.com, Sabtu, 9 Januari 2021.
Hanya satu kata itu yang disampaikannya untuk mengungkapkan kegundahannya terkait kebijakan terbaru yang dirilis Kementerian PUPR terkait tidak adanya kenaikan harga jual rumah subsidi untuk tahun ini.
Hal senada diutarakan Ketua DPD REI Sumatera Barat, Ardinal. “Kalau begitu, ya mau bagaimana lagi.. kita jalani saja,” ujarnya.
Ketua DPD REI Kalimantan Barat, Muhammad Isnaini menyebut, ini adalah tahun untuk bertahan. “2021 ini tahun bertahan. Belum rebound,” tandasnya.
Pendapat berbeda diutarakan Ketua DPD REI Aceh Muhammad Noval. Dia justru berharap harga jual rumah bersubsidi untuk tahun ini bisa naik. “Kami berharap harga rumah subsidi tahun ini bisa naik. Sebab biaya pembebasan lahan di sini mahal,” ucap Noval.
Menurut Noval, selama ini produk bahan bangunan yang beredar di Provinsi Aceh dikirim dari Kota Medan, Sumatera Utara. “Mulai dari besi, paku, seng, rangka baja, gipsum, cat, dan lain-lain, semuanya itu dipasok dari Medan. Untuk itu, kami meminta adanya perbedaan perlakuan terkait harga jual rumah subsidi di Aceh,” tegasnya.
Sementara itu, Ketua DPD REI Banten, Roni Hardiriyanto Adali menyatakan, dapat memahami alasan Kementerian PUPR tidak menaikkan harga rumah yang didukung pembiayaan KPR Bersubsidi dan Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) untuk tahun 2021.
“Kelihatannya alasan tidak menaikkan harga jual rumah bersubsidi cukup kuat untuk kondisi saat ini. Dalam situasi seperti sekarang, yang terpenting teman-teman pengembang masih bisa bertahan dulu dan cashflow-nya dapat berputar,” tegas Roni.
Roni menyebut, boleh saja harga jual rumah bersubsidi ditetapkan tidak naik di tahun ini. Namun, Pemerintah harus dapat memastikan percepatan penyerapan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bersubsidi.
“Pemerintah harus benar-benar memastikan percepatan penyerapan KPR bersubsidi bisa terlaksana. Terutama dari pihak bank pelaksana agar jangan terlalu selektif. Kami juga berharap agar pelaksanaan akad KPR dengan Subsidi Bantuan Uang Muka (SBUM) harus segera mulai bergulir,” ujar Roni.
Diwawancarai terpisah, Wakil Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat (DPP) REI, Royzani Sjachril berharap bahwa pengembang di daerah dapat menyesuaikan strategi bisnis agar tidak tergilas. “Ada sejumlah skenario bisa dijalankan agar dapat bertahan dalam situasi sulit. Misalnya, pengembang menyiasati untuk lebih jeli mencari dan membebaskan lahan dengan harga lebih murah.
Dia menyebut, diversifikasi strategi bisnis bisa juga dengan menerapkan rasionalisasi komponen biaya pembangunan. “Tapi tentunya tetap dengan mengacu spesifikasi teknis yang tidak menabrak ketentuan yang berlaku,” ucapnya.
Keputusan Kementerian PUPR tidak menaikkan harga rumah bersubsidi untuk tahun 2021 dilandasi empat hal. Pertama, karena tidak ada kenaikan biaya konstruksi yang signifikan sepanjang tahun 2020. Kedua, inflasi perdagangan besar sektor konstruksi sesuai data Badan Pusat Statistik (BPS) pada Desember 2020 (year on year) adalah 0,97.
Ketiga, berlimpahnya pasokan rumah yang siap akad berdasarkan data yang termuat pada aplikasi Sistem Informasi Kumpulan Pengembang (SiKumbang) per 7 Januari sebesar 227.183 unit, sedangkan target penyaluran KPR Bersubsidi dan BP2BT tahun 2021 hanya 212.066 unit rumah. Terakhir, tidak adanya kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) pada tahun 2020.
Ketua DPD REI Sumatera Selatan, Zewwy Salim menyatakan, selain keempat pertimbangan itu, Pemerintah mestinya juga memasukkan pertimbangan lonjakan biaya pembebasan lahan sebagai komponen yang cukup signifikan dalam pembangunan perumahan.
“Komponen lahan justru jauh lebih besar dibandingkan material bangunan. Porsinya bahkan bisa mencapai 30 persen dari total komponen biaya pengembangan perumahan. Sedangkan bahan bangunan hanya 10 persen dari total komponen biaya,” ucap Awi, sapaan akrabnya. (BRN)