Menkeu Pastikan Stabilitas Ekonomi 2023

Menkeu Sri Mulyani Indrawati pada Outlook Perekonomian Indonesia 2023 (Foto: Kemenkeu)
Jakarta – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memastikan stabilitas kondisi ekonomi Indonesia, baik dari sisi makroekonomi, fiskal dan moneter, serta sektor keuangan. Namun, Pemerintah meminta masyarakat untuk tetap mewaspadai kondisi global yang masih penuh ketidakpastian akibat geopolitik yang belum stabil.
“Jadi pilar dalam makroekonomi itu neraca pembayaran, APBN, moneter, dan pertumbuhan sektor riil. Nah ini yang kita akan coba terus perbaiki untuk memasuki tahun 2023, seperti yang disampaikan Presiden semakin sulit untuk diprediksi. Sebab faktornya bukan masalah ekonomi, tapi karena masalah geopolitik,” terang Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati saat menjadi panelis dalam Outlook Perekonomian Indonesia 2023, di Jakarta, Rabu, 21 Desember 2022.
Dalam menjamin stabilitas ekonomi, imbuh Menkeu, perlu adanya kewaspadaan dalam menyikapi kondisi global yang masih terus bergejolak dan dinamis. Perang Rusia-Ukraina dan kondisi RRT sebagai negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia yang saat ini sedang menghadapi lonjakan kasus Covid, perlu terus untuk diwaspadai.
“Situasi yang tidak pasti ini harus menjadi perhatian kita dalam mengidentifikasi risiko terhadap ekonomi. Risiko pertama, ekspor tentunya, karena itu adalah source of growth kita. Apakah ekspor itu akan growth-nya tinggi kayak kemarin kita mendapatkan pertumbuhan ekspor yang bisa di atas 20 persen. Bahkan bisa di atas 30 persen untuk beberapa bulan, atau itu akan mulai normal (kembali),” tuturnya.
Menkeu menyebut perlunya diversifikasi tujuan negara ekspor untuk tetap mempertahankan kinerja ekspor. India dan negara-negara di kawasan Timur Tengah bisa menjadi negara tujuan ekspor baru bagi Indonesia.
Kinerja Investasi
Kinerja investasi juga perlu menjadi perhatian Pemerintah. Menkeu menyebut bahwa Presiden sering menyampaikan mengenai hilirisasi dan perbaikan kebijakan investasi Indonesia. Selain itu, Menkeu juga menyebut bahwa kinerja investasi yang masuk ke dalam negeri juga terpengaruh suku bunga global yang sekarang cenderung meningkat sehingga berdampak terhadap appetite dan risiko investasi.
“Kita harus bekerja ekstra keras untuk menjaga investasi kita tumbuh di atas 6 persen bahkan mencapai di atas 7 persen,” lanjut Menkeu.
Konsumsi rumah tangga juga menjadi perhatian serius bagi pemerintah. Menkeu mengatakan konsumsi rumah tangga memiliki kaitan erat dengan daya beli masyarakat. Jika bicara tentang daya beli masyarakat, APBN menjadi shock absorber yang luar biasa. Tahun ini Pemerintah telah membelanjakan untuk subsidi kompensasi di atas Rp 500 triliun, dan tahun depan alokasi bansos mencapai Rp 470 triliun. Hal ini untuk menjaga daya beli masyarakat dan memberikan jaring pengaman sosial terutama kepada kelompok yang rentan.
“Jadi strategi fiskal kita adalah bagaimana menjaga dan terus memperbaiki fundamental sumber pertumbuhan ekonomi. Terutama yang memang bisa kita pengaruhi yaitu faktor di dalam negeri seperti konsumsi, investasi, policy, dan insentif supaya bisa meningkatkan competitiveness ekspor. Kemudian dari sisi kemampuan untuk attracting investment, dan government spending yang lebih produktif,” tukas Menkeu. (BRN)