Jakarta – Pengembang di sejumlah daerah skeptis terhadap relaksasi aturan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk terkait Kredit Pemilikan Rumah (KPR) Bersubsidi bagi pekerja kontrak. Mereka menganggap pelonggaran aturan itu mustahil untuk perusahaan swasta di luar skala nasional yang mempekerjakan pegawai kontrak.
“Relaksasi versi Bank BTN ini ibarat orang dalam kondisi dahaga, namun hanya mendapat air minum sebanyak dua sendok. Dahaganya tidak terobati, yang ada malah orangnya menjadi emosi,” tukas Ketua Dewan Pengurus Daerah Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (DPD REI) Sumatera Selatan, Zewwy Salim, saat berbincang dengan industriproperti.com, Rabu, 17 Februari 2021.
Analogi Awi, sapaan karib Ketua DPD REI Sumsel itu cukup relevan. Betapa tidak, relaksasi yang menyasar segmen pekerja kontrak itu hanya membidik pemberi kerja dari instansi TNI, Polri, aparatur sipil negara (ASN), serta pegawai kontrak pada perusahaan pelat merah dan anak usahanya. Selain itu, pengajuan KPR Bersubsidi yang tidak wajib PKS juga membidik calon debitur dari perusahaan swasta berskala nasional.
“Mengapa relaksasi ini hanya membidik perusahaan swasta skala nasional yang notabene adalah listed company. Kalau perusahaan sudah go public, untuk apalagi harus ada PKS karena toh mereka sudah listed company,” tandasnya.
Dari penelusuran industriproperti.com, pelonggaran itu termuat dalam Memo Bank BTN perihal Penyampaian Relaksasi Kebijakan Akad KPR Bersubsidi kepada Calon Debitur dengan Status Pekerjaan Pegawai Kontrak. Adapun masa kerja pegawai kontrak di perusahaan minimal selama dua tahun. Masa kerja ini juga dapat dihitung dari masa kerja di perusahaan sebelumnya, dengan syarat harus ada kesamaan sektor pekerjaan serta jeda maksimal masa kerja sebanyak-banyaknya selama satu bulan.
Dalam memo tertanggal 15 Februari 2021 itu terlampir daftar perusahaan swasta berskala nasional sebanyak 715 listed company.
Sekadar informasi, merujuk data PT Bursa Efek Indonesia, jumlah listed company per tanggal 17 Februari 2021 mencapai 728 perusahaan. Itu artinya ada 13 perusahaan emiten yang belum tergolong kategori skala nasional versi memo Bank BTN.
Awi menyebut, kebijakan relaksasi ini sebenarnya sangat bagus, apalagi mengingat situasi pandemi Covid-19 yang memicu kontraksi ekonomi nasional. Idealnya, pelonggaran aturan dalam penyaluran pembiayaan kredit perumahan bersubsidi dapat menimbulkan efek domino secara positif terhadap pertumbuhan ekonomi. “Sayangnya, pihak manajemen Bank BTN terlihat sangat berhati-hati dalam menerbitkan relaksasi yang sebenarnya sangat bagus ini. Kehati-hatian memang mutlak perlu di industri perbankan, namun tentu ada langkah antisipatif untuk itu. Misalnya saja dengan lebih mengenali calon debitur sehingga kebijakan relaksasi bisa berjalan lebih optimal,” tukasnya.
Sesuai catatan, dalam suatu kesempatan, Pelaksana Tugas Direktur Utama Bank BTN, Nixon L.P. Napitupulu menyatakan, sebagai bank yang fokus pada pembiayaan KPR, Bank BTN berkomitmen menjadi lokomotif pemulihan ekonomi nasional. “Realisasi dari komitmen itu bisa jadi meleset jika Bank BTN tidak segera melakukan perbaikan dalam penerapan strategi bisnisnya. Salah satunya terkait relaksasi aturan KPR Bersubsidi bagi pekerja kontrak,” tandas Awi.
Nasib Outsourcing
Ketua DPD REI Sumatera Utara, Andi Atmoko Panggabean, menyoal pegawai kontrak bekerja di perusahaan swasta skala nasional yang ada di dalam daftar Bank BTN. Namun, pegawai kontrak tersebut sebenarnya tercatat di perusahaan rekanan (outsourcing) pemasok tenaga kerja bagi perusahaan swasta nasional.
“Bagaimana nasib pekerja kontrak yang perusahaan tempatnya bekerja merupakan rekanan dari listed company yang namanya tercantum di data Bank BTN. Atau, perusahaan swasta nasional yang tidak tercantum di daftar Bank BTN, harus mengajukan persetujuan prinsip ke Kantor Pusat Bank BTN. Bisa terbayang betapa repotnya urusan izin prinsip itu nanti,” ujar Moko, sapaan karib pria yang kembali dipercaya memimpin REI Sumut.
Ketua DPD REI Khusus Batam, Achyar Arfan menyebut, di daerahnya banyak perusahaan asing memanfaatkan jasa pihak ketiga pemasok tenaga kerja kontrak. “Di Batam banyak pekerja outsourcing seperti itu,” ucapnya seraya melontarkan pertanyaan retoris, “apabila mereka tidak mendapat fasilitas rumah subsidi, sampai kapankah mereka bisa punya rumah?”
Lebih unik lagi informasi dari Manado, Sulawesi Utara. Bank BTN yang ada di Kota Tinutuan masih memakai ketentuan wajib PKS bagi pekerja honorer di instansi pemerintahan. “Saya baru mendapat informasi dari BTN Kantor Cabang Kota Manado bahwa untuk tenaga honorer di instansi pemerintahan masih tetap berlaku aturan lama yakni harus ada PKS dengan instansinya,” cetus Ketua DPD REI Sulawesi Utara, Sonny Mandagi.
Moko melanjutkan, risiko kegagalan kebijakan KPR Subsidi Bank BTN bagi pekerja kontrak relatif besar. Ironisnya, kebijakan ini terbit ketika bank yang fokus pada pembiayaan kredit perumahan tengah giat mengejar target laba. “Praktis, selama sebulan terakhir perolehan akad KPR subsidinya relatif minim karena adanya sejumlah kendala teknis dan non teknis. Sedangkan Bank BUMN lainnya, bank swasta, maupun bank pembangunan daerah (BPD), sudah berlari kencang,” pungkasnya. (BRN)