Guru Besar ITB: Apa yang Baru dari Skema KPBU di IKN?

0
1280

Jakarta – Pendanaan proyek pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) baru di Kalimantan Timur (Kaltim) dengan skema Kerjasama Pemerintah Badan Usaha (KPBU) menuai beragam pertanyaan. Pengamat menilai bahwa skema KPBU untuk pengembangan proyek IKN yang beredar saat ini masih mencuplik skema serupa yang sudah beredar setidaknya dua dekade lampau.

Guru Besar Institut Teknologi Bandung, Harun Alrasyid Lubis mengungkapkan, rencana pembangunan IKN sebenarnya sudah menguar sejak 20 tahun lalu. Skema pendanaannya pun mirip-mirip dengan yang beredar akhir-akhir ini. “Jadi, persoalan yang mau bangun ibu kota negara ini katanya kekurangan uang, lalu menarik swasta. Itu kan sudah kita bahas 20 tahun lalu, seperti (PPF) Public Private Fund, KPS (Kerjasama Pemerintah Swasta), dan terakhir KPBU (Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha). Tujuannya itu efisiensi dan inovasi. Sudah 20 tahun, mana yang efisien itu KPBU. Tunjukkan dong, berapa persen efisiensinya,” jelas Guru Besar Institut Teknologi Bandung (ITB) Harun Alrasyid Lubis kepada industriproperti.com melalui sambungan telepon, Rabu, 17 Februari 2021.

Harun meyarankan, skema KPBU jangan sampai melenceng dari tujuan awal. Hal lain yang mendapat catatan penting adalah kompetisi yang jelas dan transparan perihal keterlibatan pihak swasta di KPBU. “Jadi, enggak ada obat yang mujarab uangnya dari mana. Tapi, yang penting tujuan KPBU tadi itu jangan melenceng. Tujuan KPBU sudah jelas singkat, yaitu mencari yang kompetisinya harus dibuka lebar biar dapat yang bagus,” terang Harun.

“Apabila Pemerintah harus kredit pemilikan rumah (KPR) dalam tanda petik, seolah-olah negara ini berkredit untuk memiliki gedung-gedung dan perkantoran di sana. Swasta yang terlebih dahulu membangun. Itu kan sama dengan KPR. Berapa kali lipat harganya dibandingkan beli di awal? Minimum itu 4-6 kali dari harga awal,” tukasnya.

Harun menambahkan, pihak swasta yang terlibat dalam skema KPBU harus memiliki kredibiltas yang mumpuni, baik dari sisi kualitas maupun harganya. Pemerintah juga harus mengukur terlebih dahulu kemampuan dana untuk menutup ongkos pembangunan di IKN baru dalam skema KPBU.

“(Pihak swasta  dalam) KPBU harus dipastikan dahulu kualitasnya bagus dan harganya bagus. Sekarang sudah ditebak angkanya itu Rp466 triliun. Negara kalau mau kredit, ukur dulu seberapa besar kemampuannya. Kalau semua infrastruktur kredit, sanggup bayar enggak?” tukas Ketua Umum Masyarakat Infrastruktur Indonesia (MII).

Kejelasan mengenai skema KPBU juga menjadi salah satu hal penting. Skema KPBU diharapkan menjadi sebuah inovasi dalam pendanaan pembangunan sebuah kawasan.

“Lalu memang KPBU itu nanti bagaimana? Pendanaan semuanya swasta? Lalu nanti negara mencicil, begitu? Itu bukan inovasi. Itu namanya kasih pekerjaan ke kontraktor, kasih pekerjaan ke pengembang,” ucap pengajar pada Program Studi Teknik Sipil ITB.

Grand Design

Terkait pembangunan IKN, Harun menuturkan, harus ada grand design kota-kota baru di Indonesia baik di Pulau Jawa maupun di luar Pulau Jawa. Khususnya, di Pulau Jawa yang populasinya paling padat yang diprediksi akan mencapai 290 juta jiwa pada tahun 2045.

“Pembangunan IKN ini langkah yang sangat minimalis walaupun susah dananya. Kita harus punya grand design kota-kota barus secara nasional. Di mana saja kita mau bangun.  Itu juga kita kelagepan duitnya dari mana,” kata Harun.

Seperti diketahui, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) memperkirakan total pembiayaan proyek IKN mencapai Rp 466 triliun. Dari angka tersebut, porsi pembiayaan dengan skema Kerjasama Pemerintah Badan Usaha (KPBU) akan mencapai 54,6 persen atau Rp 254 triliun.

Adapun pembiayaan IKN melalui APBN porsinya hanya 19,2 persen atau Rp 89,472 triliun. Sisanya, pembiayaan berasal dari investasi langsung swasta ataupun BUMN sebesar 26,2 persen atau senilai Rp 122,092 triliun. (BRN)