
Koreg I REI menyerahkan Laporan Daerah pada Rakernas REI Tahun 2022 (Foto: Sandiyu Nuryono)
Jakarta – Pengembang daerah mengusulkan terbentuknya Kementerian Perumahan yang fokus untuk menangani program perumahan rakyat pasca Pemilu tahun 2024.
“Kami berharap terbentuknya Kementerian Perumahan secara tersendiri dan mandiri pada tahun 2024 mendatang. Kementerian ini harus berdiri sendiri, tidak tergabung dengan kementerian lainnya. Tujuannya agar lebih fokus, terarah dan optimal dalam mengurus program pembangunan perumahan di Indonesia,” tegas Koordinator Regional I Dewan Pengurus Pusat (DPP) REI Muhammad Miftah, saat menyampaikan Laporan Daerah dalam Rapat Kerja Nasional (Rakernas) Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) Tahun 2022, yang diselenggarakan di Sheraton Grand Jakarta Gandaria City Hotel, Selasa, 13 Desember 2022.
Miftah menegaskan, usulan pembentukan kembali Kementerian Perumahan guna menangani sektor perumahan rakyat sudah sangat mendesak. Hal ini karena tanggung jawab negara untuk pemenuhan kebutuhan perumahan bagi rakyat sudah sangat mendesak. “Upaya pemenuhan kebutuhan perumahan di tanah air sudah sangat mendesak. Sudah saatnya Pemerintah RI kedepan lebih menunjukkan kepedulian terhadap kebutuhan primer rakyatnya,” tegas Miftah.
Sejak era Presiden RI Joko Widodo pada tahun 2014, bidang perumahan tergabung dalam Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Nomenklatur perumahan secara mandiri sudah ada sejak era Kabinet Pembangunan III (periode 1978 – 1983).
Setelah berakhirnya Kabinet Reformasi Pembangunan periode 1998 – 1998, Presiden RI Abdurrahman Wahid serta Presiden RI Megawati Soekarnoputri meniadakan Kementerian Perumahan Rakyat dan Permukiman. Belakangan, Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono kembali menghidupkan Kementerian Perumahan Rakyat pada tahun 2004 silam.
Kementerian Teknis
Wakil Ketua Umum Koordinator Bidang Perizinan DPP REI, MT Junaedy mengakui, keberadaan kementerian teknis di bidang perumahan menjadi perkara yang mutlak. Apalagi, ketidakpastian kondisi global semakin menambah beban pelaku usaha pembangunan perumahan.
“Pelaku usaha properti banyak yang tumbang. Bukan hanya karena kondisi makro ekonomi semata, adanya ketidakpastian usaha menambah situasi makin pelik. Mulai dari vakumnya perizinan, ketetapan Lahan Sawah Dilindungi (LSD) yang tidak sejalan dengan ketentuan tata ruang, kualitas pelayanan publik, serta belum terbitnya aturan terkait harga jual rumah bersubsidi yang sudah tertahan selama tiga tahun,” tegasnya.
Junaedy mengutarakan, Pemerintahan Presiden Joko Widodo telah mengupayakan berbagai upaya penyelamatan ekonomi nasional. Misalnya, Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) serta menerbitkan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU CK) serta sejumlah aturan turunannya. “Semangat UU CK sebenarnya sangat bagus yakni untuk memangkas perizinan yang begitu kompleks. Namun, dalam pelaksanaannya justru bertolak belakang,” kata dia.
“Menteri PUPR Basuki Hadimuljono sebagai garda terdepan sukses dalam bidang pekerjaan umum. Namun, dalam bidang perumahan masih membutuhkan perhatian yang lebih besar,” ujar Junaedy. (BRN)