Pembahasan RUU IKN Diminta Tidak Abaikan Aspek Konstitusi
JAKARTA – Pembahasan Rancangan Undang-Undang Ibu Kota Negara (RUU IKN) mulai berproses di legislatif. Panitia kerja (Panja) RUU IKN sudah terbentuk dan bersepakat untuk membawa pembahasan RUU tersebut ke tingkat tim perumus (timus) pada awal Januari 2022 nanti. Namun, pembahasannya diminta tidak mengabaikan aspek-aspek konstitusi.
Ketua Masyarakat Konstitusi Indonesia (MKI) Muhammad Joni mengingatkan DPR-RI bahwa norma dalam penyusunan RUU IKN tidak sekadar cara pemindahan fisik IKN saja tetapi garis kebijakan negarawan haruslah juga berbasis analisis dari para ahli hukum konstitusionalis (jurist constitutionalist).
“RUU IKN ini jangan hanya fokus pada teknis urban development belaka, tetapi harus ditelisik juga dari sisi konstitusi dan dimensi konstitusionalitasnya. Kita semua perlu belajar dari UU Cipta Kerja yang kemudian dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi,” tegas lawyer yang juga Sekretaris The Housing and Urban Development (HUD) Institute tersebut, Jumat (24/12).
Joni menyarankan RUU yang disusun sebagai payung hukum IKN disusun dalam cakupan yang lebih luas dan komprehensif misalnya RUU Pembangunan Perkotaan.
Dari sudut pandang konstitusi, ada beberapa catatan yang diberikan Joni diantaranya mengacu kepada UUD 1945 mesti dipahamkan betul bahwa Pasal 18 ayat (1) sd. ayat (7) dan Pasal 18A ayat (1) dan ayat (2), Pasal 18B ayat (1) dan ayat (2) UUD 1945 itu masuk ke dalam Bab mengenai Pemerintah Daerah. Tidak ada disebutkan Bab mengenai Ibukota Negara.
“Karena itu, jika mengacu Pasal 18B ayat (1) UUD 1945 maka jalan berpikir yang dibangun dalam RUU IKN menghendaki IKN sebagai konsep hukum Pemerintah Daerah yang memiliki wilayah dan rakyat atau penduduk termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum adat dan hak-hak tradisional yang sudah ada dan masih hidup di dalam provinsi dan kabupaten/kota calon IKN,” tegasnya.
Menurut Joni, masih mengacu pada UUD 1945 Pasal 18 ayat (1) bahwa NKRI dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi dibagi atas kabupaten dan kota. Tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota mempunyai pemerintahan daerah. Sebab itu, IKN adalah Pemerintah Propinsi IKN yang dipimpin Gubernur.
Artinya, tidak dikenali nomenklatur yang lain, meski beralasan sebagai pemerintah daerah yang bersifat khusus (vide Pasal 18B ayat (1) UUD 1945).
“Jika mengacu UUD 1945, frasa Ibukota Negara itu bermartabat dan penting karena disebut dalam konstitusi. Oleh karena itu, setiap norma RUU IKN patut diulas tuntas dari sisi konstitusionalitasnya,” jelas Joni.
Kandidat doktor hukum itu juga meminta semua pihak untuk mencermati pasal yang melekatkan IKN dengan norma konstitusi bahwa MPR RI bersidang di ibukota negara (vide Pasal 2 ayat (2) UUD 1945). Berbeda dengan DPR RI dan DPD RI yang tidak eksplisit by constitution dinormakan bersidang di ibukota negara.
Selain itu, dalam Bab III UUD 1945 mengenai Kekuasaan Pemerintahan Negara, tidak dibunyikan Presiden dan Wakil Presiden berkedudukan di IKN. Justru BPK RI yang disebutkan dalam konstitusi berkedudukan di ibukota negara (vide Pasal 23G UUD 1945).
“Perlu dicermati lembaga negara yang disebutkan UUD 1945 dengan yang hanya dalam UU saja dalam konteks pemindahan IKN ini,” ujarnya.
Joni berpendapat bahwa IKN merupakan norma bermartabat dalam UUD 1945 karena dibunyikan terkait tempat sidang lembaga tertinggi negara (MPR RI) serta kedudukan BPK RI. Dengan demikian, maka beralasan jika RUU IKN perlu dibahas secara terbuka yang melibatkan partisipasi seluruh komponen masyarakat guna memenuhi syarat formil legislasi, serta diulas sebagai tema penting bernegara dan berkonstitusi guna memenuhi syarat materil.
Poin Substansial
Panja RUU IKN segera membawa pembahasan RUU tersebut ke tingkat tim perumus (timus). Rencananya, rapat tim tersebut dilakukan pada awal Januari 2022. “Awal pekan kedua (2022) kita sudah mulai rapat lagi,” kata Wakil Ketua Pansus dan Pimpinan Tim Perumus RUU IKN, Saan Mustopa di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, beberapa waktu lalu.
Saan juga menjadwalkan kunjungan tim ke Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, untuk mengecek lokasi ibu kota negara baru tersebut.
Dia mengklaim, poin-poin yang bersifat substansial atau inti dalam RUU IKN sudah selesai dibahas. Salah satunya yang selalu menjadi perdebatan adalah terkait Pemerintahan Khusus IKN yang saat ini telah disepakati menjadi Pemerintah Daerah Khusus IKN.
“Dengan catatan, kalau nanti di tim perumus belum selesai hal-hal yang dianggap sebagai substansi, maka kita akan bawa ke panja kembali,” tegas Politisi Partai Nasdem itu.
Sebelumnya, Ketua Panja RUU IKN, Ahmad Doli Kurnia menyarankan jumlah anggota tim perumus 11 orang. Rinciannya, sembilan orang perwakilan fraksi dan dua dari unsur pimpinan panja, yakni Junimart Girsang dari Fraksi PDI Perjuangan dan Saan Mustopa dari Fraksi NasDem. Saran itu disetujui semua anggota Pansus RUU IKN.
Panja RUU IKN masih membahas 34 daftar inventaris masalah (DIM) dari target 277 DIM yang menjadi usulan pemerintah hingga Rabu (15/12) malam. Rincian DIM itu, yakni 35 DIM tetap, 224 substansial, dan 18 DIM bersifat redaksional. (MRI)