
Ilustrasi (Foto: WIKA)
Jakarta – Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perppu Cipta Kerja) diharapkan mampu menciptakan iklim investasi yang kondusif. Pemerintah meyakini bahwa terbitnya aturan yang menggantikan UU Nomor 11 Tahun 2020 (UU CK) dapat memacu pertumbuhan lapangan pekerjaan.
“Tentu, yang namanya job market itu ada supply dan demand. Untuk demand side-nya itu dari investasi,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, dalam keterangan pers, Selasa, 10 Januari 2023.
Penetapan Perppu Cipta Kerja juga akan menjamin kesejahteraan para pekerja. Terlebih, bagi pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) akan memperoleh Jaminan Kehilangan Pekerjaan sebesar 45 persen dari gaji dan mendapatkan pelatihan berupa re-training dan re-skilling. Pekerja yang terkena PHK akan menerima kedua hal tersebut selama enam bulan.
“Investor butuh kepastian hukum. Kepastian hukum hadir melalui Perppu Cipta Kerja. Jadi, kalau kepastian hukumnya harus menunggu, maka investor akan wait and see. Kita tidak perlu ini. Karena kalau investor wait and see, maka satu pihak PHK-nya riil, tapi lapangan kerjanya menggantung. Nah ini kita mau mencocokkan,” ungkap Menko Airlangga.
Menko Airlangga menegaskan bahwa dalam situasi ekonomi yang tidak normal membutuhkan kemudahan berusaha dan iklim investasi yang lebih baik. Melalui Perppu Cipta Kerja, investor domestik dapat melakukan ekspansi usaha.
Ketidakpastian
Pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) tetap dapat melanjutkan usaha. Selain itu, Pemerintah bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga telah memperpanjang restrukturisasi kredit bagi UMKM hingga Maret tahun 2024.
Berbagai lembaga internasional telah memprediksi kondisi perekonomian tahun 2023 penuh ketidakpastian. Sebagai langkah antisipatif menghadapi ketidakpastian tersebut dan sekaligus untuk menjamin terciptanya kepastian hukum, Pemerintah telah menetapkan Perppu Cipta Kerja.
“Perppu ini kelanjutan dari UU CK yang oleh Mahkamah Konstitusi diamanatkan untuk dilakukan perbaikan sampai dengan November 2023. Namun kita ketahui bahwa saat ini dunia menghadapi ketidakpastian. Baik dari segi perang yang belum usai, pengaruh climate change dan bencana. Belum lagi adanya krisis di sektor pangan, energi, maupun di sektor keuangan,” tegasnya. (BRN)