PP Nomor 20/2021 Diklaim Bukan Ancaman

Pemberlakuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Telantar bukan merupakan ancaman keberlanjutan bagi dunia usaha.
0
659

Jakarta – Pemberlakuan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Telantar bukan merupakan ancaman keberlanjutan bagi dunia usaha. Negara tidak akan bertindak sewenang-wenang dalam menegakkan PP 20/2021 sebagai turunan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (UU CK).

“Pelaksanaan penertiban tanah dan kawasan telantar seolah menjadi ancaman bagi keberlanjutan dunia usaha. Itu tidak benar. PP Nomor 20/2021 secara jelas mengatur tahapan pelaksanaan penertiban dengan rentang waktu yang cukup panjang,” tegas Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan A. Djalil dalam sambutannya pada “Diskusi Nasional: Implementasi PP Nomor  20/2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Terlantar serta Dampaknya bagi Pengembang Kawasan Ekonomi” yang diselenggarakan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia bekerja sama dengan Himpunan Kawasan Industri (HKI) dan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), di Jakarta, Selasa, 29 Maret 2022.

Sofyan menuturkan, tujuan utama hadirnya PP 20/2021 adalah mendorong pelaku usaha mengupayakan, memanfaatkan dan memelihara hak atas konsesi tanah. Dia memastikan bahwa Kementerian ATR/BPN tidak akan bersikap semena-mena dalam upaya penertiban tanah telantar dan kawasan telantar tidak akan bertindak.

“Hanya pemegang izin konsesi usaha yang tidak mengindahkan peringatan untuk mengusahakan, mempergunakan dan memelihara hak atau izin konsesi bakal terkena PP 20/2021. Adapun pemberian sanksi yakni pencabutan izin dan hak atas tanah tersebut. Setelah penetapan, maka negara akan menguasai tanah telantar dan kawasan telantar itu,” tutur Sofyan.

UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UU PA) sudah mengatur terhapusnya hak atas tanah telantar. “Tindak lanjut penerapan hapusnya hak atas tanah terlantar sesuai PP Nomor 36/1998 tentang Penertiban dan Pendayagunaan Tanah Terlantar. Belakangan ketentuan itu berubah menjadi PP Nomor 11/2010,” tutur Sofyan.

Spekulan Tanah

Lebih jauh Menteri ATR/Kepala BPN mengatakan, terbitnya UU CK mempengaruhi sejumlah aturan di bidang agraria. “Bahkan ada substansi baru mengenai kriteria penertiban tanah telantar. Selama ini kita hanya mengatur tentang tanah telantar. Terbitnya PP 20/2021 ini juga mengatur tentang penertiban kawasan telantar,” bebernya.

Pada 6 Januari 2022, Presiden Joko Widodo mengumumkan pencabutan izin dan HGU atas tanah telantar. Pembenahan dan penertiban itu merupakan bagian dari perbaikan tata kelola pemberian izin HGU. “Sesuai amanat Presiden, Kementerian ATR/BPN akan melakukan penertiban tanah dan kawasan telantar secara berkesinambungan. Hal ini demi terwujudnya pengelolaan tanah secara transparan dan berkeadilan bagi masyarakat,” tukas Sofyan.

Pemegang hak atau badan usaha memiliki kesempatan membuktikan efektivitas pemanfaatan seluruh bidang tanah yang telah terbit haknya. Badan usaha yang secara baik memiliki perencanaan pemanfaatan tanah secara berkesinambungan tidak akan merasa terganggu terhadap implementasi PP 20/2021.

“Namun, bagi pelaku usaha yang tidak memiliki rencana yang baik, maupun spekulan tanah tentu akan merasa sangat dirugikan atas hadirnya PP tersebut,” pungkasnya. (BRN)