PSU Dipangkas, Komitmen Kabinet untuk Rumah MBR Dipertanyakan

Pagu Indikatif Kementerian PUPR Tahun 2024 untuk bantuan PSU dipangkas dari Rp 382 miliar tahun 2023 menjadi Rp 9 miliar (setara 820 unit).
0
618

Jakarta – Publik kembali mempertanyakan prioritas Kabinet Indonesia Maju dalam Program Sejuta Rumah, khususnya di bidang perumahan bersubsidi. Hal ini menyusul Pagu Indikatif Kementerian PUPR Tahun 2024 untuk bantuan prasarana, sarana dan utilitas (PSU) yang dipangkas dari Rp 382 miliar di tahun 2023 menjadi Rp 9 miliar atau setara 820 unit.

“Pemerintah semakin menurunkan skala prioritas bidang Program Sejuta Rumah, terutama terkait penyediaan perumahan MBR. Ada beberapa indikatornya. Pertama, hampir empat tahun belum keluar kebijakan kenaikan harga rumah bersubsidi. Kini, malah alokasi PSU tahun 2024 dipangkas menjadi hanya Rp 9 miliar,” ucap Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Himpunan Pengembang Permukiman dan Perumahan Rakyat (DPP Himperra) Endang Kawidjaja, saat dihubungi industriproperti.com, Rabu, 14 Juni 2023.

Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (DPP Apersi) Junaidi Abdillah berpendapat, selama sektor perumahan masih menjadi salah satu program pemerintah, maka alokasi PSU harus tetap menjadi prioritas. “Kalau alokasi PSU dipangkas, wajar jika kita mempertanyakan keseriusan Pemerintah dalam menjalankan Program Sejuta Rumah,” tandas Junaidi.

Junaidi mengatakan, pengalokasian anggaran PSU seharusnya sejalan dengan kebutuhan pembangunan perumahan. “Selama Pemerintah masih berkomitmen dalam upaya merumahkan rakyat maka ketersediaan anggaran PSU juga idealnya harus sejalan dengan penyediaan hunian yang tertuang dalam Program Sejuta Rumah,” imbuhnya.

Direktur Jenderal Perumahan Iwan Suprijanto menyampaikan pemangkasan dana PSU tahun 2024 dari Rp 382 miliar tahun 2023 menjadi Rp 9 miliar pada rapat di Komisi V DPR RI, Selasa, 13 Juni 2023. Sedangkan PSU tahun 2022 mencapai Rp 169 miliar atau 20.757 unit dari target semula sebesar 20.550 unit.

“Pagu Indikatif Tahun Anggaran 2024 Direktorat Jenderal Perumahan sebesar Rp 6,191 triliun. Salah satunya, bantuan PSU sebesar Rp 0,009 triliun sebanyak 820 unit,” demikian sebut Iwan Suprijanto dalam keterangan persnya.

Potensi Kisruh

Endang menyatakan, pagu PSU tahun 2024 merupakan bom waktu karena hanya akan menjadi potensi kisruh di kalangan pengembang. “Bayangkan, sebaran PSU sejumlah 820 unit untuk 10 provinsi dengan produktivitas rumah subsidi terbanyak se-Indonesia. Artinya, tiap provinsi hanya memperoleh dukungan PSU sebesar 82 unit saja,” ujarnya.

Ironisnya, kini pengembang perumahan bersubsidi menghadapi tuntutan untuk menaikkan kualitas produksi rumahnya. “Kementerian PUPR menuntut pengembang agar menjaga kualitas rumah yang dibangunnya. Pengembang diwajibkan menandatangani perjanjian kerja sama (PKS) tentang kualitas rumah bersubsidi. Mungkin dalam dua tahun setelah penandatanganan PKS itu tidak akan ada masalah. Namun, siapa bisa menjamin bahwa setelahnya harga jual rumah subsidi bakal naik,” tanya Endang.

Tuntutan pemenuhan kualitas produksi rumah, kata Endang, seharusnya selaras dengan penyesuaian harga jual unit rumah subsidi setiap tahun. Apabila pemerintah tidak mengumumkan adanya perubahan harga jual, maka idealnya berlaku kenaikan harga jual rumah bersubsidi. Adapun komposisi kenaikan harga jual rumah bersubsidi menyesuaikan dengan inflasi pada tahun sebelumnya.

“Mestinya, setiap tahun secara otomatis ada kenaikan harga jual rumah bersubsidi. Lebih baik lagi jika ada komitmen revisi Peraturan Menteri Keuangan (PMK) setiap tahun sehingga lebih fair buat penyediaan hunian bersubsidi,” tandas Endang.

Tabrak 2 UU

Ketua Umum The HUD Institute Zulfi Syarif Koto menyayangkan langkah Kementerian PUPR memangkas alokasi PSU di tahun 2024. Dia menilai kebijakan tersebut berpotensi menabrak setidaknya dua peraturan perundang-undangan yang berlaku. “Langkah Kementerian PUPR memangkas alokasi PSU tahun 2024 tidak sesuai amanat Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman (UU PKP). Utamanya Pasal 54 ayat 3 butir h tentang kewajiban pemerintah menyediakan PSU bagi perumahan MBR,” tutur Zulfi

Zulfi menilai, postur anggaran Kementerian PUPR di bidang perumahan untuk tahun 2024 juga bertolak belakang dengan Pasal 12 UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Ada tanggung jawab Pemerintah Pusat mengenai urusan wajib menyangkut layanan dasar kepada masyarakat di bidang perumahan. “Lampiran UU 23/2014 itu secara jelas membagi urusan Pemerintah dalam penyelenggaraan urusan perumahan rakyat. Mulai dari level pusat, provinsi, hingga tingkatan kabupaten/kota dalam hal penyelenggaraan PSU,” tegasnya.

Lebih jauh Zulfi menyatakan pemangkasan anggaran PSU juga bertolak belakang dengan Peraturan Menteri PUPR Nomor 7 Tahun 2022 tentang Pelaksanaan Bantuan Pembangunan Perumahan dan Penyediaan Rumah Khusus. “Terpangkasnya anggaran PSU itu jelas bertolak belakang dengan peraturan di internal Kementerian PUPR sendiri,” tegasnya. (BRN)