BNPB Bahas Konsep Hunian Korban Bencana

0
827

Jakarta – Wilayah Indonesia yang berada pada posisi ring of fire (daerah rawan letusan gunung berapi dan gempa bumi) menimbulkan tantangan terkait penanganan pasca bencana terutama masalah pengadaan hunian pengganti bagi para korban bencana. Sejumlah aspek teknis terkait penyediaan hunian layak bagi para korban bencana menjadi fokus perhatian Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB).

“Kualitas material yang tidak memenuhi standar menjadi salah satu alasan kendala saat quality control pembangunan rumah anti gempa,” ucap Direktur Bina Teknik Permukiman dan Perumahan Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Dian Irawati, saat mengikuti Workshop Nasional: “Strategi dan Tantangan Pelaksanaan Kebijakan Bantuan Stimulan untuk Pembangunan Rumah di Daerah Pascabencana” yang diselenggarakan BNPB, di Bekasi, Kamis, 17 Desember 2020.

Direktur Sistem dan Strategi Penyelenggaraan Perumahan Direktorat Jenderal Perumahan Kementerian PUPR, Dwityo Akoro Soeranto menyebutkan, Rencana Strategis (Renstra) Ditjen Perumahan Tahun 2020 – 2024 salah satunya adalah pembangunan rumah khusus terutama bagi masyarakat terdampak bencana. “Penyediaan permukiman kembali masyarakat terdampak bencana adalah tanggung jawab Pemerintah. Hal ini sebagaimana tertuang dalam Pasal 102 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman,” beber Dwityo.

Menurut Diwtyo, saat ini kurang dari separuh perumahan di Indonesia masih dalam kondisi tidak layak huni. “Pemerintah menargetkan pada 2024 mendatang angkanya bisa diturunkan hingga 30%,” ucapnya.

Ketua Pusat Studi Bencana Universitas Gadjah Mada (UGM) Syamsul Maarif mengatakan, tantangan dalam penanganan bencana di Indonesia adalah penyediaan hunian tahan gempa. “Indonesia ditakdirkan untuk menghadapai bencana alam karena posisinya berada di ring of fire. Tujuan didirikannya BNPB, adalah untuk melakukan koordinasi. Bukan koordinasi lintas sektoral, namun koordinasi agar bagaimana masyarakat dapat hidup dalam kondisi yang penuh dengan risiko bencana alam,” tegas kepala BNPB periode 2008 – 2015 itu.

Anggota Tim Penanggulangan Bencana Universitas Gadjah Mada, Ashar Saputra menyatakan, pembangunan rumah bagi korban bencana dapat dilakukan hanya dalam tempo lima hari saja. “Pembangunan rumah bagi korban bencana menggunakan teknologi Domus, inovasi rumah permanen instan dengan pondasi eksisting. Teknik ini diharapkan bisa menjadi alternatif solusi membangun rumah untuk korban bencana.” ucapnya. (BRN)