REI Masih Menunggu Penetapan Harga Baru Rumah Subsidi
JAKARTA – Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (REI) mendesak pemerintah segera menetapkan kenaikan harga rumah bersubsidi tahun 2022 yang sudah dibahas sejak akhir tahun lalu. Jika harga rumah subsidi tidak naik jelang semester kedua tahun ini, dipastikan akan semakin menganggu cashflow pengembang.
Ketua Umum DPP REI, Paulus Totok Lusida menyebutkan pihaknya dan pemerintah sudah menyepakati kenaikan harga rumah subsidi di kisaran 7% pada 2022. Tetapi hingga jelang akhir Maret 2022 belum ada kabar lanjutan terkait kesepakatan harga baru rumah subsidi tersebut. REI mengaku masih menunggu update informasi tersebut dari pemerintah.
“Sudah kita sepakati dengan Kementerian PUPR sekitar 7%, bahkan sudah dilakukan sosialisasi oleh PUPR mengenai besaran kenaikan tersebut. Namun sampai saat ini katanya masih dalam pembahasan di Kementerian Keuangan. Kami tidak tahu sejauh mana pembahasannya dan berapa persen (kenaikan) yang disetujui,” ujar Totok kepada Industriproperti.com, Senin (21/3/2022).
Kenaikan sebesar itu, tambah Totok, mempertimbangkan daya beli masyarakat apalagi saat ini masih dalam kondisi pandemi. Padahal, kalau mengacu kepada kenaikan harga bahan-bahan material kenaikan sebesar 7% tentu tidak cukup.
Menurut Totok, harga material terutama besi, semen dan tanah sudah naik sangat signifikan. Bahkan kenaikan material besi sudah mencapai 30%-50%. Demikian pula dengan upah tukang juga bertambah tinggi karena ketersediaan tukang terbatas karena banyaknya pembangunan proyek infrastruktur pemerintah.
“Sementara harga rumah bersubsidi tidak naik sejak tiga tahun lalu. Ini tentu menjadi dilema bagi pengembang rumah bersubsidi dalam penyediaan rumah bagi masyarakat berpenghasilan rendah,” ungkap pengusaha properti asal Jawa Timur tersebut.
Harapan
Ketua DPD REI Banten, Roni H Adali pun menyampaikan harapan sama supaya pemerintah segera menaikkan harga rumah bersubsidi. Menurutnya, selain alasan tidak ada koreksi harga rumah subsidi dalam beberapa tahun terakhir, harga bangunan juga terus menanjak. Misalnya saja harga besi yang naik paling siginifikan mencapai 100%.
“Persoalan harga rumah subsidi ini perlu disikapi karena berkaitan dengan kepastikan pasokan rumah untuk Program Sejuta Rumah yang dicanangkan Presiden Jokowi,” ujar Roni.
REI Banten pada 2022 menargetkan pembangunan rumah subsidi sebanyak 15.000 unit.
Sementara M. Andi Kurniawan, Sekretaris DPD REI Jawa Tengah (Jateng) mengungkapkan harga bahan material terus merangsek naik di tengah cashflow pengembang rumah subsidi yang sangat sulit di masa pandemi. Sementara pemerintah sudah sudah tiga tahun tidak merevisi harga rumah subsidi.
Saat ini, harga rumah subsidi di Jateng sebesar Rp150,5 juta per unit. REI Jateng berharap harga bisa naik di angka psikologis menjadi Rp200 juta per unit. Seiring dengan kenaikan material bangunan dan tanah.
“Dengan harga jual tersebut pengembang akan lebih leluasa mencari tanah yang strategis dan tidak terlalu jauh dari pusat aktivitas masyarakat,” kata Andi seperti dikutip dari Majalah RealEstat Indonesia.
REI Jateng mengaku sudah menganalisa kenaikan harga rumah subsidi tersebut dengan memprediksi kenaikan harga tanah dan harga konstruksi di 2022.
Tahun ini, REI Jateng menargetkan pembangunan rumah bersubsidi bisa meningkat 100% dari realisasi pada 2021 sebanyak 10.559 unit.
Ganggu Cashflow
Ketua DPD REI Nusa Tenggara Timur (NTT) Bobby Pitoby menyampaikan harapan senada. Dia mendesak pemerintah bisa segera menaikkan harga rumah subsidi karena plafon harga saat ini sudah sangat menganggu cashflow pengembang.
“Kami sangat paham kesulitan masyarakat, namun sudah tiga tahun ini harga jual juga sudah tidak naik. REI NTT berharap harga ada penyesuaian karena harga bahan bangunan dan ongkos kerja sudah tinggi,” ungkap dia.
Harga tanah di NTT, imbuh Bobby, terus merangsek naik. Pada 2019-2020 harga lahan naik sekitar 5%, sedangkan 2020-2021 juga naik 5%. Sementara bahan baku material naik rata-rata 30%-35% terutama besi, dan juga kenaikan upah tukang bangunan.
“Sudah sangat urgent, karena biaya produksi tidak lagi bisa tertutupi oleh harga jual terutama untuk pengembang kecil akibat marjin cukup tipis,” kata Bobby.
Menurutnya, pengembang di NTT sebagian besar membangun rumah subsidi, dan hanya sekitar 5% yang membangun rumah komersial sehingga soal harga rumah subsidi cukup memengaruhi kondisi pasar perumahan di daerah tersebut. (MRI)