FORKAS Ungkap 7 Kendala Wujudkan Kemudahan dan Kepastian Berusaha
Jakarta – Sejumlah persoalan menghadang dalam proses mewujudkan kemudahan dan kepastian berusaha, untuk mendorong ekspor dan daya saing produk Indonesia. Salah satunya kendalanya adalah Persetujuan Impor (PI) bahan baku dan penolong antara Kemenperin dengan Kemendag belum terintegrasi NSPK persetujuan sehingga membuat tidak ada kepastian.
“Yang kedua adalah pengurangan kuota PI bahan baku/ bahan penolong berdasarkan kebijakan otoritas membuat tidak ada kepastian perencanaan produksi. Kami menginginkan adanya NSPK yang mengatur masalah ini,” jelas Ketua Umum Forum Komunikasi Asosiasi Pengusaha (Forkas), Mochammad Turino Junaedy dalam FGD (Focus Group Discussion) dengan tema “Mewujudkan Kemudahan dan Kepastian Berusaha, untuk Mendorong Ekspor dan Daya Saing Produk Indonesia” secara virtual, Senin , 8 Agustus 2022.
Junaedy melanjutkan, permasalahan ketiga adalah adanya perbedaan penetapan HS Code (hasil lab) Negara eksportir dengan negara importir. Permasalahan ini berpotensi sanksi re-ekspor. Kemudian, keempat, belum terakselerasinya sistem (SINAS, INATRADE, INSW) dalam satu kesatuan NSPK, SLA antar K/L dan belum internet of think.
Selanjutnya yang kelima adalah sering terjadinya rollback dalam implementasi sistem SINAS, INATRADE dalam INSW. Keenam. sering terjadi perubahan dan berlakunya regulasi dengan cepat tanpa transisi membuat vakumnya sistem lapangan.
“Yang ketujuh adalah kurangnya sosialisasi, Bimtek, Helpdesk dengan banyaknya regulasi dan sistem dengan sanksi yang berat, membuat setiap regulasi atau sistem menjadi penghambat dalam berusaha investasi. “Kami ingin dengan ini apa yang kita sinergikan sama-sama,” ucap Junaedy.
Pada kesempatan yang sama Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso menyatakan keoptimasannya terhadap perekonomian Nasional . Salah satu penopang perekonomian nasional berasala dari kegiatan ekspor dan impor.
“Kita masih optimis perekonomian nasional kita masih akan baik di tengah ketidakpastian global dan salah satu yang kita andalkan adalah ekspor dan impor,” ujar Susiwijono.
Dampak
Permasalah tersebut memberikan sejumlah dampak, seperti ada keraguan dalam berkontrak antar para pelaku usaha. Kemudian adanya ketidakpastian dalam manajemen produksi. Yang ketiga adalah produksi tidak optimal dan produk yang dihasilkan tidak berdaya saing global.
“Ini adalah permasalahan kita bersama. Harapan kami dengan adanya pertemuan ini ada beberapa solusi yang bisa menjadikan tujuan, yaitu adalah meningkatkan produktivitas berdaya saing global dan meningkatkan volume ekspor 20-30 persen,” terang Junaedy.
Tujuan yang berikutnya adalah mendapatkan persetujuan impor bahan baku dan bahan penolong sesuai dengan kebutuhan produksi dengan kepastian NSPK yang terukur dan transparan. Ketiga, adanya relaksasi regulasi HS Code dan penghapusan sanksi re-ekspor atas kesalahan administrasi HS Code yang tidak signifikan.
Keempat, akselerasi, integrasi dalam perangkat sistem yang handal prizinan antar K/L disertai regulasi NSPK dan SLA dengan internet of think tanpa adanya rollback yang berlebihan. Kelima, perubahan regulasi dengan masa transisi tanpa adanya vakum layanan. Keenam, diadakan Bimtek dan helpdesk atas regulasi dan sistem perizinan di setiap K/L.
Ketujuh, membentuk tim helpdesk K/L bersama asosiasi memberikan bantuan atas hambatan layanan. Delapan, terjadinya peningkatan pertumbuhan ekspor dan produktivitas sebanyak 20-30 persen dari kondisi eksisting. Caranya dengan membenahi regulasi atau sistem terkait guna meningkatkan daya saing produk lokal berdaya saing global di luar negeri. (SAN)