Urgensi Integrasi Tata Ruang dan Pertanahan

Salah satu tantangan yang dihadapi dalam integrasi tata ruang dan pertanahan adalah dalam menyusun rencana tata ruang membutuhkan peta dasar, terutama untuk RDTR.
0
75
Urgensi Integrasi Tata Ruang dan Pertanahan

Jakarta – Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2021 tentang Tata Cara Penyusunan, Peninjauan Kembali, Revisi, dan Penerbitan Persetujuan Substansi Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi, Kabupaten, Kota, dan Rencana Detail Tata Ruang menegaskan pentingnya integrasi tata ruang dan pertanahan dalam perencanaan pembangunan wilayah.

“Integrasi tata ruang dan pertanahan menjadi pondasi penting untuk mendukung pembangunan berkelanjutan tidak hanya dari sisi ekonomi, tetapi juga risk, bagaimana sisi sosial dan sisi sosial menjadi sangat penting dalam proses merencanakan tata ruang,” jelas Direktur Bina Perencanaan Tata Ruang Daerah Wilayah I Direktorat Jenderal tata Ruang Kementerian ATR/BPN Suyus Windayana dalam Webinar Tata Ruang Series: Integrasi Pertanahan dan Tata Ruang dalam Penyusunan RDTR, Kamis, 14 Agustus 2025.

Integrasi ini bertujuan untuk memastikan pemanfaatan lahan dilakukan secara optimal sesuai peruntukan dan memiliki kepastian hukum. Namun dalam implementasinya masih dijumpai permasalahan pertanahan yang belum terintegrasi baik dalam RDTR. Hal ini berpotensi menimbulkan konflik kepentingan, pemanfaatan lahan yang tidak optimal, dan dampak negatif terhadap lingkungan maupun tata kelola wilayah.

Ketidaksesuaian antara peta bidang tanah dengan peta RDTR juga dapat menyebabkan permasalahan dalam pembangunan infrastruktur. Kesalahan dalam tahap perencanaan maupun pelaksanaan akibat perbedaan peta dapat mengakibatkan kerugian finansial dan waktu. Oleh sebab itu, sangat penting pengintegrasian aspek pertanahan dan RTR sehingga dapat tercipta perencanaan pembangunan yang optimal.

“Jadi saya berharap nanti tata ruang yang kita siapkan khususnya RDTR yang sudah kita coba integrasikan dengan peranahan bagaimana ini memberikan kepastian ya kepastian hukum baik bagi masyarakat maupun investor. Kepastian juga untuk berinvestasi,” imbuhnya.

Dasar Hukum Integrasi Tata Ruang dan Pertanahan

Sejatinya, integrasi tata ruang dan pertanahan telah diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). Direktur Bina Perencanaan Tata Ruang Daerah Wilayah I Direktorat Jenderal Tata Ruang Kementerian ATR/BPN Rahma Julianti mengatakan, untuk mencapai cita-cita bangsa dan negara diperlukan rencana tata ruang yang terintegrasi. Demikian halnya dalam dalam Undang-Undang Cipta Kerja yang secara implisit menyebut integrasi tata ruang dan pertanahan, yakni di Pasal 2 maupun Pasal 14.

“Jadi secara filosofi sebetulnya memang sudah cukup banyak dasar hukum yang mengamanatkan diperlukannya integrasi terkait pertanahan diangan dan juga dengan rencana tata ruang. Tetapi memang seperti tadi disampaikan oleh Pak Dirjen, mungkin proses integrasi ini belum berjalan dengan mulus dengan adanya penggabungan dua institusi. Sebelumnya tata ruang ada di Kementerian PU, sekarang sudah bergabung di BPN,”urainya.

Tantangan

Salah satu tantangan yang dihadapi dalam integrasi keduanya adalah dalam menyusun rencana tata ruang membutuhkan peta dasar, terutama untuk RDTR. Peta dasar tersebut sejatinya disediakan oleh Badan Informasi Geospasial (BIG), namun untuk skala yang lebih detail, yakni 1:5.000 masih belum bisa disediakan. Namun, data tersebut telah di sediakan oleh BPN dengan skala yang cukup detail.

“Sebetulnya kita juga mengharapkan bahwa data-data peta bidang tanah ini juga bisa dimanfaatkan untuk proses penyusunan rencana detail tata ruang maupun rencana tata ruang yang lain,” kata Rahma.

Rahma pun merekomendasikan agar penyusunan rencana tata ruang ini lebih baik dengan memanfaatkan teknologi dan menggunakan data agregat bidang tanah sebagai salah satu data dasar untuk penyusunan rencana tata ruang. (SAN)