Ini Tantangan Pengembangan Smart City

Ilustrasi Smart CIty (Foto: Istimewa)
Jakarta – Pengembangan smart city alias kota cerdas menghadapi sejumlah tantangan, seperti dalam hal ketersediaan dan manajemen data informasi. Selain itu, pentingnya sosialisasi smart city ke masyarakat, aturan yang tegas dalam implementasinya dan literasi digital yang masih rendah.
“Dibutuhkan sosialisasi tentang pentingnya smart city mengingat belum ada aturan yang tegas serta rendahnya literasi digital,” terang Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Digital, Ketenagakerjaan, dan UMKM Kemenko Perekonomian, Mohammad Rudy Salahuddin dalam Webinar Mengembangkan Kota Digital dan Sustainable diIndonesia, baru-baru ini.
Rudy menjelaskan, masyarakat berbondong-bondong untuk menggunakan teknologi digital. Tapi, secara awam digital masyarakat ini khususnya di Indonesia masih sangat kurang. Selain itu, penting pula memperhatikan infrastruktur teknologi informasi yang handal, merata dan scalable.
Yang tak kalah penting adalah ketersediaan dan manajemen data informasi yang masih menjadi kendala. Kemudian dalam keamanan, perlu sebuah sistem keamanan jaringan yang memantau dan mengendalikan arus lalu lintas jaringan/informasi berdasarkan standar yang ditetapkan.
Pengembangan smart city juga menghadapi tantangan berupa belum adanya regulasi mengenai pengelolaan perkotaan dengan pendekatan kota cerdas. Rancangan Peraturan Pemerintah tentang perkotaan masih dalam proses harmonisasi di Kemenkumham.
Kecepatan unduh fixed broadband yang ada sekarang hanya 26,11 Mbps. Ini lebih rendah ketimbang rata-rata global sebesar 105,11 Mbps. Sementara itu kecepatan unduh mobile internet sebesar 21,04 Mbps ketimbang rata-rata global 54,53 Mbps.
“Diperlukan terobosan inovasi dalam menciptakan aplikasi layanan e-government yang lebih cepat, efisien dan terintegrasi. Serta yang terakhir adalah terdapat kesenjangan antara kebutuhan talenta digital jumlah lulusan yang memang telah menguasai talenta digital,” urai Rudy.
Dalam 15 tahun ke depan, kebutuhan terhadap talenta digital ini sangat besar, yakni 9 juta talenta digital atau setara dengan 600 ribu orang per tahun. “Intinya kami saat ini sedang membuat strategi nasional ekonomi digital yang salah satunya bagiannya adalah bagaimana kita mengembangkan program smart city,” sambung Rudy.
Pentingnya Kebijakan
Pada kesempatan yang sama, Senior Urban Development Advisor Pablo Vaggione mengungkapkan, kebijakan national urban development, strategi tranformasi digital, pengembangan Indonesia smart City merupakan kebijakan yang sangat penting.
“Namun, pertanyaan besarnya adalah bagaimana membawa kebijakan tersebut berjalan seiring dengan sokongan finansial dan hubungan dengan berbagai sektor pemerintahan,” ucap Vaggione.
Vaggione melanjutkan, transformasi digital bukan merupakan hal utama dalam pengembangan kota cerdas. Namun, digitalisasi merupakan salah satu tools dalam pengembangan smart city.
“Jika ada pertanyaan apakah transformasi digital dapat mendukung pengembangan smart city maka jawabannya adalah iya. Tapi, jangan membuat kita bingung sendiri karena digitalisasi itu bukan tujuan utamanya. Tapi digitalisasi merupakan adalah sebuah alat untuk mencapai tujuan utamanya,” urai Vaggione.
Hal senada diutarakan Associate Professor (Dr) Department of Architecture, School of Design and Environment, National University of Singapore, Johannes Widodo. Menurutnya, teknologi digital hanyalah sebuah alat. Sistem teknologi analog dan manual masih berguna.
“Jadi saya pikir masalah yang sebenarnya kita hadapi saat ini adalah tak hanya melulu mengenai teknologi. Tapi, masalahnya adalah mengenai perubahan iklim, bencana alam, berkurangnya sumber daya alam, dan hilangnya keanekaragaman hayati,” pungkas Johannes. (SAN)