
Ketua Umum DPP REI Paulus Totok Lusida (Foto: REI)
Jakarta – Pemilik dan penghuni hunian vertikal diharapkan dapat melakukan pengelolaan rumah susun (rusun) secara baik dan profesional. Hal ini seiring efektivitas hunian vertikal sebagai salah satu solusi dalam penyediaan hunian layak bagi masyarakat.
“Perlu adanya kebijakan pengelolaan rusun yang baik agar tercipta keseimbangan antara hak dan kewajiban. Pengelolaan rusun harus dapat memberikan pelayanan pengelolaan yang terbaik bagi pemilik maupun penghuninya,” kata Ketua Umum Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perusahaan Realestat Indonesia (DPP REI) Paulus Totok Lusida, pada Pembukaan Musyawarah Nasional III Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Rumah Susun Seluruh Indonesia (P3RSI) secara virtual di Jakarta, Rabu, 26 Januari 2022.
Hal senada disampaikan Direktur Jenderal Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Iwan Suprijanto. “Rusun menjadi solusi atas perkembangan penduduk perkotaan yang cepat di lahan yang semakin terbatas. Kami harap pengelolaan rusun di Indonesia semakin baik dan profesional,” kata dia.
Menurut Iwan, semakin tingginya kepadatan penduduk akan berimplikasi terhadap urgensi sistem penyediaan perumahan dan akses infrastruktur dasar yang tepat. “Kami berharap pengelolaan rusun secara profesional. Pengelolaannya harus melibatkan tenaga-tenaga teknik terlatih dalam perawatan dan perbaikan semua komponen bangunan gedung. Hal ini guna menjaga umur bangunan sesuai dengan perencanaannya,” kata Iwan.
Di tengah tingginya kebutuhan akan rumah dan makin terbatasnya lahan perkotaan, pilihan untuk meningkatkan kepadatan penduduk dalam satu wilayah adalah hunian vertikal. Skema itu baik berupa high rise maupun low rise. Hal ini adalah solusi mengatasi kepadatan hunian sekaligus meningkatkan pasokan perumahan layak bagi masyarakat.
“Sesuai RPJMN 2020-2024, pemerintah menargetkan pada tahun 2024 sebanyak 70 persen rumah tangga menempati hunian layak. Capaian target itu baik melalui intervensi pemerintah secara langsung, atau intervensi tidak langsung,” tegasnya.
Tantangan Perumahan
Ke depan tantangan besar dalam pemenuhan kebutuhan rumah di Indonesia dapat terlihat dari pertumbuhan rumah tangga baru yang mencapai 3,2 juta per tahun. Berdasarkan data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Tahun 2019, rumah tangga eksisting adalah 7,8 juta.
Sebagai informasi, dalam RPJMN 2020-2024 pemerintah terus mendorong upaya peremajaan kota secara inklusif melalui konsolidasi tanah. Hal ini dalam rangka mewujudkan kota yang inklusif dan layak huni. Salah satu upayanya yakni pengembangan public housing berupa rusun perkotaan.
“Adanya public housing dan apartmen atau rusun yang dibangun pengembang swasta merupakan solusi praktis penyediaan hunian layak skala besar di perkotaan. Selain itu juga menjadi bagian penataan kota yang lebih komprehensif, baik dalam konteks urban renewal atau peremajaan, relokasi permukiman, atau pembangunan kota dan kawasan baru,” kata dia.
Iwan mengakui masih adanya kendala terkait pengelolaan apartemen atau rusun yang sudah terbangun. Mulai dari masalah kultur, ekonomi, teknis, hukum dan administrasi. Ada pula kendala dalam hal pembentukan Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS) yang merupakan satu badan hukum yang beranggotakan para pemilik dan penghuni sarusun.
Untuk itu pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 13 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Rumah Susun dan Peraturan Menteri PUPR Nomor 14 Tahun 2021 tentang PPPSRS.
“Kami berharap P3RSI dapat mendukung program pemerintah dalam membantu PPPSRS mengurus kepentingan pemilik dan penghuni. Urusannya antara lain berkaitan dengan kepemilikan, penghunian dan pengelolaan rusun yang berkaitan dengan benda bersama, bagian bersama serta tanah bersama. Pengelolaan apartemen atau rusun dapat menerapkan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan dengan skema audit dan pelaporan secara berkala kepada semua anggotanya,” tegasnya. (BRN)