
Ilustrasi (Foto: Istimewa)
Jakarta – Indonesian Tax Care (INTAC) mengungkap bahwa pajak terkait properti di Tanah Air jumlahnya sangat banyak dan rumit. Sedikitnya ada 13 pajak properti yang berlaku, antara lain PPh Badan Final (2,5%), BPHTB (5%) hingga PPh Bangun Guna Serah (5%).
“Sistem pajak untuk properti ini cukup rumit dan cukup banyak pihak-pihak yang terkait. Di investasi properti itu ada 13 pajak yang terkait. Di sini belum termasuk pajak atas bea balik atas rumah, termasuk ada juga pajak penerimaan yang tidak termasuk pajak,” ungkap Direktur Eksekutif INTAC, Basuki Widodo dalam Webinar Perkim Menguasai Pajak Perumahan Bagi Pengembang, Kamis, 7 Juli 2022.
Basuki menjelaskan, ada sejumlah permasalahan yang dihadapi para pelaku properti terkait pajak selain yang pertama rumit dan banyak jenis pajak yang harus dijalankan. Masalah kedua adalah banyak pihak terkait pelaksanaan pemungutan dan pemotongan pajak.
“Ketiga, minimnya para pelaku usaha properti terkait masalah pajak. Keempat, mahalnya biaya kepatuhan. Artinya, di sini harus ada konsultan dan lain sebagainya,” imbuh Basuki.
Permasalahan berikutnya adalah manajemen dan sistem pembukuan yang tidak mendukung kepatuhan pajak. Terakhir, masih belum optimalnya bimbingan pajak dari kantor pajak.
“Ini seringkali diabaikan oleh pengembang. Kalaupun mau membuat semacam pembukuan seringkali tidak mengakomodir kewajiban pajak,” ucap Basuki.
Kontribusi Developer
Pada kesempatan yang sama, Ketua DPD REI DIY Ilham Muhammad Nur mengatakan, para developer harus memberikan kontribusi terhadap negara.
“Begitu Anda semuanya sudah ingin menjadi developer saat ini juga harus mengatakan menyatakan diri bagian dari pemberi masukan kepada negara. Jangan ingkari. Kalau Anda ingkari jangan jadi pengusaha developer. Begitu Anda jadi developer Anda wajib memberi kepada negara,” jelas Ilham.
Adapun Ilham menambahkan permasalahan dan tantangan pajak properti bagi developer, yaitu yang pertama adanya perlakuan pajak yang tidak setara antara property primary dan property secondary. Para pengembang yang tergabung di REI bergerak di property primary yang hanya mengisi suplai rumah sebanyak 20%. Sementara siasanya yang 80 persen diisi dari property secondary.
“Karena itu, saya mengusulkan perlakuan yang sama atas seluruh transaksi atas tanah dan bangunan. Jadi, setiap orang atau setiap badan hukum yang melakukan penjualan atas tanah dan/atau bangunan pajaknya itu sama. Itu menimbulkan kesetaraan dan potensi pajak yang bertambah luar biasa bagi negara.,” kata Ilham. (SAN)