
Menkeu di acara "Unlocking Securitization Role in Developing Sustainable Finance" (Foto: Kemenkeu)
Jakarta – Menteri Keuangan RI, Sri Mulyani Indrawati mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk dapat bersinergi dalam mendorong pengembangan pasar pembiayaan perumahan di Indonesia. Sri Mulyani juga mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk membangun policy framework.
“Kerja sama yang erat dengan bank sentral melalui makroprudensial, OJK melalui mikroprudensial, dan Kementerian Keuangan dari sisi instrumen keuangan negara maupun dengan industri dan peran para investor itu menjadi sangat penting,” jelas Sri Mulyani dalam keterangan resminya, Kamis, 7 Juli 2022.
Menkeu menjelaskan, policy framework merupakan kerangka kebijakan dan mengembangkan aturan hingga instrumen dalam membangun ekosistem pembiayaan perumahan di Indonesia.
Bank Indonesia, kata Sri Mulyani, dalam hal ini dapat melakukan melalui policy makroprudential-nya, yaitu dengan menurunkan risiko dari Aset Tertimbang Menurut Risiko atau ATMR-nya untuk sektor perumahan dan melonggarkan loan to value.
“Tujuannya adalah agar lebih banyak yang berani mendanai sektor perumahan. Karena risikonya diturunkan bobotnya oleh bank sentral kita di dalam prudential frame– nya,” imbuh Sri Mulyani.
Sekuritisasi
Sri Mulyani menuturkan, sekuritisasi pada dasarnya adalah bagaimana sebuah aset KPR yang jangka panjang 15 tahun akan dicicil oleh pemiliknya. Aset tersebut menjadi underlying asset yang bisa di issued sebuah surat berharga baru. Kemudian, surat berharga tersebut dijual di secondary market yang disebut Efek Beragun Aset berbentuk Surat Partisipasi (EBA-SP).
“Aset di sini yaitu mortgage bukan rumahnya. Namun, cicilan tiap bulannya itu yang kemudian bisa di-package. Dan dibentuk dalam bentuk security baru surat berharga baru yang kemudian bisa dibeli oleh investor,” kata Menkeu.
Kemudian, lanjutnya, investor bisa meng-assess beberapa risikonya dan rate of return-nya bisa menciptakan likuiditas baru bagi penerbit EBA-SP. Kemudian, investor bisa meng-create mortgate baru lagi.
“Hal itu keinginan untuk mengejar kebutuhan yang begitu besar, 12 juta backlog sementara kemampuan kita untuk menggunakan APBN saja tidak akan bisa mengejar secara cepat,” katanya.
Direktur Jenderal Kekayaan Negara, Rionald Silaban mengatakan, instrumen sekuritisasi dapat menjadi salah satu skema creative financing. Skema itu dapat menjadi suatu sumber pendanaan yang berkelanjutan, khususnya untuk kepentingan pembiayaan di sektor perumahan. Oleh karena itu, Kementerian Keuangan mendukung penuh penerbitan EBA-SP yang dilakukan oleh SMF.
Adapun Direktur Utama SMF, Ananta Wiyogo menuturkan bahwa sekuritisasi merupakan bagian dari strategi Asset Liability Management, Risk Management. Sekuritisasi dapat digunakan sebagai pemenuhan rasio NSFR dan LCR bagi Perbankan.
“EBA-SP dapat menjadi diversifikasi investasi bagi para pemodal, menyediakan dana jangka panjang bagi penyalur KPR, yang merupakan mitigasi atas risiko maturity mismatch,” kata Ananta. (SAN)