
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Sofyan Djalil (Foto: Istimewa)
Jakarta – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Sofyan Djalil menyatakan akan merevisi aturan mengenai Ruang Terbuka Hijau (RTH) di Jakarta. Ini dilakukan salah satunya untuk menyelesaikan masalah RTH di Jakarta yang belum memenuhi kewajiban sebesar 30 persen.
“Bagaimana kita mengatasi puncak? Kalau kita bekerja bersama, saya akan mengubah aturan tentang RTH Jakarta. Sekarang harus kita tafsirkan Undang-Undang tentang RTH itu tidak boleh lagi berdasarkan wilayah kecil. Tapi, sebuah kawasan,” tegas Sofyan Djalil dalam Talkshow dengan Tema “Kolaborasi dalam Penyelamatan Kawasan Puncak Bogor” dalam rangkaian acara Hari Agraria dan tata Ruang di Jakarta, Jumat, 5 November 2021.
Lebih Jauh Sofyan mengatakan, Provinsi DKI Jakarta sudah tidak mungkin lagi memenuhi RTH sebesar 21 persen dari luas kota. Untuk itu, fungsi RTH akan memungkinkan menjadi 8 persen dan RTH DKI Jakarta bisa beralih ke kawasan Puncak, Bogor.
“DKI boleh beli tanah di Bogor, milik DKI tapi RTH DKI. Nanti pengelolaannya pada siapa? Kalau melalui Pemda Bogor tidak efisien, kita berikan kepada Pemko Bogor dengan perjanjian pinjam pakai, transfer atau apa begitu. Tapi kalau Pemda DKI bisa mengelelola itu dengan lebih baik, lakukan,” kata Sofyan.
Jika itu bisa terlaksana maka salah satu permasalahan banjir di DKI Jakarta harapannya akan berkurang. Sofyan mengatakan, dirinya telah berbicara dengan Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan, mengenai rencana tersebut.
“Saya sudah bicara dengan pak Gubernur DKI. Kalau Rp80 triliun APBD, bisa dialokasikan Rp1 triliun – Rp2 triliun setahun untuk meyelesaikan masalah ini, saya pikir banjir di Jakarta yang bersumber di atas itu akan sangat berkurang,” imbuh Sofyan.
Koordinasi dan Kolaborasi
Senada dengan Sofyan, Direktur Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang Kementerian ATR/BPN, Budi Situmorang menuturkan, pengalihan RTH Jakarta ke kawasan Puncak juga memiliki alasan ekologis. Untuk itu, kedua wilayah sebaiknya segera melakukan koordinasi dan kolaborasi sehingga bisa terwujud.
“Bagaimana caranya kita melakukan itu dengan syarat-syarat yang ada? Bagaimana pengaturan ruangnya? Sebenarnya di Perpres 60 Tahun 2020 sudah ada dengan kita menyaratkan bagaimana antardaerah itu bisa berkoordinasi atau berkolaborasi,” jelas Budi di kesempatan yang sama.

Talkshow dengan Tema “Kolaborasi dalam Penyelamatan Kawasan Puncak Bogor” (Foto: Istimewa)
Sementara itu, Kepala Bappeda DKI Jakarta, Nasrudin Djoko Surjono mengatakan, untuk memenuhi syarat RTH sebesar 30 sangat berat di DKI Jakarta. Capaian pembebasan RTH pada periode 2018-2020 baru seluas 98,29 hektare atau ekuivalen 0,148 persen melalui penganggaran sebesar Rp4,2 triliun.
“Fiskal kita di 2020 kita agak sedikit mengalami kontraksi memang dari yang seharusnya kita targetnya kalau RPJMD di 2022 itu Rp115 triliun, kemudian di sesuaikan sampai Rp80 triliun. Untuk memenuhi ini memang tantangan tersendiri,” terang Nasrudin.
Revisi RTRW
Nasrudin menjelaskan, penyediaan RTH DKI seyogyanya memang menerapkan pendekatan ecoregion. Pendekatan tersebut akan menempatkan DKI Jakarta menjadi bagian dari sistem ekologis wilayah Sungai Ciliwung, Cisadane. Ini sekaligus merupakan hilir dari megapolitan dari Jabodetabekpunjur (Jakarta-Bogor-Depok-Tangerang-Bekasi-Puncak-Cianjur).
Adapun Bupati Bogor, Ade Munawarah Yasin menambahkan, pihaknya terkait RTRW akan merevisi tentang keberadaan peruntukan kawasan hutan lindung. Selain itu, untuk penyesuaian Perpres No.60 Tahun 2020 Tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Jabodetabekpunjur yang berpotensi akan menambah luasan RTH di kawasan Puncak.
Berdasarkan Perda RTRW No. 11 Tahun 2016, ucap Ade, bahwa alokasi lahan sebagai RTH di kawasan yang terdiri dari Kecamatan Ciawi, Megamendung dan Cisarua. Ketiga wilayah tersebut memiliki luas sebesar 18.347,06 hektare. Untuk kawasan konservasi seluas 3.291,17 hektare, hutan lindung seluas 963,56 hektare, hutan produksi seluas 2.122,70 hektare dan peruntukan perkebunan seluas 3.888,03 hektare.
“Kalau kita persentasekan dari luasan yang tadi, itu kita membutuhkan alokasi RTH adalah sebesar 55,95 persen,” pungkas Ade. (SAN)