PBG Rumah MBR Harusnya Jangan Dipungut Retribusi

0
962

JAKARTA – Pengamat Hukum Properti dan Perumahan, Muhammad Joni mengingatkan para kepala daerah untuk tidak mempersulit terbitnya Persetujuan Bangunan Gedung (PBG). Sebelum adanya Peraturan Daerah (Perda) Retribusi PBG dia mendesak pemerintah daerah tetap menerbitkan PBG terlebih untuk rumah MBR (masyarakat berpenghasilan rendah).

Dia menegaskan ketiadaan Perda Retribusi PBG jangan sampai menghambat dan menjadi beban bagi masyarakat. Joni merujuk kepada hak dasar dan amanat konstitusi Pasal 28H ayat 1 UUD 1945, yang seharusnya menjadi acuan pemerintah dan pemerintah daerah (pemda) untuk tidak memungut retribusi dari perumahan MBR atau public housing.

“Terbitnya PBG bagi perumahan MBR justru menjadi indikator pemerintah daerah pro-MBR atau tidak. Ini harus masuk ke dalam norma standar prosedur dan kriteria (NSPK) sebagai acuan skala nasional,” kata lawyer yang juga Sekretaris The Housing and Urban Development (HUD) Institute tersebut, Senin (24/1).

Dia menekankan bahwa perumahan rakyat untuk MBR adalah hak dasar dan amanat konstitusi. Pembangunan perumahan MBR merupakan kewajiban pemerintah termasuk pemerintah daerah sehingga wajib menyediakan bantuan dan kemudahan seperti diatur Pasal 54 UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman.

“Pemerintah daerah seharusnya wajib membantu dan memudahkan, bukan justru sibuk ingin memungut retribusi juncto pajak dari rumah MBR,” ujar Ketua Umum Konsorsium Nasional Perumahan Rakyat (Kornas-Pera) itu.

Di sisi lain, masalah perumahan rakyat adalah urusan konkuren pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang merupakan kebutuhan dasar atau primer sebagaimana UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemda.

Oleh karena itu, terkait penerbitan PBG dia mendesak agar perizinan untuk perumahan rakyat bagi MBR diskemakan tanpa beban retribusi (nol retribusi). Kompensasi atas nihilnya retribusi PBG untuk perumahan MBR dapat dialihkan atau disubstitusi ke fasilitas bantuan APBN yang merujuk pada Pasal 54 UU No.1 Tahun 2011.

Saat ini, dari 514 kabupaten/kota baru ada tiga wilayah yang sudah menerbitkan Perda Retribusi PBG. Perubahan nomenklatur Izin Mendirikan Bangunan (IMB) menjadi PBG sendiri merupakan respons terhadap terbitnya Undang-Undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Sebelumnya, Wakil Ketua Umum DPP Realestat Indonesia (REI) Ignesjz Kemalawarta meminta untuk segera mencari solusi terkait kendala PBG di lapangan. Menurutnya dibutuhkan intervensi dari pemerintah sehingga tidak menganggu pasokan rumah termasuk untuk MBR.

Dijelaskan, sejak pergantian IMB ke PBG diluncurkan pada Agustus 2021, di lapangan ternyata pemerintah daerah belum berani menerbitkan PBG. Hal ini karena diperlukan adanya perda di setiap kabupaten/kota.

“Kami dari REI mengusulkan agar setiap pemda dapat mengeluarkan PBG sementara dulu sambil menunggu perda-nya selesai dikerjakan. Sehingga pengembang yang sudah memenuhi syarat, bisa melakukan registrasi SiKumbang,” ungkap Ignesjz.

Setelah nanti perda di daerah bersangkutan terbit, ujar dia, maka tinggal dikeluarkan PBG yang sebenarnya.

REI juga berharap agar pengembang yang sudah memiliki IMB sejak lima tahun lalu tidak diharuskan memperbaharui PBG karena justru menambah lamban pembangunan rumah. (MRI)