PUPR Beri Sinyal Insentif PPN DTP Tak Diperpanjang

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) memberikan sinyal bahwa pemberian insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) atas penyerahan rumah tapak dan unit hunian rumah susun tidak akan diperpanjang dan akan berakhir di bulan September 2022.
0
574
ppn dtp

Jakarta – Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) memberikan sinyal bahwa pemberian insentif Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) atas penyerahan rumah tapak dan unit hunian rumah susun tidak akan diperpanjang dan akan berakhir di bulan September 2022.

“Kepada Anda semua saya mengingatkan bahwa sampai dengan bulan September ini program PPNDTP walaupun itu sudah berkurang dari sebelumnya, tetapi ini adalah kesempatan terakhir sebenarnya. Karena kalau saya dengar suasana kebatinan dari Kementerian Keuangan tidak akan diperpanjang. Walaupun kita sudah memperjuangkan. Sehingga menurut saya ini adalah kesempatan apalagi ada momentum Hapernas,” terang Direktur Jenderal Perumahan Kementerian PUPR, Iwan Suprijanto saat menjadi Keynote Speech di Webinar Hapernas 2022, Generasi Muda(H) Punya Rumah, Kamis, 18 Agustus 2022.

Sinyal serupa juga diungkapkan Kepala Subdirektorat Perencanaan Teknis Rumah Umum dan Komersial Kementerian PUPR, Kreshnariza Harahap.

“PPN DTP sudah hilang, tidak ada lagi per September (2022) selesai. Kalau di luar yang non subsidi this is the last change kalian punya rumah dapat diskon PPN-nya,” tutur Kreshna dalam kesempatan yang sama.

Sebagai informasi, Pemerintah melanjutkan insentif fiskal berupa Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah (PPN DTP) sektor perumahan dengan terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 6/PMK.010/2022 tentang PPN atas Penyerahan Rumah Tapak dan Satuan Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2022.

Besaran insentif PPN DTP yang berlaku hingga September 2022 ini dikurangi secara terukur (tapering). Kebijakan insentif PPN DTP 2022 diberikan sebesar 50% dari insentif PPN DTP tahun lalu. Yakni 50% atas penjualan rumah maksimal seharga Rp 2 miliar. Kemudian, 25% atas penjualan rumah dengan harga di atas Rp 2 miliar hingga Rp 5 miliar.

PR Perumahan

Iwan Suprijanto menjelaskan, ada dua PR besar di sektor perumahan. Yang pertama adalah adanya backlog kepemilikan rumah yang mencapai lebih kurang 12,7 juta rumah. Jumlah itu akan terus meningkat seiring dengan pertambahan potensi rumah tangga baru yang mencapai 700.000 hingga 800.000 keluarga setiap tahun.

“Kemudian, terkait dengan rumah tidak layak huni. Ini menjadi PR kita jumlahnya juga sangat signifikan diperkirakan sekitar 23 juta yang perlu mendapatkan penanganan. PR besar sektor perumahan ini tidak mungkin kita selesaikan sendiri oleh pemerintah pusat saja. Tetapi membutuhkan dukungan dan kolaborasi berbagai pihak,” tutup Iwan. (SAN)